Seks Dengan Sekretaris Amoy Di Kantor
 ABG Ngewek Dengan Guru Di Sekolah
 Skandal Seks Aktris Top Ibukota
 Perawan Di Sarang Penjahat Kelamin
 Ibuku Diperkosa Temanku
 Tukar Pasangan Dengan Temanku
 Kisah Nyata Diperkosa Rame - RameSabtu malam minggu, 20:00 WIB, menjelang liburan sekolah.
       Dengan kondisi badan yang cukup letih, kucoba konsentrasikan        perhatian untuk mengendalikan mobil kecil biruku di keramaian jalan        Tol Jagorawi. Masa liburan sekolah menyebabkan jalan bebas hambatan        itu menjadi sangat ramai dan padat. Masih terbayang lambaian tangan        istri dan ketiga anakku melepas kepergianku, pulang kembali ke kota        dimana kami menetap. Aku yang tidak memperoleh cuti, terpaksa tidak        dapat menemani mereka yang kusayangi, berlibur di kota tempat        mertuaku tinggal.
       Lepas gerbang tol, kubelokkan mobil ke kiri, menuju Ciawi. Kondisi        lalulintas yang masih cukup lancar walaupun padat beriringan,        membuatku lega. 2-3 Jam lagi tentunya aku sudah sampai di rumah dan        tidur dengan nyaman.
       Keadaan langsung berubah beberapa kilometer menjelang Cipayung.        Lalulintas yang semula lancar, mendadak berhenti sama sekali. Jalan        menuju Puncak dipenuhi kendaraan sampai 3 jalur, dan belum ada        tanda-tanda akan bergerak. Tanpa berpikir dua kali, kuputar kemudi,        berbalik arah mengambil jalur Sukabumi. Sambil menggerutu dalam hati,        kuperkeras suara radio di mobilku dengan harapan dapat mengusir rasa        kantuk.
       Di perempatan jalan menuju Sukabumi, mobilku terhalang Angkot yang        berhenti seenaknya mencari penumpang. Bahkan supirnyapun tidak        berada di belakang kemudi. Kutekan klakson berulang-ulang, sambil        berusaha mencari celah untuk melepaskan mobilku dari keruwetan itu.        Hampir berhasil ketika aku dikagetkan oleh suara klakson dari        sebelah kanan. Kutahu pasti berasal dari Angkot yang berhenti itu.        Kurang ajar, sudahlah menghalangi jalan, masih berani pulak        membunyikan klakson. Niatku untuk memaki seketika pudar setelah        melihat senyum manis dari 2 orang gadis dalam Angkot tersebut.        Sambil berulang-ulang menekan tombol klakson, mereka seperti        berusaha untuk bertanya melalui gerakan jari dan tangan. Sadar telah        berhasil menarik perhatianku, salah seorang dari mereka mengeluarkan        kepalanya lewat jendela dan bertanya, "Mau ke Sukabumi ya Om. Boleh        ikut?"

Kurebahkan Euis,        kemudian dengan rakus kukulum putting payudaranya yang belum terlalu        besar. Kugigit perlahan, kutarik dan kuhisap kuat, membuat Euis        sedikit berteriak. Sementara Nyai masih saja sibuk mengulum        kemaluanku di bawah. Nafsuku sudah tidak tertahankan. Kubuka celana        dalam Euis, lalu kujilati klitorisnya. Bulu kemaluannya masih sangat        jarang. Kugelitik klitorisnya dengan jari tengahku, dan perlahan        kucoba untuk menusukkan jariku itu ke dalam kemaluannya. Euis        menghindar, dan berkata pelahan, "Jangan Kang." Dia benar-benar        masih perawan karena jariku tidak bisa masuk, terhalang oleh selaput        daranya.
       Euis mendesah tidak karuan, kemudian mengangkat pinggulnya        tinggi-tinggi sebelum terhempas diam. Dia sudah sampai di puncak        kenikmatannya. 
       Kutinggalkan Euis telentang diam, kuserang Nyai. Kutelentangkan dia,        kutarik celana dalamnya kemudian kujilati kemaluannya. Kepalanya        mendongak karena berada di ujung bawah tempat tidur, sedang        tangannya sibuk meremas-remas kepalaku yang cepak. Kumasukkan jari        tengahku, bisa masuk. Kubengkokkan dan kutelusuri bagian atas        kewanitaannya. Aku mencari daerah yang menurut istriku sangat nikmat        bila disentuh. Kulihat gerakan perutnya semakin cepat, tanda bahwa        titik itu sudah ditemukan. Kujilati klitorisnya sambil jari tengahku        menekan-nekan bagian atas kewanitaannya yang hangat, basah dan        lembut. Gerakannya semakin liar, semakin liar, sambil mulutnya        mendesah kuat. Kuhentikan kegiatanku, lalu kudaki tubuhnya        perlahan-lahan. Nyai membuka matanya, terlihat agak kecewa. Tapi itu        tidak lama, karena segera kucium bibirnya, dan kutelusuri mulutnya        dengan lidahku. Sementara itu, tanganku membimbing kemaluanku menuju        liang kewanitaannya. Kugosok-gosokkan kepala kemaluanku ke        klitorisnya, kemudian perlahan dan hati-hati kudorong masuk. Kuku        jari Nyai yang agak panjang menancap kuat di punggungku, dan kulihat        mukanya meringis seperti menahan sakit. Batang besar dan keras itu        sedang berusaha menguak lubang kecil dan sempit, yang sudah sangat        basah. Baru masuk tiga perempat, mata Nyai mendelik ke atas, sambil        mulutnya mengeluh keras, "Aaaaaaccchhhh..." Rupanya lubang        kewanitaannya tidak cukup dalam untuk menerima kemaluanku. Kalau        kupaksakan, tentu akan menimbulkan kesakitan yang amat sangat. Jadi        kubiarkan sejenak agar otot-otot vaginanya terbiasa, sebelum        kegerakkan naik turun. Setiap kali tertancap, Nyai mengeluh keras, "Aaaaccchhh..."        Aku tidak tahu pasti, apakah itu karena kesakitan atau menahan        kenikmatan. Kemaluanku serasa dipijat dan dicengkeram karena        sempitnya. Seluruh permukaan batang menggesek dinding gadis muda itu.       
       Lima menit kami bertempur, membuat tubuh mungilnya basah oleh        keringat. Kepalanya semakin liar menggeleng kekiri dan kekanan,        sambil kukunya mencakar kasar punggungku. Aku yakin pasti        menimbulkan luka. Mudah-mudahan bisa sembuh sebelum ketahuan oleh        istriku nanti. Dalam keadaan seperti itu, masih sempat aku teringat        akan istriku. Nyai menggelepar kapayahan setelah melepas puncak        kenikmatannya, kemudian telentang pasrah menerima terjangan dan        tusukan yang semakin lama semakin cepat. Semakin cepat... semakin        cepat... semakin cepat, dan dengan denyutan yang keras berirama,        kemaluanku memuntahkan lahar putih kental yang banyak, ke atas        perutnya. Pikiran jernihku masih bisa menahan untuk tidak ejakulasi        di dalam. Akupun ambruk menimpa tubuh Nyai. Kukecup mulut mungilnya        sambil berucap, "Terima kasih Nyai, kamu hebat sekali." Dia        tersenyum, menarik kepalaku, menciumku lalu berujar, "Ampun Kang,        Nyai nggak kuat. Terima Kasih juga."
       Aku bangkit berdiri, masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Satu        kebiasaan yang selalu kulakukan setiap kali selesai bersetubuh.        Kubersihkan kemaluanku yang masih basah oleh lendir. Kepalanya yang        merah keunguan, sudah mulai mengecil. Nafsu birahiku sudah lepas        seiring dengan lepasnya sperma. Kepalaku serasa enteng, dan mulai        bisa berpikir jernih, dan mulai lagi berandai-andai. Pikiran Negatif        selalu ada, dan itulah yang mungkin membuatku selalu selamat dalam        petualanganku selama ini.
       Kembali ke kamar tidur, kulihat keduanya sudah masuk ke bawah        selimut. Aku masuk ke antara mereka berdua, kemudian kucium bibir        mereka bergantian. Akhirnya berhasil juga aku membawa kalian ke        tempat tidur, senyumku dalam hati.
       Ternyata ketenanganku hanya bertahan sebentar. Pikiranku langsung        tergoda pada Euis yang masih perawan. Aku terbayang nikmatnya        pengalaman menembus selaput dara seorang gadis. Sampai saat ini,        sudah 4 gadis yang berhasil kuperawani, termasuk istriku. Aku memang        keterlaluan. Batang kemaluanku kembalu mengeras, besar dan        berdenyut. Perlahan kugeser badanku menyamping mengadap Euis. Gadis        manis yang seksi ini tengah tertidur dalam damai, sampai tidak sadar        kalau tubuh telanjangnya sudah terbuka dari lindungan selimut.        Kuperhatikan, payudaranya yang baru tumbuh. Pinggangnya yang ramping        dan seksi, bulu kemaluannya yang baru tumbuh sedikit, dan        kewanitaannya yang masih sangat rapat. Aku harus mencobanya, tekadku        dalam hati. Perlahan kuelus lembut rambutnya, kemudian kuciumi        keningnya, matanya, hidungnya, lalu sampai ke bibirnya. Perlahan        kusapu bibir mungilnya yang merekah merah itu dengan lidahku.        Terdengar desahan dari mulutnya. Rupanya dia terbangun karena        aktifitasku ini. Kulumat mulutnya, yang mendapat perlawanan setimpal        darinya. Tangannya yang satu mengelus dadaku, perlahan turun ke        bawah. Berani juga anak ini, mungkin belum tau apa akibat yang akan        ditimbulkannya. Tangan kiriku mengelus dadanya, kemudian meremas        payudaranya. Desahannya semakin kuat. Kipindahkan mulutku perlahan        ke dadanya, kemudian kuhisap kuat payudaranya sambil kupelintir        putingnya dengan lidahku. Kepalanya mendongak ke atas menahan        nikmat. Kutindih tubuh mungilnya, lalu perlahan kutelusuri tubuhnya        ke arah bawah. Pusarnya kujilat membuat Euis menggelinjang kegelian.        Kuteruskan penelusuranku semakin ke bawah, sampai ke kemaluannya        yang sudah kembali basah. Kujilat klitorisnya yang menonjol keras,        membuat kepalanya bergerak liar ke kiri ke kanan. Tidak mau rugi,        akupun merubah posisi hingga mulutnya bisa bermain di kemaluanku.       
       Tapi rupanya dia belum terbiasa, hingga diam saja. Kuantar dia        sampai ke puncak kenikmatannya yang pertama, yang membuat Euis        memelukku dengan kuat dan berbisik, "Nikmat sekali kang." Merasa        mendapat "angin", kubisikkan ketelinganya, "Euis sayang, boleh        dimasukkan?" Dia menatapku lekat-lekat, membuatku ragu. Tapi dengan        tidak ada reaksi lainnya, dalam hati kuyakinkan bahwa dia tidak        menolak (walaupun tidak mengiyakan). Akupun kembali bergerilya        dengan mulutku, mulai kedua payudara, sampai ke kemaluannya. Kubuat        ia hampir sampai puncak selanjutnya, sebelum kuhentikan. Itu adalah        satu rahasia kecil untuk membuat seorang wanita ketagihan dan mau        menyerahkan segalanya. Saat hampir sampai, hentikan. Seakan dia akan        memelas dan mau berbuat apapun agar kita memuaskannya. Kucium        bibirnya sambil salah satu tanganku membimbing batang kemaluanku        menuju ke liang senggamanya. Euis menatapku lekat-lekat, tetapi        tidak berkata apa-apa. Perlahan kudorong, memasukinya. Baru        kepalanya, kepala Euis sudah mendongak ke atas, dan mukanya        menampakkan kesakitan. Ditembus saja sudah sakit, apalagi dengan        batang sebesar itu. Aku tidak menyerah, perlahan tapi pasti kudorong        batang kemaluanku memasukinya. Euis menggigit bibirnya keras,        mungkin supaya tidak berteriak. Perlahan tapi pasti, selaput itupun        terkuak. Kenikmatan tiada tara kurasakan saat penghalang itu        tertembus. Butir air mata terlihat di kedua sudut mata gadisku ini,        menandakan kesakitan yang amat sangat. Tiga perempat sudah batang        besar dan keras itu masuk, hampir jebol pertahananku karena sempit        dan nikmatnya kemaluan Euis. Kuhentikan beberapa saat, sebelum        kupompa naik turun. Aku yakin, Euis pasti tidak bisa menikmatinya        karena belum terbiasa. Dia hanya telentang pasrah menerima        genjotanku. Akupun tiba-tiba punya ide yang lebih gila, aku ingin        ejakulasi di mulutnya. Ide itu membuatku cepat sampai ke puncak. Dan        sebelum sempat memuntahkan lahar, kukeluarkan lalu kumasukkan ke        dalam mulut mungilnya yang terbuka. Dia kaget, tetapi tidak dapat        berbuat apa-apa. Tidak lama, akupun memuntahkan cairan kental dan        putih itu dalam mulutnya, yang segera dimuntahkannya ke lantai.        Segera kupeluk Euis yang menangis terisak-isak, sambil kuciumi dan        kuusap ubun-ubun kepalanya. Seprai merah jambu yang berantakan        bernoda darah yang lumayan banyak. "Terima Kasih Euis," kataku. Dia        diam saja, tapi balas memelukku erat. Sementara Nyai tetap tertidur        lelap kelelahan. Dari mukanya terlihat kepuasan yang amat sangat.        Malam itu, aku menyetubuhi Euis sekali lagi, sebelum kami berdua        tidur berpelukan sampai pagi. Dalam pergumulan yang kedua ini, Euis        tidak lagi terlihat kesakitan, walau kurasa, dia belum bisa        menikmatinya.
       Esok harinya, kami baru terbangun saat matahari sudah tinggi.              Kupeluk kedua gadisku sambil kutanyakan, "Mau lagi?" Euis menggeleng              pelan, sedangkan Nyai menjawab ingin, hanya harus pulang. Ya sudah,              setelah masing-masing mandi membersihkan diri, kamipun meninggalkan              penginapan itu. Pada saat kedua gadisku mandi, diam-diam kusisipkan              lima lembar seratus ribuan ke dalam masing-masing tas sekolahnya.              Aku sudah membayangkan bagaimana komentar Room Boy-nya saat melihat              tempat tidur berantakan dan bernoda darah. Setelah mengantarkan              mereka ke rumah orang tua masing-masing, kupacu mobil biru kecilku              menuju ke kota tujuan.
 Ranumnya Adik Temanku
 Pesta Seks Dengan ABG Perawan
 Pengorbanan Istri Demi Hutang
 Cerita Seks Nyata 'Anggota Dewan'
 Bercinta Dengan Hewan Peliharaan