Malam itu pasar sudah sedikit sepi, dan dibeberapa sudut kios sudah terlihat gelap, cukup menyeramkan bagi orang-orang yang tidak pernah memasuki pasar pada malam hari lain halnya dengan orang-orang berikut ini…
***
Si Ujang
Ujang anak jalanan, umurnya baru 15 tahun, badannnya kurus. Ujang yang biasa tidur di salah satu kios pasar, setelah sibuk ngamen diperempatan jalan pasar “X”. Malam itu seperti biasanya si Ujang masuk pasar, saat dia sedang mencari kardus bekas untuk alas tidurnya, Ujang didatangi oleh Rono preman pasar tersebut yang saat itu sedang setengah mabuk setelah minum minuman keras bersama teman-temannya.
“Hei jang baru datang, mau tidur ya?”
“Iya kang”, Ujang menjawab dengan sedikit takut.
“Aku nggak punya duit nih, sini bayar ongkos numpang tidur dulu.”
“wah kang tadi lagi sepi buat Ujang makan aja udah nggak ada?”
“Jangan banyak omong kamu, sini ikut aku dan jangan banyak omong ayo…”
Ujang dengan terpaksa mengikuti Rono dengan perasaan takut dan gemetaran. Saat tiba disalah satu sudut kios yang sedikit tersembunyi, gelap dan sepi Rono berhenti.
“Udah disini saja”
“Ampun kang, bener Ujang nggak punya uang ampun kang jangan ujnag dipukuli?”
“Jangan banyak omong diem aja kamu, kalo mau selamat”
Tanpa banyak basa-basi Rono kemudian menarik Ujang dan merogoh celananya. Si Ujang sangat ketakutan terutama pada Rono preman pasar yang cukup ditakuti itu.
“Dasar males kerja apa aja kamu, duit aja nggak punya”, Rono memaki Ujang sambil memukul kepalanya.
“Ampun kang, tadi sepi nggak banyak yang ngasih lagian sebagian udah Ujang setorin ke kang adun”, si Ujang hanya bisa pasrah sambil memegang kepalanya yang dijambak Rono. Tapi kemudian tiba-tiba Rono dengan kasar membuka membuka celana Ujang, sehingga Ujang hampir jatuh karenanya.
“Ampun kang jangan saya disiksa kang ampun”, ratap Ujang sambil menangis sesenggukan.
Tapi Rono sepertinya sudah gelap mata dengan kasar dia menarik celana Ujang sehingga anak itu tinggal memakai kaos oblong lusuh miliknya, dan celananya dilempar oleh Rono.
“Kamu diem aja ya jangan coba-coba bersuara apalagi teriak, sini”, si Rono dengan kasar menarik pundak Ujang sehingga posisi Ujang membelakangi Rono. Kemudian Rono membuka celananya dan kontolnya yang sudah tegang langsung berdiri mengacung siap untuk menembak.Rono dengan tangannya meraba pantat Ujang dan saat dia menemukan lubangnya, kemudian dia mengarahkan kontolnya ke lubang pantat Ujang.
“Aduh kang sakit ampun”, Ujang sedikit berteriak saat kontol Rono mulai mendesak masuk ke pantatnya.
“Diem kamu jangan banyak bacot!”
Rono memasukan kontolnya perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit, sepertinya dia juga merasa sedikit sakit karena lubang pantat Ujang sangat sempit. Keringat mulai mengucur dari badan mereka terutama Ujang yang wajahnya kian pucat menahan sakit. Saat sudah hampir setengahnya dengan tanpa perasaan Rono mendorong kontolnya masuk, dan bersamaan dengan itu Ujang berteriak tertahan dan badannya menegang menahan sakit di lubang pantatnya.
“Diem kamu jangan bersuara cuman sebentar aja”, kata Rono dengan sedikit terengah-engah setelah kontolnya masuki ke lubang pantat Ujang.
Setelah beberapa saat kemudian Rono mulai menggerakkan pantatnya perlahan-lahan kemudian bertambah cepat. Ujang hanya bisa menangis sesenggukan menahan sakit badannya yang kurus sudah penuh oleh keringat, dan Ujang sudah tidak bisa menangis lagi, dia hanya menggigit bibir menahan sakit. Gerakan Rono sangat kasar dia memaju mundurkan pantatnya dengan cepat. Selang beberapa saat kemudian nafasnya mulai memburu dan badannya mulai menegang, gerakan badannya bertambah kasar sesekali dia menjambak rambut Ujang dan sesekali mencengkram pundak Ujang sampai akhirnya matanya terpejam, badannya menegang dan pantatnya menekan ke pantat Ujang dengan kasar berkali-kali.
“Ngaaakh… Ouchh”, Rono mendesah saat kontolnya muncrat membasahi liang Ujang dengan spermanya.
Dilain pihak bersamaan dengan itu Ujang menyeringai menahan sakit dan badannya juga ikut tegang kemudian terkulai lemas, Ujang langsung pingsan. Beberapa saat kemudian Rono melepaskan tubuh Ujang yang langsung jatuh tersungkur. Dan tanpa perasaan Rono kemudian kencing di badan Ujang dan meninggalkan Ujang yang terkulai pingsan akibat disodomi olehnya. Saat sadar Ujang hanya bisa menangis karena seluruh badannya terasa sakit terutama lubang pantatnya yang saat dipegang olehnya masih ada darah yang mengalir.
“Mak tologin Ujang mak, sakit” Ujang meratap sendiri dan suaranya hampir tidak terdengar, pandangan mata Ujang mulai gelap. Tidak ada yang tahu kalau disalah satu sudut pasar ada anak yang tergolek kesakitan.
***
Udin
Setelah sejak siang hari bekerja mengangkut beras kekios tempatnya bekerja Udin nangkring bersama beberapa kuli yang lain. Sudah dua hari anak kampung yang baru 16 tahun itu bekerja. Badannya cukup berisi karena sudah biasa bekerja di sawah membantu bapaknya di kampung. Saat Panceklik dia mencoba mencari tambahan ke kota “X”, dan mendapat pekerjaan di kios beras pak Nurdin. Saat asik melihat kuli lain yang sedang main kartu datang beberapa perempuan yang biasa mangkal disitu dan melayani birahi para kuli dengan bayaran yang memang “murah”, untuk ukuran orang gedean. Seperti biasa dengan suara yang sedikit keras mereka menggoda para kuli itu.
“Wah neng lagi bokek euy, kalo boleh ngutang mah akang mau”, kata salah seorang diantara mereka.
“Wah emang warung nasi, kalo mau maen ya bayar dulu tidak bisa ngutang atuh”, perempuan muda yang bernama Neneng itu menjawab.
Neneng tidak terlalu cantik, badannya bahenol usiannya sudah kepala tiga, janda ditinggal kabur suaminya, “Eh kang itu siapa, anak baru ya?”, kata Neneng saat melihat Udin yang sedikit keheranan melihat kedatangannya.
“iya masih ingusan, dari Garut baru dua hari disini”, Neneng tersenyum genit dan mendekati Udin yang dari tadi melihatnya.
“kenapa jang kok kayak tidak pernah liat perempuan aja”
“Ah enggak teh”, Udin menjawab dengan malu-malu.
“Wah neng anak kecil belon bisa apa-apa mendingan sama saya saja”
“Apa ngutang tidak sudi, mendingan sama barang baru masih orsinil kan asik dapet perjaka, ayo jang ikut saya saja kan bisa ngobrol berdua dari pada di sini sama mereka.”
“Awas jang jangan kena di rayu entar kena sipilis kamu”
“Eh jangan suka nakutin orang ya saya mah rajin ke dokter nggak bakalan kena sipilis udah disuntik tau”, sambil mengacungkan tinjunya Neneng memaki para kuli itu dengan sedikit marah.
Udin agak rikuh juga karena Neneng menggandeng tangannya, kemudian mereka berdua ngobrol disalah satu warung kopi.
“Jang mau nemenin saya gak, tidak usah bayar lah ya…, sekarang kamu anterin saya pulang ayo, ntar saya kasih sesuatu yang enak pisan, mau kan…”
Udin cuma bisa tersenyum dan mengangguk perlahan. Kemudian mereka berjalan berduamenyusuri gang di belakang pasar menuju ke rumah Neneng yang kebetulan dekat dengan pasar. Sampai dirumah Neneng kemudian menyuruh Udin masuk dan kemudian mengunci pintu, Udin sedikit keheranan.
“ayo atuh jangan malu-malu, nggak apa-apa disini mah sudah biasa kayak gini sini”, Kata Neneng.
“Aku ngerti kok kamu belum pernah makanya mau saya ajarin mau kan”, kata Neneng sambil membelai dada Udin yang bidang.Udin hanya diam gemetaran, tidak tahu harus berbuat apa kepalanya mengangguk perlahan.
“Baju kamu dibuka aja ya”, kata Neneng sambil menarik kaos yang dipakai Udin, dan kemudian dia membuka risleting celana yang dipakai Udin.
Dengan bernafsu Neneng mencium bibir Udin yang kebingungan diperlakukan seperti ini, namun karena godaan Neneng Udin juga mulai terbakar birahi. Neneng mendorong Udin ketempat tidur sehingga Udin jatuh terlentang diatas tempat tidur, kemudian Neneng menarik celana Udin sehingga anak itu bugil. Kontol Udin sudah berdiri dan dengan refleks dia menutupi kontolnya itu. Neneng hanya tersenyum melihatnya.
“Wah sama saya sih nggak usah malu-malu udah sering lihat yang kayak gitu..”
Kemudian Neneng membuka bajunya, Udin makin salah tingkah melihat ada wanita yang bugil didepan dia. Kemudian neneng naik ke tempat tidur dan menciumi bibir, dada dan menggigit puting uding.
“ahhh aduh geli teh”, Udin mendesah kegelian diperlakukan seperti itu.
“Sekarang aja ya dimasukin sama teteh.”
Neneng memengang kontol Udin dan mengarahkannya ke memeknya. Udin melihatnya masih dengan badan gemetaran.
“akhhh…” Udin mendesah saat kontolnya masuk kedalam memek Neneng, matanya terpejam menikmati sensasi yang baru dia rasakan di kontolnya.
“akhh…sss enak kan Din,” Neneng bergerak naik turun sambil meremas-remas susunya.
Udin merem-melek menikmati goyangan Neneng, kontolnya serasa dipijat dan disedot di dalam memek Neneng, kemudian pantatnya mulai naik turun mengikuti gerakan Neneng dan tangannya meremas-remas seprei, baru saat Neneng membimbing tangannya ke susu Neneng
“Remas Din… Aakhh”. Udin meremas-remas susu neneng, dan saat susu itu disodorkan kemulutnya Udin mulai mengemutnya persis seperti masih bayi, tapi kemudian berhenti saat Neneng menegakkan badannya.
Neneng masih asik menggoyang pantanya dan tangannya meremas-remas dada Udin. Udin mulai gelisah tangannya kadang meremas susu, kadang meremas seprei dan kadang memegang pinggang Neneng seolah-olah mengatur agar neneng menekan sedalam mungkin.
“Aduh… teh… Aakh”,Udin mendesah, bicaranya mulai ngaco, nafasnya mulai memburu dan badannya mulai kejang, kepalanya mendongkak keatas, matanya terpejam dan pantatnya mengangkat naik dan crot…crot…crot… Entah berapa kali semburan yang keluar dari kontolnya dan akhirnya Udin terkulai lemas.
“Yaaa kan teteh belum, tapi tidak apa-apa istirahat dulu aja ya”, kata Neneng dengan nada sedikit kecewa, mereka tidur sambil berpelukan.
Saat pagi hari Ujang bangun dan melihat Neneng yang tidur terlentang, dia melihat perempuan itu masih telanjang dan tertarik saat melihat gundukan daging yang ditumbuhi rambut halus, kemudian dia mulai meraba memek Neneng. Saat Neneng merasakan memeknya ada yang mengusap-usap dia terbangun melihat Udin tersenyum dan membiarkan Udin memperlakukannya seperti itu. Udin kemudian naik ke atas tubuh Neneng menindihnya dan mengarahkan kontolnya ke memek Neneng lalu menekannya.
“Akh…ngehh”
“Enak kan Din sss… Akh.. Tekan yang dalem din.. Akhh…”
Udin menggerakkan pantatnya maju mundur dan Neneng Menggoyangkan pinggulnya mengikuti gerakan maju mundur pantat Udin. Hanya desahan yang terdengan dari mulut mereka berdua.
“aduh din…terus… Akh.. Yaaa terus din yang kerasss akhh din yeah…terus akhh…”
“Akh teh udin mau keluarehh akh teh… sss.. Akkkh…ngahouch…”
“Teteh dateng din akh…din… Aouchhh…”
Badan mereka berdua menegang, Neneng mengangkat tinggi-tinggi pantat dan dadanya, sedangkan Udin seperti busur panah, pantanya menekan memek Neneng dan tangannya meremas seprei dan sesaat kemudian mereka terkulai lemas. Kepala Udin rebahan di susu Neneng dan kemudian tidur terlentang di sisi Neneng. Beberapa saat kemudian.
“Din yang tadi gratis tapi kalo mau teteh bersihin sekalian Udin harus bayar yah murah kok cuman 20000 aja.”
Udin hanya mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Neneng mulai menjilati seluruh badan Udin dada Udin kemudian turun kebawah. Saat sampai di kontol Udin Neneng menjilati kepala kontoln Udin yang masih sedikit tersisa spermanya yang mulai kering, dan kemudian mengulumnya.
“akh…teh..sss… Aduh..geli… Akhh…”, Udin mendesah dan badannya gemetaran, da kontolnya mulai mengeras lagi.
Neneng terus mengulum kontol Udin sambil mengocoknya. Udin menggerakkan pantatnya naik turun.
“akhh…teh…teehhhh ouch…”
Sperma Udin muncart dimulut Neneng dan sebagian meler keluar dan membasahi kontolnya. Neneng menelan semuanya dan kemudian menjilati sisa-sisa sperma Udin sampai bersih. Setelah mandi Udin membayar uang seperti yang telah dijanjikannya dan kembali pergi ke pasar.
“Din, kamu baru berapa hari kerja disini udah kesiangan, saya tahu kamu kemana, kalo nurut sama bapak mah kamu teh jangan terpengaruh sama perempuan kayak gitu ntar kena penyakit bahaya kan”, Pak Nurdin menasehati Udin.
Udin hanya diam tanpa komentar apa-apa. Tapi karena terlanjur ketagihan Udin sering pergi bersama Neneng dan tanpa disadarinya dia ketularan penyakit dan saat akan berobat Udin tidak mampu menebus obatnya karena uangnya sudah habis untuk mebayar Neneng dan kemudian dia pulang ke kampung dengan perasaan malu yang teramat sangat.