Sebenarnya aku dilahirkan menjadi anak yang beruntung. Papa punya        kedudukan di kantor dan Mama seorang juru rias / ahli kecantikan        terkenal. Sering jadi pembicara dimana-mana bahkan sering menjadi        perias pengantin orang-orang beken di kotaku. Sayangnga mereka semua        orang-orang sibuk. Kakakku, Kak Luna, usianya terpaut jauh diatasku        5 tahun. Hanya dialah tempatku sering mengadu. Semenjak dia punya        pacar, rasanya semakin jarang aku dan kakakku saling berbagi cerita.
       Saat itu aku masih SMP kelas 2, Kak Luna sudah di SMA kelas 2.        Banyak teman-temanku maupun teman kakakku naksir kepadaku. Kata        mereka sih aku cantik. Walaupun aku merasa biasa-biasa saja (Tapi        dalam hati bangga lho.., he.., he..) Aku punya body bongsor dengan        kulit putih bersih. Rambut hitam lurus, mata bulat dan bibir seksi (katanya        sich he.., he..). Saat itu aku merasa bahwa payudaraku lebih besar        dibandingkan teman-temanku, kadang-kadang suka malu saat olah raga,        nampak payudaraku bergoyang-goyang. Padahal sebenarnya hanya        berukuran 34B saja. Salah seorang teman kakakku, Kak Agun namanya,        sering sekali main ke rumah. Bahkan kadang-kadang ikutan tidur siang        segala. Cuma seringnya tidur di ruang baca, karena sofa di situ        besar dan empuk. Ruangannya ber AC, full music. Kak Agun bahkan        dianggap seperti saudara sendiri. Mama dan orang tuanya sudah kenal        cukup lama.
       Saat itu hari Minggu, Mama, Papa, dan Kak Luna pergi ke luar kota.        Mak Yam pembantuku pulang kampung, Pak Rebo tukang kebun sedang ke        tempat saudaranya. Praktis aku sendirian di rumah. Aku sebenarnya        diajak Mama tapi aku menolak karena PR bahasa Inggrisku menumpuk.

       Tiba-tiba aku mendengar bunyi derit rem. Aku melihat Kak Agun        berdiri sambil menyandarkan sepeda sportnya ke garasi. Tubuhnya yang        dibalut kaos ketat nampak basah keringat.
       "Barusan olah raga..., muter-muter, terus mampir..., Mana Kak        Luna?", tanyanya. Aku lalu cerita bahwa semua orang rumah pergi        keluar kota. Aku dan Kak Agun ngobrol di ruang baca sambil nonton        TV. Hanya kadang-kadang dia suka iseng, menggodaku. Tangannya        seringkali menggelitik pinggangku sehingga aku kegelian.
       Aku protes, "Datang-datang..., bikin repot. Mending bantuin aku        ngerjain PR". Eh..., Kak Agun ternyata nggak nolak, dengan seriusnya        dia mengajariku, satu persatu aku selesaikan PR-ku.
       "Yess! Rampung!", aku menjerit kegirangan. Aku melompat dan memeluk        Kak Agun, "Ma kasih Kak Agun". Nampaknya Kak Agun kaget juga, dia        bahkan nyaris terjatuh di sofa.
       "Nah..., karena kamu sudah menyelesaikan PR-mu, aku kasih hadiah"        kata Kak Agun.
       "Apa itu? Coklat?", kataku.
       "Bukan, tapi tutup mata dulu", kata dia. Aku agak heran tapi mungkin        akan surprise terpaksa aku menutup mata.
       Tiba-tiba aku merasa kaget, karena bibirku rasanya seperti dilumat        dan tubuhku terasa dipeluk erat-erat.
       "Ugh..., ugh...", kataku sambil berusaha menekan balik tubuh Kak        Agun.
       "Alit..., nggak apa-apa, hadiah ini karena Kak Agun sayang Alit".
       Rasanya aku tiba-tiba lemas sekali, belum sempat menjawab bibirku        dilumat lagi. Kini aku diam saja, aku berusaha rileks, dan lama-lama        aku mulai menikmatinya. Ciuman Kak Agun begitu lincah di bibirku        membuat aku merasa terayun-ayun. Tangannya mulai memainkan rambutku,        diusap lembut dan menggelitik kupingku. Aku jadi geli, tapi yang        jelas saat itu aku merasa beda. Rasanya hati ini ada yang lain.        Kembali Kak Agun mencium pipiku, kedua mataku, keningku dan        berputar-putar di sekujur wajahku. Aku hanya bisa diam dan menikmati.        Rasanya saat itu aku sudah mulai lain. Napasku satu persatu mulai        memburu seiring detak jantungku yang terpacu. Kemudian aku diangkat        dan aku sempat kaget!
       "Kak Agun..., kuat juga". Dia hanya tersenyum dan membopongku ke        kamarku. Direbahkannya aku di atas ranjang dan Kak Agun mulai lagi        menciumku. Saat itu perasaanku tidak karuan antara kepingin dan        takut. Antara malu dan ragu. Ciuman Kak Agun terus menjalar hingga        leherku. Tangannya mulai memainkan payudaraku. "Jangan..., jangan...,        acch..., acch...", aku berusaha menolak namun tak kuasa. Tangannya        mulai menyingkap menembus ke kaos Snoopy yang kupakai.        Jari-jemarinya menari-nari di atas perut, dan meluncur ke BH.        Terampil jemarinya menerobos sela-sela BH dan menggelitik putingku.        Saat itu aku benar-benar panas dingin, napasku memburu, suaraku        rasanya hanya bisa berucap dan mendesis-desis "ss..., ss...",.        Tarian jemarinya membuatku terasa limbung, ketika dia memaksaku        melepas baju, aku pun tak kuasa. Nyaris tubuhku kini tanpa busana.        Hanya CD saja yang masih terpasang rapi. Kak Agun kembali beraksi,        ciumannya semakin liar, dan jemarinya, telapak tangannya        mengguncang-guncang payudaraku, aku benar-benar sudah hanyut. Aku        mendesis-desis merasakan sesuatu yang nikmat. Aku mulai berani        menjepit badannya dengan kakiku. Namun malahan membuatnya semakin        liar. Tangan Kak Agun menelusup ke CD-ku.
       Aku menjerit, "Jangan..., jangan...", aku berusaha menarik diri.        Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian        rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa        nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di "milikku". Aku        menggelinjang dan menahan napas, "Kak Agun..., ohh.., oh...", aku        benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku.        Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya        bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan        penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun        dilanjutkan lagi, saat itu aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi,        aku pasrah saja, aku benar-benar tidak membalas namun aku        menikmatinya. Aku memang belum pernah merasakannya walau sebenarnya        takut dan malu.
       Tiba-tiba aku kaget ketika ada "sesuatu" yang mengganjal        menusuk-nusuk milikku, "Uch..., uch...", aku menjerit.
       "Kak Agun, Jangan..., ach..., ch..., ss..., jangan".
       Ketika dia membuka lebar-lebar kakiku dia memaksakan miliknya        dimasukkan. "Auuchh...", aku menjerit.
       "Achh!", Terasa dunia ini berputar saking sakitnya. Aku benar-benar        sakit, dan aku bisa merasakan ada sesuatu di dalam. Sesaat diam dan        ketika mulai dinaik-turunkan aku menjerit lagi, "Auchh..., auchh...".        Walaupun rasanya (katanya) nikmat saat itu aku merasa sakit sekali.        Kak Agun secara perlahan menarik "miliknya" keluar. Kemudian dia        mengocok dan memuntahkan cairan putih.
       Saat itu aku hanya terdiam dan termangu, setelah menikmati cumbuan        aku merasakan sakit yang luar biasa. Betapa kagetnya aku ketika aku        melihat sprei terbercak darah. Aku meringis dan menangis sesenggukan.        Saat itu Kak Agun memelukku dan menghiburku, "Sudahlah Alit jangan        menangis, hadiah ini akan menjadi kenang-kenangan buat kamu.        Sebenarnya aku sayang sama kamu".
       Saat itu aku memang masih polos, masih SMP, namun pengetahuan seksku        masih minim. Aku menikmati saja tapi ketika melihat darah        kegadisanku di atas sprei, aku jadi bingung, takut, malu dan sedih.        Aku sebenarnya sayang sama Kak Agun tapi..., (Ternyata akhirnya dia        kimpoi dengan cewek lain karena "kecelakaan"). Sejak itu aku jadi        benci..., benci..., bencii..., sama dia.