Aku ingin menceritakan satu pengalaman terbaru setelah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan swasta di Bandung baru-baru ini. Pagi itu, aku terlambat masuk kantor karena ketiduran. Semalaman aku menyaksikan dua buah Blue Film versi Indonesia. Karena kesiangan, aku jadi malas pergi ke kantor. Namun, keterlambatan itu akhirnya membuatku meraih sesuatu yang sudah lama kuidam-idamkan.
Saat aku masuk kantor, semua pegawai wanita memandangku dengan heran. Sementara teman-teman yang pria kelihatan cuek-cuek saja.
“Tumben Win, Kamu kesiangan.. biasanya Kamu datang paling awal.. awas lho, hari ini personalia kantor Kita orang baru lho. Aku berani bertaruh, Kamu pasti akan dimarahi habis-habisan..” suara Susan terdengar mengejek.
Kemudian Meina menimpali, “Pasti Kau kena marah dan bisa-bisa dipecat lho..!”
Belum selesai ia melanjutkan perkataannya, Frida memotongnya sambil cengengesan, “Taruhan.. You pasti dihukum.. ha ha ha ha..”
Mendengar itu, aku pun membalas ledekan mereka, “Oke kalo begitu.. Kita taruhan aja.. kalo Aku tidak dimarahin, Kalian harus mau kencan satu-persatu denganku mulai malam ini. Gimana..?”
Karuan saja teman-teman pria yang tadi sedang sibuk di mejanya masing-masing langsung mengeluarkan suara, “Huu..ngaco Kamu.. Win, beraninya Kamu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Lalu bagaimana kalo Kamu yang kalah..?”
“Berarti Aku yang harus mentraktir Kalian semua makan malam ini di HOKA-HOKA BENTO, setuju nggak..?” tanyaku lagi dengan perasaan dag-dig-dug tidak karuan.
Soalnya, hari itu akhir bulan dan kondisi keuanganku lagi kembang kempis.
“Setuju..” jawab Frida, Meina, dan Susan hampir bersamaan.
Yang lain bertepuk tangan dengan ramainya. Tiba-tiba pintu ruang Kabag Personalia dan Umum terbuka. Seorang wanita cantik keluar dari sana, lalu memanggil namaku dengan suara galak, “Winarto, harap masuk ke ruanganku sekarang.. ada yang ingin kubicarakan..”
Oh.. itu rupanya Kabag Personalia yang baru. Dengan semua mata tertuju ke arahku, aku berusaha melangkah dengan tegap (seperti seorang prajurit yang siap tempur kali, ya) ke arah ruangan personalia. Aku yakin seratus persen bahwa mereka begitu berharap agar aku yang akan kalah dan mentraktir mereka semua. Ya Tuhan, moga-moga aku tidak dimarahi, demikian doaku dalam hati. Setelah berada di dalam kantor itu, aku langsung duduk berhadapan dengan wanita cantik itu. Kutaksir umurnya baru 35 tahun. Masih muda, cantik dan seksi juga. Belahan baju di dadanya begitu rendah. Aku terpana melihatnya. Karena sadar bagian tubuhnya diperhatikan, ia segera membetulkan bajunya itu.
“Winarto, Kamu biasanya datang awal.. kok hari ini kesiangan..?” tanyanya ramah dan terlihat senyum di bibirnya.
“Maaf Bu.. tadi Saya kesiangan.. maklum Bu, Saya masih bujangan.. jadi ya.. tidak ada yang membangunkan..” jawabku polos masih dengan hati dag-dig-dug. Takut kalo aku kalah bertaruh dengan kawan-kawan di luar sana.
“Ya sudah.. lain kali jangan diulangi ya..? Oh ya, kau harus memanggilku Bu Tania.. Selamat Bekerja..” ujarnya sambil berdiri untuk mempersilahkan aku keluar dari ruangannya.
Dengan perasaan senang, aku membuka pintu, lalu keluar dari sana. Dan rupanya, mereka semua yang di luar menguping apa yang terjadi di dalam kantor itu. Saat aku keluar dan berjalan ke arah meja kerjaku, kulihat Frida, Meina, dan Susan terlihat lemas dan pucat. Entah apa yang mereka rasakan. Aku sih merasa amat senang. Karena mulai malam ini, aku bisa menikmati ketiga tubuh molek itu satu persatu. Memang di antara para pegawai yang bekerja di ruangan itu, ketiganya memang yang paling cantik, putih dan seksi.Malamnya, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih seperempat. Semua pegawai sudah pulang. Tinggallah aku dan Meina yang pura-pura lembur. Padahal kami punya tujuan lain. Setelah semuanya aman, aku bergerak menuju meja kerja Meina yang rupanya sudah di siapkan sejak beberapa menit yang lalu. Meina ini memang amat cantik, umurnya baru 32 tahun. Ia seorang janda beranak dua. Namun bodinya tetap saja masih seksi dan segar. Buah dadanya terlihat amat menonjol. Mungkin ukuran 36D. Tanpa basa-basi lagi, aku memeluknya dan mencium bibirnya dengan semangat. Ia pun membalasnya. Lidahnya terasa masuk dan bermain-main di mulutku. Sambil terus berpagutan, aku dengan cepat membuka stelan blazer yang dikenakannya. Sekarang tinggal BH dan celana dalamnya yang berwarna biru muda. Bulu-bulu kemaluannya begitu lebat sehingga sebagian terlihat keluar dari celananya. Melihat itu, langsung saja penisku bergerak naik turun dan terasa mulai mengeras.
Sementara itu, aku meremas-remas dadanya. Wah.. besar dan kenyal. Ia terus saja membuka pakaian yang masih melekat pada tubuhku. Sementara itu dengan sekali tarik, kulepaskan tali pengait BH-nya. Dan benar, tersembullah dua bukit kembar yang besar berwarna putih bersih, dengan puting coklat kemerah-merahan. Aku menatap wajahnya. Wajahnya terlihat begitu berharap, aku segera melakukan sesuatu pada dirinya. Aku memintanya jongkok. Ia pun mengerti, lalu meraih penisku. Langsung ia menjilatinya seperti seorang anak sedang menjilat es krim.
“Ugh.. ugh.. ugh..” terdengar suara lenguhannya.
Ia terus saja mengulum dan menghisap-hisap batang ajaibku itu. Setelah besar dan tegang, ia merubah posisinya dengan berdiri dan menunduk membelakangiku. Aku pun meraih penisku dan pelan-pelan ku susupkan ke liang senggamanya dari arah belakang. Aku tusukkan dengan perlahan, namun pasti.
“Bless.. jeb.. bless.. ciplok.. plak.. plak..” terdengar bunyi kemaluannya dan batang keperkasaanku bersentuhan.
Suara daging yang bertabrakan pun mengiringi permainan kami yang penuh nafsu. Meina bergerak ke belakang dan ke depan. Aku memeluknya sambil memegang kedua bukit kembarnya.
Sepuluh menit berlalu, dan tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hendak keluar dari dalam tubuhku.
“Aku mau keluar nih, Meina.. di dalam atau di luar..?” erangku.
“Di pantatku saja, Win..!” jawabnya seenaknya.
Lalu kucabut batang kejantananku dari liang senggamanya dan kusemprotkan mani sebanyak mungkin ke pantat seksinya. Setelah selesai, Meina tersenyum puas.
“Kapan-kapan Kita lakukan lagi ya, Win..?” ujarnya sambil mengenakan pakaiannya dan segera keluar dari kantor untuk pulang.
Aku hanya bisa tersenyum lirih mendengarnya.
Besok malamnya, giliran Susan yang akan kukerjai. Susan ini masih muda sekali. Ia berumur 25 tahun. Buah dadanya cukup besar, 34B. Tapi bentuk tubuhnya itu bak gitar Spanyol. Kudengar sih dia masih perawan. Akan kubuktikan malam ini, apakah itu benar. Singkat cerita, kami bertemu di sebuah hotel di daerah Paskal. Di dalam kamar itu, ia sudah menunggu dengan hanya mengenakan BH hitam dan celana dalam yang juga hitam. Begitu aku masuk, ia langsung memegang pangkal pahaku.
“Udah tegang belum, Win.. kalo belum Aku hisap ya..?” katanya dengan penuh nafsu.
“Boleh..” jawabku dengan hati senang.
Langsung saja ia menyuruhku berbaring di ranjang. Ia sendiri melakukan aksinya. Semua pakaianku dipreteli. Lalu sambil tiduran di dekat pangkal pahaku, ia menghisap, mengulum dan menjilat batanganku dengan semangat 45.
“Punyamu ternyata besar juga ya, Win.. Terkadang tanpa sengaja, di kantor aku memperhatikan bagian ajaibmu ini.. Ternyata lebih besar dari yang Kuduga..” ujarnya di tengah-tengah aksinya menghisap-hisap penisku yang membesar.
Setelah beberapa saat, kami merubah posisi. Aku menjilat dan menghisap-hisap bagian klitoris vaginanya, sedangkan ia masih terus mengulum batang kemaluanku. Setelah kami masing-masing merasa cukup puas, ia langsung bangkit dan duduk di atas penisku. Dengan pelan diraihnya penisku, lalu dimasukkannya ke liang keperawanannya dari bawah.
Dan, “Bless.. jeb.. bless..!”
Ia turun naik sambil bergerak memutar ke kanan ke kiri. Kesempatan itu aku pergunakan untuk menghisap payudaranya sambil duduk. Putingnya makin membesar dan terasa wangi. Sesuatu berwarna merah tiba-tiba membasahi seprei kasur kami. Darah..! Wah.. rupanya benar, ia masih perawan. Syukurlah kalau begitu.
Kutatap wajahnya. Tak kulihat penyesalan di sana. Beberapa menit kemudian, aku ejakulasi. “Crot.. crot.. crot..!” Sekitar sepuluh kali semprotan spermaku membasahi vaginanya.
Ia pun terlihat orgasme. Saat kucabut batang penisku, senjataku itu terlihat basah. Pastilah cairan kelaminnya telah keluar.
“Win.. aku rela menyerahkannya pada Kamu. Aku sebenarnya sudah jatuh hati padamu sejak hari pertama Kau bekerja di kantor. Cuma Aku tidak tahu apa Kau suka padaku atau tidak.” katanya tiba-tiba setelah kami berdua berbaring sebelah menyebelah.
“San.. terima kasih untuk semuanya. Aku bersedia jadi pacarmu.. cuman besok Aku harus melayani Frida, Kau tidak keberatan, kan..?” jawabku dengan mantap sambil menatap kedua bola matanya yang hitam dan bulat.
“Tentu tidak, Win.. Kau harus memenuhi janji itu.. apapun yang terjadi..” jawabnya sambil merebahkan kepalanya di dadaku.
Aduh senangnya mendengar semua yang dikatakan Susan. Hatinya kini jadi milikku. Ya, apa pun yang terjadi. Besok malam, aku akan melayani Frida. Wanita itu memang seks maniak. Ia sudah sering mengecani teman-teman sekantor tanpa bayaran. Ia juga masih muda, 27 tahun. Namun buah dadanya lebih besar dari Susan, ukurannya 36 A. Tentu aku harus menggunakan tekhnik-tekhnik tertentu untuk berhubungan dengannya. Saat sudah bertemu dengannya di kamar kostnya (karena ia berasal dari Pontianak), langsung saja ia mengerjai senjataku dengan rakus. Diemut, dihisap, dijilat dan dikulum-kulum berkali-kali dengan ganasnya. Duh.. hampir saja aku ejakulasi. Tapi dengan sekuat tenaga kutahan. Lalu kubalas dengan ganas pula. Tanpa menjilati kemaluannya lagi, aku gesek-gesekkan penisku ke sekitar liang vaginanya. Setelah ia terlihat siap, kutelusupkan penisku dengan penuh nafsu dan kudorong dengan sekuat tenaga.
“Auuwww..” jeritnya.
“Pelan-pelan dong, Win.. sakit sekali.. Penismu penis paling besar yang pernah memasuki memekku..” katanya sambil meringis.
Ah, masa bodoh. Pokoknya aku harus membuat wanita ini sampai puas dan kalau perlu tidak bisa berdiri. Hehehehe.. Aku terus saja menghujamkan penisku ke dalam liang senggamanya. Frida menggoyangkan pantatnya ke arah atas dan bawah sambil berputar-putar. Sementara tangan kananku meremas-remas payudaranya yang sintal dan kenyal. Mulutku juga kupakai untuk memuaskannya. Lidahku kupelintir di dalam mulutnya. Dan benar, ternyata ia KO duluan.
“Aku mau keluar, Win.. Kamu berapa lama lagi..?” tanyanya sambil kedua tangannya mencengkeram seprei dengan kuat.
“Keluarkan saja, Frid.. Aku masih lama.. jangan kuatir, Sayang..” ujarku seenaknya.
“Jangan dikeluarkan di dalam vaginaku ya..? Win.. tumpahkan saja di mulutku..” bisiknya di tengah-tengah orgasmenya.
Ternyata dugaanku salah. Sekonyong-konyong, sesuatu keluar dari dalam tubuhku yang membuatku terangkat ke puncak kenikmatan. Dengan cepat kucabut batang penisku dan kubawa ke mulutnya yang sudah membuka dari tadi.
“Crot.. crot.. crot..” spermaku belepotan di sekitar mulut, bibir, hidung dan dagunya.
“Aku puas, Win.. nanti Kau terlambat lagi ya..? Supaya Kita bisa melakukannya lagi..” katanya sambil tersenyum.
Wah.. urusannya bisa panjang nih. Setelah semuanya kering dan bersih, aku mengenakan pakaianku kembali dan pulang dari sana. Tidak kusangka, akibat kesiangan, kenikmatan yang luar biasa dapat kuperoleh. Ketiga-tiganya menyatakan kepuasan mereka. Bahkan, Susan menjadi kekasihku. Luar biasa!