Saya ingin menceritakan suatu pengalaman unik saat saya berlibur ke        kota tempat paman saya tinggal, Malang. Kejadiannya kira-kira dua        minggu yang lalu. Hari Minggu itu keluarga paman yang terdiri dari        paman, bibi dan ketiga anak laki-lakinya yang masih remaja        mengajakku pergi ke suatu kota kecil dekat Malang, yaitu Batu.        Daerah itu terkenal karena buah apelnya dan hawanya cukup dingin.        Kami berenam naik mobil Panther kesayangan saya.
       Perjalanan kami saat itu cukup menyenangkan. Kami ngobrol kesana        kesini tentang keadaan kota kecil yang akan kami datangi. Sama        sekali tidak terpikirkan oleh saya bahwa mobil Panther yang saya        kendarai itu bakal membuat masalah. Dan benar saja, sepuluh menit        sebelum kami tiba di Batu, mobil itu mogok. Paman dan anak-anaknya        berusaha mendorong dari belakang dengan sekuat tenaga. Sementara        Bibi duduk dalam mobil itu dengan raut wajah cemas.
       Seperempat jam mobil itu belum juga dapat dinyalakan mesinnya.        Walaupun dibantu oleh beberapa orang tukang becak, namun si Panther        masih juga mogok. Akhirnya kami memutuskan untuk membawanya ke        bengkel yang tidak jauh dari tempat itu. Sementara itu keluarga        Paman akhirnya pulang kembali ke Malang dengan naik angkutan umum        yang lewat di sana.
       Mobil yang dipaksa didorong itu akhirnya sampai juga di depan        bengkel. Bengkel itu disebut BENGKEL TIARA oleh penduduk setempat,        menurut mereka TIARA itu singkatan dari TIDAK ADA PRIA. Setelah        kuperhatikan, ternyata semua montirnya, walau berseragam montir yang        berlepotan oli, adalah para wanita muda yang cantik dan sexy. Mereka        terlihat ramah dan senang diajak ngobrol. Kasirnya juga seorang        wanita. Jadi sama sekali tidak ada pegawai pria di sana. Hebat juga        ya? Melihat kenyataan itu, pikiran isengku muncul.

       Kebetulan mobil Pantherku mereka tarik ke ruang dalam bengkel yang        sunyi senyap dan tertutup. Dua orang montir cantik ditugaskan untuk        menangani mobil itu. Saat mereka tengah memeriksa bagian depan mobil        Panther tempat mesinnya berada, dengan sengaja kujulurkan kedua        tanganku ke arah pantat mereka. Mereka sedang berdiri menunduk untuk        memeriksa mesin mobil. Perlahan kuraba pantat mereka dengan pelan.        Tidak ada reaksi. Karena kelihatannya mereka tidak keberatan, lalu        kuremas-remas pantat mereka berdua. Nah kali ini mereka menoleh.
       "Mas... tangan Mas nakal deh... kalo mau yang lebih enak, tunggu ya.        Begitu kami selesai menservis mobil ini, pasti yang punya mobil akan        kami servis juga. Jangan kuatir deh.., kami ahlinya dalam menservis        dua-duanya. Ha-ha-ha-ha..." ujar salah seorang montir cantik yang        belakangan kuketahui bernama Gita sambil tersenyum genit.
       Aku kaget bukan kepalang. Nah ini dia yang kucari. Jarang lho ada        bengkel seperti ini. Ternyata apa yang dijanjikan Gita ditepati        mereka berdua. Saat itu juga aku diajak ke lantai atas di sebuah        rumah di belakang bengkel besar itu. Di sana ada beberapa kamar yang        dilengkapi dengan perlengkapan tidur dan perlengkapan mandi yang        serba moderen. Begitu mewah dan mentereng tempatnya. Jauh sekali        perbedaannya bila dibandingkan dengan bengkel di depannya.
       Kedua cewek montir tadi (seorang lagi bernama Tutut), saat aku        terperangah menatap ruangan kamar itu, tiba-tiba entah dari mana        muncul dengan hanya mengenakan pakaian minim. Alamaak..! Hanya BH        dan celana dalam tembus pandang yang menutupi tubuh seksi mereka.        Aku tidak menyangka bahwa tubuh mereka yang tadinya terbungkus        seragam montir berwarna biru muda, begitu sexy dan montok. Buah dada        mereka saja begitu besar. Gita kelihatannya berpayudara 36B, dan        Tutut pasti 38. BH yang menutupinya seperti tidak muat. Langsung        saja si penis andalanku mulai mengeras. Tanpa menunggu waktu lagi,        aku segera membuka pakaianku.
       Setelah hampir semua baju dan celanaku terlepas, keduanya tanpa        banyak bicara mendorongku supaya jatuh telentang di atas tempat        tidur. Aku pun diserbu. Saat itu hanya tinggal celana dalam yang        masih melekat di tubuhku. Gita dengan ganasnya langsung menyerang        bibir dan mulutku. Ciuman dan permainan lidahnya begitu        menggebu-gebu, hampir saja aku tidak dapat bernafas dibuatnya. Tutut        pun tidak kalah ganasnya. Tangannya langsung meraba-raba senjataku        dari luar celana dalamku. Pelan tapi pasti rabaan dan remasannya itu        membuatku menggelinjang hebat. Ia pun menjilati bagian penisku itu,        terutama di bagian kepalanya.
       Lalu dengan inisiatifnya sendiri, Tutut menurunkan celana dalamku.        Maka si kecil pun langsung mencuat keluar, keras, tegak, dan besar.        Tangan Gita langsung mengocok-ngocok penisku. Sementara Gita mulai        terus menjilati buah zakar dan terus ke bagian pangkal penisku.        Memang penisku tergolong besar dibandingkan ukuran rata-rata penis        orang Indonesia, panjang 24 cm dan diameter 8 cm.
       Kedua cewek montir itu sekarang bergantian menjilati, mengocok dan        mengulum penisku seperti orang kelaparan. Aku sih senang-senang saja        diperlakukan seperti itu. Sementara itu dengan leluasa kedua        tanganku bergegas membuka pengait bra mereka berdua. Setelah penutup        payudara mereka terbuka, tanganku mulai sibuk meremas-remas kedua        gunung kembar mereka.
       Beberapa menit kemudian, Tutut mulai membuka celana dalamnya. Lalu        ia mengarahkan vaginanya ke mulutku. Oh aku mengerti. Kini gantian        aku yang harus menghisap bagian liang kewanitaannya. Seumur hidupku        sebenarnya aku belum pernah melakukannya. Aku takut karena baunya        yang tidak sedap. Ternyata perkiraanku salah. Saat kuendus baunya,        ternyata vagina si Tutut terasa amat wangi. Karena baunya        menyenangkan, aku pun menjulurkan lidahku ke liang kemaluannya.        Lidahku berputar-putar masuk keluar di sekitar vaginanya.
       Sementara itu, Gita masih terus mengulum dan mengisap penisku.        Kemudian tanpa dikomando, ia pun melepaskan CD-nya dan langsung        duduk di atas perutku. Dengan lembut tangan kirinya meraih penis        tegakku lalu pelan-pelan dimasukkannya ke dalam liang senggamanya.
       "Bless... bless... bless..!" terdengar suara kulit penisku        bergesekan dengan kulit vaginanya saat ia mulai turun naik di atas        tubuhku.
       Aku jadi merem melek dibuatnya. Kenikmatan yang luar biasa. Ia juga        terlihat terangsang berat. Tangan kanannya memegang payudara        kanannya sementara matanya terpejam dan lidahnya seperti bergerak        keluar masuk dan memutar. Dari mulutnya terdengar suara erangan        seorang wanita yang sedang dilanda kenikmatan hebat.
       Rupanya si Tutut tidak mau kalah atau tidak dapat bagian. Ia        mendekati Gita yang sedang bergerak dengan asyiknya di atas perutku.        Gita pun mengerti. Ia turun dari perutku dan menyerahkan penisku        kepada Tutut. Dengan raut wajah terlihat senang, Tutut pun duduk di        atas penisku. Yang lebih gilanya lagi, gerakannya bukan saja        naik-turun atau memutar, tapi maju mundur. Wah.., aku jadi tambah        terangsang nih jadinya. Dengan sengaja aku bangkit. Lalu kucium dan        kuemut payudara kembarnya itu.
       Dua puluh menit berlalu, tapi 'pertempuran' 2 in 1 ini belum juga        akan berakhir. Setelah Tutut puas, aku segera menyuruh keduanya        untuk berjongkok. Aku akan menyetubuhi mereka dengan gaya doggy        style. Konon gaya inilah yang paling disukai oleh para montir wanita        yang biasa bekerja di bengkel-bengkel mobil bila ngeseks. Aku        mengarahkan penisku pertama-tama ke liang kenikmatan Gita dan tanpa        ampun lagi penis itu masuk seluruhnya.
       "Bless! Jeb! Jeb..!"
       Kepala Gita terlihat naik turun seirama dengan tusukanku yang maju        mundur.
       Tiba-tiba saja Gita memegang bagian kepala ranjang dengan kuatnya.
       "Uh..! Uh..! Uh..! Aku mau keluar, Mas..!" erangnya dengan suara        tertahan.
       Rupanya ia orgasme. Lalu aku pun mencabut penisku yang basah oleh        cairan kemaluannya Gita dan kumasukkan ke vagina Tutut. Perlu kalian        tahu, vagina Tutut ternyata lebih liat dan agak sulit ditembus        dibanding punyanya Gita. Mungkin Tutut jarang ngeseks, walau aku        yakin betul kedua-duanya jelas-jelas sudah tidak perawan lagi.
       Begitu penisku amblas ke dalam vagina Tutut, penisku seperti disedot        dan diputar. Sambil memegang pantat Tutut yang amat besar dan putih        mulus, aku terus saja maju mundur menyerang lubang kenikmatan Tutut        dari belakang. Hampir saja aku ejakulasi dari tadi. Untung saja aku        dapat menahannya. Aku tidak mau kalah duluan. Sepuluh menit berlalu,        tapi Tutut belum juga orgasme. Maka kubaringkan dia sekali lagi, dan        aku akan menusuk vaginanya dengan gaya konvensional. Seperti biasa,        ia berada di bawahku dan kedua kakinya menjepit punggungku. Aku        dapat naik turun di atas tubuhnya dengan posisi seperti segitiga        siku-siku. Matanya merem melek merasakan kedahsyatan penis ajaibku.
       Permainanku diimbangi dengan usahaku untuk mengulum puting        payudaranya yang besar dan kenyal. Ternyata dengan mengulum payudara        itu, spaningku semakin naik. Penisku terasa semakin membesar di        dalam kemaluannya Tutut. Dan tiba-tiba.., sesuatu sepertinya akan        lepas dari tubuhku.
       "Crot..! Crot..! Crot..!" aku mengalami ejakulasi luar dahsyatnya.
       Sebanyak dua belas kali semprotan maniku berhamburan di dalam        vaginanya Tutut. Aku pun lemas di atas tubuhnya.
       Saat aku sudah tertidur di atas kasur empuk itu, tanpa setahuku        Tutut dan Gita cepat-cepat mengenakan pakaiannya kembali dan        kemudian pergi entah ke mana. Lalu kudengar langkah seorang pria        berjalan masuk ke kamar itu. Ia mendekati ranjang dan        membangunkanku.
       "Van.., bangun, Van..!" tangannya yang kekar terasa menggoyangkan        punggungku yang telanjang.
       Saat aku membuka mata, ternyata Paman!
       "Lho, Paman.., bukankah Paman tadi udah pulang bersama Bibi dan        adik-adik..?"
       Ia menjawab sambil mengganggukkan kepala, "Benar, Ivan... kedua        wanita tadi adalah pegawai-pegawai Paman sebenarnya... Mereka berdua        Paman suruh men'servis' kamu karena Paman dan Bibi tidak sempat        memberimu hadiah ultahmu ke 28 bulan yang lalu, jadi itu hadiahnya.        Dan mengenai mobil Panther itu, Paman sengaja mengotak-atik kabel        mesinnya, lalu kuajarkan si Sri Hadiyanti dan Regita Cahyani itu        untuk membetulkannya. Anggap aja kejutan ya, Van... tapi kamu puas        kan atas pelayanan mereka berdua? Jangan kuatir.., selama kau berada        di sini, Paman mempersilakan kamu mengencani mereka sampai kamu        bosan. Kebetulan kan tiap hari mereka masuk kerja. He-he-he-he..."
       Wah.., pengalaman tidak terlupakan nih! Memang sejak itu, selama 15        hari aku berada di Malang dalam rangka libur semesteran kuliahku di        Amerika, aku sepertinya tidak bosan-bosan melayani kencan seks kedua        gadis seksi itu. Setiap kali kami selesai melakukannya, Gita selalu        berkata, "Mas Ivan... kami belum pernah merasakan penis yang begitu        hebat dan perkasa menerobos vagina kami.., biasanya kalo tamu        Pamanmu, mereka baru 1 menit udah KO! Tapi kau kuat sekali... bisa        sampai dua setengah jam... minum apa sih, Mas..?"
       Setiap kali ditanya begitu, aku hanya tersenyum simpul dan menjawab,        "Ada deh..."
       Keduanya menatap keheranan.