“Elu! Ke sini!” perintah laki-laki itu kepada Anthony. Dengan ragu-ragu Anthony melangkah mendekati pria tersebut. “Elu juga!”
Melyana terkejut setengah mati mendengar perintah itu ditujukan kepadanya. Ia takut sekali. Lagipula siapa yang tidak takut menghadapi pria yang memegang senjata api.
Dengan enggan Melyana mendekati pria itu dan berjalan menuju ke tempat Anthony berdiri.
“Elu pacarnya die, kan ?” tanyanya kepada mereka berdua.
“Bukan, pak. Dia pacar teman saya yang itu, “ kata Anthony sambil menunjukku.
Jantungku berdebar kencang melihat tatapan bengis mata pria ini. Lalu tiba-tiba tatapan bengisnya berubah. Aku tak tahu apa isi tatapannya itu.
“Siapa nama elu?”
“Melyana,… ”
Pria itu kemudian mengisyaratkan Anthony untuk menjawab pertanyaan yang sama. “Anthony, “ jawabnya singkat.
Kemudian kepadaku, yang kujawab “Markus.”
“Bagus. Sekarang,” katanya sambil berjalan meninggalkan Melyana dan Anthony pria itu menghampiriku dan lanjutnya, “Anthony, buka semua baju elu!”
Anthony hanya bengong seakan tak percaya perintah pria ini. Setelah pria itu mengacungkan senapannya ke wajah Anthony, ia mulai menanggalkan baju, kemudian celana panjang. Sesaat Anthony ragu untuk melepaskan celana dalamnya, mengingat Melyana ada di sebelahnya, namun setelah mendapat ancaman dari pria itu Anthony mulai melepaskan celana dalamnya.
Aku terkesima melihat tubuh Anthony yang atletis. Dan tak kusangka Melyana, pacarku sendiri, pun terlihat melirik sesekali untuk melihat tubuh Anthony yang kini telanjang.
“Elu suka Melyana??” tanyanya kepada Anthony.
“Ya. Tidak. Eh.. maksud saya ya, dia teman saya.”
“Iye gue juga tau die teman lu, goblok! Maksud gue apa elu suka secara sexual sama die?”
Beberapa detik setelah itu hening tidak ada jawaban dari Anthony, namun akhirnya ia menjawab ragu, “Tidak.”
“Hahahaha! Jawaban macam apa tuh?!? Mana ada lelaki yang ga suka main sex sama perempuan muda? Elu ga lihat teman elu, si Melyana ini begitu manis dan bodynya sexy?”
“Melyana teman saya dan lagipula dia sudah punya pacar.”
“Terus kenapa? Apakah dengan begitu elu ga boleh suka die secara sexual??”
“Itu tidak baik, pak.”
“Kurang ajar lu!!! Berani bohong sama gue??!? Gue, si Narto, paling ga suka kalo dibohongin!! Udah gue bilang mana mungkin ada lelaki yang ga suka main sex sama perempuan kaya si Melyana ini?”
Wajah Melyana menjadi merah mendengar semua percakapan ini. Jantungnya berdebar karena merasa tidak enak menjadi bahan perdebatan.
“Maaf, pak. Saya sungguh tidak dapat melakukannya.”
“Melakukan apa? Emangnya gue suruh elu ngapain?!? Baik, kalau elu bersikeras ngebohongin gue, elu akan merasakan akibatnya.”
“Sekarang elu, Anthony, buka baju si Melyana!”
Perintah itu bagai halilintar di siang hari bolong bagi kami semua. Mata Melyana terbelalak sedangkan Anthony hanya terdiam.
Wajahnya menghadap ke tanah. Ia tidak berani memalingkan wajahnya kepadaku atau ke pria yang memanggil dirinya Narto itu, apalagi kepada Melyana.
“OK! Gue hitung sampai 3. Kalau elu masih ga mau membukanya, makan saja peluru dari pistol gue ini!”
“Satu!!”
Anthony menjadi gelisah. Sedangkan Melyana menjadi semakin tidak enak. Ia berada di posisi yang terjepit. Di satu sisi ia tak ingin Anthony ditembak, namun di sini lain ia pun tak mengijinkan orang lain terutama lelaki yang bukan suaminya melucuti pakaiannya.
“Dua!!!”
“Masih keras kepala, he??” katanya sambil mengokang senjatanya.
Anthony akhirnya membalik badannya menghadap kepadaku dan berkata, “Sorry, Kus. Gue ga ada pilihan lain.”
Kemudian dia berhadap-hadapan dengan Melyana. “Sorry, yah. Gue ga berniat melakukan ini semua.”
Melyana tidak tahu harus menjawab apa, namun ia pun terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya, “Ga apa-apa kok.”
Tangan Anthony mulai melepaskan kancing baju Melyana satu persatu. Tangannya gemetar sehingga membuat proses pembukaan ini berjalan begitu lama.
“Nahhh, gitu! Kalo disuruh mending nurut aja!” seru Narto girang.
Dalam proses membuka kancing baju Melyana itu, aku lega mendapati Anthony berusaha berlaku sesopan mungkin. Ia menjaga agar jari-jarinya tidak menyentuh tubuh Melyana, terutama bukit dadanya. Namun demikian hal ini tidak dapat membuat keadaan menjadi lebih baik buat Melyana.
Setelah semua kancing sudah terbuka, Anthony melepaskan kemeja tersebut dari tubuh Melyana. Payudara Melyana yang masih tertutup BH kini terekspos kepada kami semua.
Melyana menutupi dadanya dengan kedua tangannya.
“Melyana!! Siapa yang suruh elu nutupin tetek elu?!?”
Kata-kata itu cukup untuk membuat Melyana mengurungkan niatnya tersebut lalu menaruh kedua tangannya di samping tubuhnya.
“Anthony, sekarang elu cium bibir Melyana.”
Merasa percuma saja melawan perintah pria ini, Anthony mendekatkan wajahnya ke wajah Melyana. Melyana menarik nafas dalam sebelum bibir Anthony menyentuh lembut bibirnya. Melyana tidak memejamkan matanya melainkan melirik ke lantai sebelah kirinya pada saat bibir Anthony menyentuh dengan lembut bibirnya. Anthony menahan posisinya selama beberapa detik sebelum pria ini protes.
“Mana ada ciuman kaya begitu?!? Nih liat gue contohin!”
Sedetik kemudian Narto sudah berada di hadapan Melyana dan langsung tangan kirinya merangkul pinggang Melyana dan menariknya sehingga buah dada Melyana menekan dadanya. Tiba-tiba bibir Narto sudah melumat bibir Melyana penuh birahi sehingga membuat Melyana megap-megap.
Ingin sekali kutendang Narto dari belakang. Namun melihat tangan kanannya yang memegang pistol dan terlihat selalu siaga sehingga dapat menembak kapan pun ia mau, aku mengurungkan niat nekadku itu.
Sekitar 1 menit berciuman, barulah Narto melepaskan bibir Melyana dari bibirnya sehingga mulut bibir Melyana terlihat merah-merah karena ciumannya yang ‘keras’ itu.
“Nah begitu kalo cium perempuan! Ayo ulang cium lagi!”
Anthony maju mendekati Melyana dan berhenti sejenak karena ragu untuk melakukannya.
“Masih belom ngerti!!?? Peluk pinggangnya, terus tarik bodynya erat-erat, abis itu cium tuh bibir sexy! Ayo cepat!”
Anthony melingkarkan tangan kirinya di pinggang Melyana. Lalu dengan lembut ia menarik tubuh Melyana mendekat ke tubuhnya. Payudaranya yang masih tertutup BH warna krem itu kini bersentuhan dengan dadanya yang bidang. Kemudian ia mencium bibir Melyana dengan lembut sekali.
Semenit hampir berlalu, namun Narto berkata, “Huuuu, payah! Ngga hot! Goblok nih! Kenapa sih lu? Impoten atau homo sih? Coba,… Melyana elu buka rok elu. Siapa tau si Anthony bisa lebih terangsang, kali?”
“Ha?” Melyana bingung tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Ayo cepat, lepas rok elu!”
Karena takut, Melyana melepaskan rok seragam dari katun itu.
“Nah, sekarang ulang ‘adegan’ tadi! Dan gue mau liat adegan yang HOT!”
Semua gerakan tadi diulang lagi oleh Anthony persis sama. Tapi kali ini bedanya pada saat tangannya menarik tubuh Melyana merapat ke tubuhnya, penisnya menempel pada paha Melyana yang kini tidak terlapisi kain rok. Kulit paha Melyana begitu halus menggesek penisnya.
Hanya setelah kira-kira 10 detik Anthony mencium bibir Melyana, penisnya mulai setengah membesar. Melyana pun merasakan perubahan besar dan kerasnya penis Anthony yang menekan pahanya.
Melyana mengatur tubuhnya agar penis Anthony tidak bersentuhan dengan pahanya. Namun usahanya sia-sia. Bahkan semakin Melyana berusaha, semakin Anthony merasakan penisnya berdenyut-denyut.
Melyana merasa semakin risih. Bukan hanya karena penis Anthony yang setengah mengeras yang menekan pahanya, namun ciuman Anthony terasa semakin mendalam dan gairah yang terkandung dalam ciuman tersebut semakin meningkat. Wajah dan leher Melyana terasa panas.
“Ahaaa!! Kan udah gue bilang, lelaki mana yang bisa tahan sama sex?” seru Narto.
Kata-kata itu menghentikan semua yang Anthony lakukan saat itu, meninggalkan Melyana dengan nafas yang tak beraturan.
“Sekarang elu ngaku kan kalo elu suka Melyana?!”
“Erhhh…,” Anthony ragu-ragu memilih jawaban yang tepat. Matanya tidak berani memandang kami semua.
“Ayo cepat! Ngaku aja!”
Masih tak ada jawaban.
“Jangan liatin tanah melulu!! Ayo liatin si Melyana yang sexy ini!”
Mata Anthony bergeser ke tempat Melyana berdiri, lalu pandangannya bergerak naik dari kaki, ke pahanya yang mulus, pinggul lalu ke payudaranya.
“Gimana sekarang? Oooh mungkin elu lupa sama pertanyaannya ye? OK gue ulang: Elu suka sama Melyana ga?”
“Mmmm, biasa saja…” akhirnya Anthony menjawab.
“Hohoho! Ayo jawab sekali lagi, tapi kali ini elu musti jawab itu sambil pandangin si Melyana.”
“Saya suka Melyana sebagai teman biasa,” jawabnya sekali lagi.
“Hey hey hey! Markus, liat ga ****** si Anthony sekarang semakin membesar?”
Memang benar seperti yang dikatakan pria tersebut, tanpa berhenti berdenyut-denyut, penis Anthony semakin membesar sejak berhenti berciuman dengan Melyana. Aku dan Melyana termasuk Anthony pun menyadarinya
“Masa elu percaya kalo si Anthony ga nafsu sama cewe elu, Kus? Cuma ngeliatin body sexynya aja udah bikin die ereksi!”
Jangankan Anthony, penisku sendiri juga mulai membesar (walau tidak sebesar penis Anthony). Menjadi terangsang setelah berciuman dengan seorang perempuan cantik dalam kondisi telanjang bulat sebenarnya membuktikan bahwa ia masih laki-laki normal. Aku memaklumi keadaan Anthony saat ini. Jika aku berada dalam posisinya pasti tubuhku juga akan memberi respon yang sama.
Tanpa sadar Melyana terus menerus memandangi penis Anthony yang sudah membesar dan terus berdenyut. Tiba-tiba ia tersadar bahwa orang lain dalam ruangan itu mungkin mendapatinya sedang memandangi kelamin seorang lelaki. Secepat gerak refleks ia mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia mengarahkan pandangannya ke wajah Anthony. Dan mereka bertemu pandang.
Anthony malu sekali mendapati kami semua melihat dirinya terangsang seperti itu. Anthony yang melihat wajah Melyana yang bersemu merah menjadi semakin salah tingkah. Akhirnya Melyana memalingkan wajahnya ke bawah memandangi lantai yang gelap.
“Naaaahh, … sekarang gantian. Pertanyaannya kita kasih ke Melyana. Melyana, apakah elu suka Anthony?”
Melyana tersentak kaget. Melyana pernah mengaku kepadaku kalau ia pernah naksir Anthony. Memang kadang aku merasa Anthony lebih ganteng dariku. Saat itu Melyana masih duduk di bangku SMP dan kini ia sudah berpacaran denganku selama lebih dari satu tahun. Seharusnya ia menjawab tidak.
“Mmm saya pernah suka. Tapi itu dulu. Sekarang saya cuma menganggap dia teman biasa.”
“Wah wah wah, emang payah anak-anak sekarang. Susah diajak berterus terang. Jelas-jelas si Anthony keren, ganteng. Apa lagi yang kurang?” ejek Narto.
“Dulu elu pernah suka die ye? Elu yakin sekarang udah ga suka lagi sama die?” tambahnya lagi.
“Yaaahhh…, suka sebagai teman sih iya,” jawab Melyana sedikit bimbang.
“Kalo suka secara sexual?”
Untuk sesaat Melyana tidak menjawab. Dan akhirnya ia menjawab, “Tidak.”
Narto cuma mencibir dan berdiam. Suasana begitu tegang. Lalu ia mengambil gunting di salah satu meja dan mendatangi Melyana. Kemudian dengan cepat ia menggunting celana dalam Melyana di sisi kiri dan kanan. Dari depan ia menarik celana dalam yang telah digunting itu sehingga terlepas dari tubuh Melyana. Kini tubuhnya telanjang dan yang tertinggal di tubuh Melyana hanyalah BH yang menutupi buah dadanya.
Melyana serta merta menutupi kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu dengan kedua tangannya. Tapi karena lagi-lagi Narto memberi isyarat agar Melyana tidak melakukan hal tersebut, ia membatalkannya.
“Anthony, peluk Melyana. Cepat!!!”
Mendengar seruan Narto, Anthony dengan segera menghampiri Melyana dan memeluknya dengan setengah hati. Penis Anthony yang masih mengeras menekan perut bagian bawah Melyana.
“Markus, elu bantu Anthony supaya kontolnya bisa berada diantara memek cewe elu.”
Aku sama sekali tidak percaya akan apa yang baru kudengar. Aku hanya terdiam tidak dapat bergerak.
“Gue cuma ulang perintah gue sekali lagi dan kalo elu masih ga kerjain perintah gue,… elu tau siapa yang pegang pistol kan ?”
“Ayo, bantu Anthony supaya kontolnya bisa berada di antara memek Melyana!”
Aku menghampiri mereka berdua yang sedang berpelukan dan berdiri di samping mereka. Aku meraih penis Anthony dan kupegang batang kemaluannya yang sudah sangat mengeras. Aneh rasanya memegang kemaluan laki-laki lain yang sedang ereksi. Ini yang pertama kali bagiku. Terlebih lagi ini dilakukan dihadapan pacarku.
Kemudian penis Anthony kutekan ke bawah agar masuk di antara selangkangan pacarku. Tidak ada satupun dari kami yang berani saling berpandangan. Dan kini penis Anthony mengacung tegak di antara selangkangan pacarku.
“Melyana, renggangin kaki elu sedikit.”
Melyana menurut dan melakukan seperti yang diperintahkan. Begitu kakinya direnggangkan, Melyana seakan tersentak. Matanya membelalak dengan raut muka yang terkejut. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan ia terperanjat seperti itu.
“Hahahaha! Kaget ye? Itu artinya si Anthony nafsu sama elu. Kontolnya pasti berdenyut minta masuk di depan mulut memek elu, kan ? Gimana? Enak ga?”
Melyana semakin resah. Raut wajahnya seperti orang yang sedang mencari jawaban untuk pertanyaan yang membingungkan. Nafas Anthony menjadi kian tak teratur dan ia berusaha keras agar tidak berereksi. Namun usahanya tidak menemui hasil.
Hampir lima menit berlalu sebelum Narto memberi perintah kepadaku, “Markus, elu coba cek memek cewe elu. Masih kering ato udah… ha ha ha ha!”
Beberapa detik aku terdiam. Lagi-lagi ia membentak supaya aku melakukan apa yang diperintahkannya. Akhirnya dari arah belakang aku mengulurkan tangan kananku dan kuselusupkan ke antara paha Melyana. Melyana memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam melalui mulutnya.
Aku yakin sekali bahwa pacarku sangat malu saat itu. Belum pernah kewanitaannya disentuh oleh pria mana pun, termasuk olehku. Oleh karena itu aku berusaha melakukannya selembut mungkin. Begitu jari-jariku menyentuh sedikit bagian bibir vaginanya aku berniat untuk menarik tanganku. Namun rasa ingin tahu menguasai diriku sehingga aku meraba-raba sepanjang bibir vaginanya.
Betapa leganya aku begitu mendapati vagina Melyana tidak basah. Ia sama sekali tidak terpengaruh oleh semuanya ini. Lalu aku memberi tahu hal tersebut kepada Narto.
Narto tampak marah. “Nggak mungkin!!! Mana? Coba liat tangan elu!!”
Ia meraih tanganku dengan kasar lalu memperhatikan jari-jariku. Kering.
“Coba gue cek sendiri! Awas kalo elu bohong.”
Narto merogoh dengan kasar kemaluan Melyana. Dengan masih memejamkan matanya, Melyana menggigit bibir bawahnya sambil menahan nafas. Raut wajah Melyana seperti sedang menahan sakit. Setelah beberapa saat tangannya merogoh-rogoh kemaluan Melyana, Narto tidak mendapatinya basah. Karena itu ia tampak semakin marah. Serta merta ia menggunting BH Melyana dan menariknya sampai terlepas dari tubuh Melyana.
Melyana terbelalak dan terdiam. Mulutnya terkatup rapat karena kaget dan takut yang dirasakannya. Ia merasa tenggorokannya kering sekali.
Kini payudara Melyana bersentuhan langsung dengan dada Anthony tanpa sehelai benangpun diantaranya.
Aku tak dapat mempercayai apa yang kulihat. Pacarku yang telanjang bulat dipeluk oleh temanku, Anthony (yang juga telanjang), dengan penisnya menggesek-gesek vagina pacarku di depan mataku sendiri. Aku begitu marah dan kesal karena tak dapat berbuat apa-apa atas keadaan ini.
Nafas Anthony semakin berat dan semakin cepat. Anthony sangat grogi sehingga ia memeluk Melyana dengan lebih erat dan menaruh wajahnya ke samping wajah Melyana dengan harapan Melyana tidak melihat wajahnya. Namun ini membuat keadaan semakin buruk.
Kini Anthony malah semakin merasakan lembut dan empuknya payudara Melyana yang tertekan di dadanya. Melyana sendiri pun mulai grogi dan salah tingkah.
Nafas Anthony terdengar begitu jelas bahkan hembusan nafasnya yang hangat terasa di telinga Melyana. Wajah Melyana menjadi bertambah merah.
Narto terus memperhatikan Melyana lalu ia tersenyum, “Markus,… liat tuh. Cewe elu mulai terangsang. Tuh mukanya jadi tambah merah.”
Itu pasti karena malu, pikirku. Lalu Narto menyusupkan tangannya ke antara tubuh dua insan manusia tersebut untuk meraba payudara Melyana. Kelihatannya ia ingin memeriksa apakah puting payudaranya sudah menegak dan mengeras.
Jika dilihat dari perubahan air muka Narto, aku menebak ia mendapati puting Melyana masih lembek. Hal tersebut semakin membuatku yakin karena setelah itu Narto mulai meremas payudara Melyana secara perlahan namun bertenaga. Ia memaksa agar puting Melyana mengeras. Sambil terus dipeluk oleh Anthony, Melyana memejamkan matanya. Aku tidak dapat memastikan apa yang dipikirkannya saat itu. Aku rasa ia sangat ketakutan.
Setelah beberapa kali meremas dan memilin payudara juga puting susunya, akhirnya Narto kembali tersenyum dan berkata, “Markus, sini lu! Coba elu cek puting cewe elu.”
Dengan enggan aku mendekat lalu menyusupkan tangan kananku dan meraba payudara Melyana. Tanpa kesulitan sedikitpun aku dapat menemukan putingnya yang sudah menegak dan SANGAT keras.
Begitu malu tubuhnya didapati merespon terhadap jamahan Narto, Melyana tidak berani menatap wajahku. Semakin kupegang, puting itu semakin mengeras. Anthony tidak berani memandang kami berdua karena ia dapat merasakan puting Melyana seperti menancap pada dadanya.
Rupanya birahi Melyana mulai terpengaruh oleh semuanya ini. Nafasnya mulai memberat dan bertambah cepat. Pipi dan bagian lehernya mulai memerah karena darah mengalir cepat ke seluruh tubuhnya terutama ke bagian-bagian erotisnya seperti payudara dan kemaluannya.
Aku tidak dapat menyalahkannya, namun aku tidak percaya pacarku akan jatuh secepat ini.
“Udah, elu jangan keenakan pegang-pegang puting cewe elu. Kaya belom pernah pegang aje lu!” bentak Narto.
Aku menarik tanganku dengan gugup. Melihat gelagatku yang agak tidak wajar, Narto merasa curiga.
“Eh?! Bener ye elu belom pernah pegang tetek cewe elu? Berarti… berarti elu juga ga pernah pegang memeknya dong?” Narto bertanya dengan tampang yang riang.
“Hahahahaha!! Berarti elu kudu berterima kasih sama gue yang udah kasih elu kesempatan untuk pegang tadi,” sambungnya lagi.
“Hm… tunggu dulu,” wajah Narto tiba-tiba berubah menjadi serius, “berarti elu belom pernah ngentotin cewe elu dong?? Jangan-jangan elu masih perawan, Melyana??!!” lanjut Narto dengan lebih bersemangat.
Kami berdua hanya menunduk tidak memberi jawaban.
“Woy!! Kalo ditanya jawab, bego!” bentaknya kepada Melyana.
“I-iya, Pak,” jawab Melyana dengan gugup.
“Apanya yang iya?!!” bentaknya lagi.
“Iya… saya masih perawan,” jawab Melyana perlahan.
“Hebat, hebat, hebat! Bisa juga elu nahan nafsu elu ye!”
Narto diam dan berdiri sambil memandangi Melyana dengan pandangan kagum lalu berkata kepada Anthony, “Gue mau kasih hadiah buat elu nih, Ton!” katanya sambil menepuk pundak Anthony.
“Hari ini elu gue kasih kesempatan untuk melahap keperawanan cewe temen elu ini. Gimana? Asik kan ?” serunya dengan bersemangat.
Tidak seorang pun di antara kami yang tidak terkejut mendengar kata-kata itu.
Terutama aku dan Melyana. Selama 4 tahun pacaran aku menunggu untuk diperbolehkan mencumbunya seperti menjamah buah dadanya atau bahkan kemaluannya. Aku tidak berani berharap untuk diberi ijin bersetubuh dengannya. Selama ini aku hanya diberi ijin untuk mencium bibirnya. Tanganku hanya diberi ijin untuk meremas jemarinya saja. Aku juga belum pernah melihat tubuhnya hanya mengenakan pakaian dalamnya apalagi sampai telanjang bulat. Ironisnya kini berdiri dihadapanku Anthony yang bertelanjang bulat sambil memeluk pacarku yang juga bertelanjang bulat. Penisnya bergesekan dengan vagina pacarku. Puting dan payudara Melyana menempel pada dadanya. Dan kini Anthony diberi ijin untuk menyetubuhi pacarku. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, pikirku.
“Ayo cepat dilaksanakan!” serunya untuk mengingatkan Anthony agar merenggut keperawanan Melyana.
Tubuh Anthony tidak bergerak sama sekali selain gerakan naik turun pada dadanya mengimbangi nafasnya yang berat dan tidak teratur. Penisnya berdenyut-denyut di antara paha pacarku. Ini menunjukkan bahwa birahi Anthony sudah sangat tinggi.
Melyana mulai gelisah dalam pelukan Anthony. Rupanya kepala penis Anthony sedikit demi sedikit mulai memaksa menyeruak masuk liang kewanitaannya. Narto berputar ke belakang Melyana kemudian berjongkok dihadapan pantatnya. Kemudian ia memasukkan kedua tangannya untuk ‘memeriksa’ selangkangan Melyana.
Beruntunglah vagina Melyana tidak basah. Sedikit cairan yang ada di mulut vaginanya itu tak lain berasal dari ujung penis Anthony yang mengeluarkan lendir pelumas.
Dengan tangan kirinya Narto meraih penis Anthony yang sudah sangat keras dan tegang itu, sedangkan tangan kanannya mengusap-usap bibir vagina Melyana.
Diusap-usap kemaluannya dalam kondisi seperti itu membuat Melyana merasa tidak nyaman sehingga ia sering beringsut dari posisi berdirinya itu. Bahkan beberapa kali ketika Narto memilin klitorisnya, ia terlonjak sehingga badannya seperti hendak terjatuh ke depan yang membuat payudaranya terhimpit kuat ke dada bidang Anthony.
Beberapa menit kemudian, tangan kiri Narto terlihat mulai bergerak-gerak. Narto menggesek-gesekkan kepala penis Anthony di sepanjang bibir kemaluan Melyana. Erangan penuh nikmat sesekali keluar dari mulut Anthony. Sedangkan dada Melyana sudah kembang kempis menahan gejolak dalam tubuhnya.
Tak lama setelah itu Narto beranjak dari tempat itu lalu menghampiriku. Ia mengusap jari-jari tangan kanannya ke wajahku dan meninggalkan diriku berdiri terpaku. Aku merasakan pipi kiriku basah oleh lendir dan tercium sedikit aroma cairan wanita olehku. Sekilas aku melihat jari-jari Narto sangat basah sehingga terlihat berkilat dari kejauhan. Akhirnya pacarku benar-benar sudah terangsang, pikirku. Apa yang akan terjadi berikutnya, batinku lagi.
Setelah itu, tanpa sadar Anthony mulai menggerak-gerakkan tubuh bagian bawahnya sedemikian sehingga kepala penisnya menggesek-gesek mulut bibir vagina Melyana yang sudah semakin basah itu.
“(…hhh…) Anthony…, elu lagi ngapainhh??!!!” protes Melyana panik dengan suara setengah berbisik.
Aku juga tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat Anthony terhadap pacarku. “Apa yang hendak dilakukannya?” pikirku lagi.
Anthony tidak menjawab Melyana. Sebaliknya ia bertambah gencar menggerak-gerakkan pinggulnya berusaha agar penisnya dapat masuk ke dalam tubuh Melyana. Anthony seperti tidak dapat menguasai dirinya sendiri. Berdekapan dalam posisi yang erotis dengan pacarku seperti ini membuatnya hilang akal dan dikuasai oleh setan birahi.
“Hahahahaha! Bagus, Ton! Ayo terusin! Buat si Melyana mengemis minta dientot!! Hahaha!!” Narto tertawa sambil memberi semangat.
Melyana semakin gelisah, “Anthony, (…hhh…) janganh Anthony!”
Alih-alih menjawabnya, Anthony tiba-tiba memagut bibir Melyana dan mengulumnya dengan liar. Melyana dibuatnya gelagapan. Sementara itu, penis Anthony bergerak sedemikian rupa bak ular kepanasan yang mencari-cari jalan masuk ke lubangnya.
Melihat hal ini aku tidak dapat menahan emosiku lagi. Langsung saja aku berlari menghampiri Anthony. Baru saja meraih bahunya, tiba-tiba aku merasa benda keras menghantam kepalaku. Kepalaku serasa berputar lalu aku roboh.
Pada saat tersadar, aku mendapati Narto sedang mengikat kaki kananku ke kursi dengan tali. Kepalaku masih berputar dan pandanganku sedikit kabur. Badan beserta kedua kaki tanganku diikat dengan erat ke kursi.
Ketika pandanganku berangsur-angsur kembali jelas, pendengaranku diusik oleh jeritan Melyana.
“Tidakkkk!!! Jangan Anthony! Jangan…”
Mereka berdua sudah berbaring di lantai dengan Anthony menindihnya. Kedua tangan Anthony menahan tangan Melyana agar tidak melakukan perlawanan.
Anthony sedang berusaha keras untuk memperkosa pacarku dan aku tidak dapat berbuat apa-apa. Kedua kaki Melyana terus menerus ditendang-tendangkannya sehingga menghalangi usaha Anthony tersebut. Namun hal itu tidak bertahan lama karena Narto datang membantu dengan menahan kedua kaki Melyana.
Setelah mendapat kesempatan, Anthony segera mengarahkan penisnya ke mulut bibir vagina Melyana yang mengkilap karena basah oleh cairan sexnya.
Lalu dengan satu gerakan perlahan namun bertenaga, Anthony menghujamkan penisnya masuk ke dalam liang keperawanan Melyana.
“AAAAAARGHHHH…!” Melyana berteriak kesakitan.
Nafas Melyana menjadi sangat cepat dan terputus-putus. Wajahnya masih meringis kesakitan. Kemaluannya menitikkan darah segar tanda keperawanannya telah habis direnggut oleh Anthony.
“TIDAAAAAK!!!” aku berteriak dari tempat dudukku.
Namun mulutku tersumpal oleh kain sehingga yang terdengar hanyalah teriakan tanpa arti di telinga mereka. Melihat semuanya itu hatiku menjadi pilu seperti teriris-iris.
Walau sudah begitu banyak cairan yang keluar dari vaginanya untuk melumasi penis Anthony namun tetap saja ia merasa kesakitan pada saat penis Anthony yang besar itu menggesek dinding vaginanya yang masih perawan.
Anthony tidak menggerakkan tubuhnya selama hampir setengah menit. Ia hanya terbaring menindih tubuh Melyana yang terengah-engah menahan sakit.
Vagina adalah bagian tubuh yang sangat fleksibel sehingga dapat membesar menyesuaikan diri dengan penis yang masuk. Vagina Melyana secara perlahan mengakomodasi besarnya penis Anthony. Lama kelamaan rasa sakit itu hilang.
Melyana merasakan penis Anthony berdenyut-denyut di dalam liang kewanitaannya. Rasa sakit yang hilang dengan cepat berganti dengan rasa nikmat. Tangan dan kakinya tidak lagi meronta-ronta.
Melyana segera mengingatkan tubuhnya untuk tidak mengkhianati dirinya dengan menikmati semuanya ini. Namun sayang ia terlambat.
Anthony mulai menggoyang pinggulnya dengan gerakan-gerakan kecil sehingga penisnya terasa seperti bergetar-getar dengan kecepatan lambat di dalam vagina Melyana.
Melyana memandang diriku yang tak berdaya sambil memelas, “(…hhh…) Markus, tolong (…hhh…) gue, Kus…”
Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain duduk dan melihat semuanya ini terjadi di depan mataku.
Goyangan pinggul Anthony mulai diperbesar sehingga penisnya bergerak seakan hendak keluar sepenuhnya dari bibir kemaluan Melyana namun setelah itu dihujamkannya kembali masuk. Tiap hujaman semakin mendalam.
Melyana melenguh panjang tiap kali Anthony menghujamkan penis besarnya ke dalam tubuhnya. Dengan menggunakan tangan kirinya, Anthony meremas-remas payudara Melyana. Sedang tangan kanannya diselusupkan ke selangkangannya dan mengusap-usap klitoris Melyana.
Suara lenguhan Melyana lama kelamaan terdengar berubah menjadi suara rintihan dan erangan. Aku tidak merasakan adanya kesakitan dalam rintihan dan erangannya tersebut melainkan kenikmatan.
Namun pada kenyataannya, di sela-sela erangan dan rintihannya, Melyana terus memelas agar Anthony menghentikan perbuatannya itu.
“(…hhh…) Anthony…, (…mhhh…) stophh… (…ohhhh…) Janganhh Anthony… (…aahhh…)” suara Melyana sudah berubah menjadi bisikan lirih.
Protes yang keluar dari mulut Melyana terkesan diucapkannya dengan setengah hati. Bahkan aku pun dapat melihat kenikmatan yang terselubung dalam raut wajah Melyana. Aku tak dapat mempercayai akan apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Pacarku sedang diperkosa dan ia menikmati tiap detiknya.
Pernah suatu waktu, aku dan Melyana menonton sebuah film mandarin. Di dalam film itu seorang wanita diperkosa oleh 2 orang pria. Namun di saat-saat akhir pemerkosaannya, wanita tersebut malah menjadi sangat terangsang. Melyana mencemooh adegan tersebut dengan mengatakan bahwa tidak mungkin seorang wanita berlaku seperti di film itu.
Melyana seakan dipaksa untuk menjilat ludahnya sendiri. Ia berusaha sangat keras untuk tidak menikmati tiap hentakan pinggul Anthony. Ia mencoba memikirkan hal-hal yang tidak membangkitkan nafsunya namun tetap saja gesekan demi gesekan membuatnya semakin masuk ke dalam jurang kenikmatan.
Terlebih pada saat Anthony mulai menghisap puting susunya seperti bayi yang menyedot sari-sari kewanitaan dari dalam dirinya, Melyana mulai lepas kontrol. Ia meletakkan kedua tangannya di bahu Anthony tanpa melakukan perlawanan. Namun tetap saja dari mulutnya keluar kata-kata itu.
“(…mhhh…) Jangan Anthony… (…ohh…) aku tidak mau… (…shhh…)”
Narto menghampiriku dan berkata, “Gile! Cewe elu perlu dikasih servis tingkat tinggi tuh. Die tipe cewe yang ga doyan sex. Istilah bekennya frigid. Lu tau ga?”
“Udah dikasih full servis kaya gitu aja die masih bisa nolak. Dasar cewe! Laen di mulut, laen di hati,” lanjutnya lagi.
Aku tidak dapat berbuat apa-apa melihat kejadian ini. Air mata mulai mengalir dari mataku. Sedih hatiku melihat pacarku dipaksa untuk menikmati sex yang tidak diinginkannya. Pikiran manusia lebih sering kalah dengan keinginan tubuhnya. Ini yang terjadi pada pacarku.
Anthony mempercepat dan memperkuat genjotannya. Untuk menahan serangan ini, Melyana memejamkan matanya kuat-kuat dan menggigit bibir bawahnya. Pikirannya berusaha terus untuk melawan nafsu birahi dalam dirinya yang sudah terdorong melampaui batas normalnya.
Tiga kocokan setelah itu, seluruh tubuh Anthony mengejang-ngejang lalu ia mengeluarkan erangan seperti suara hewan menggeram. Beberapa detik kemudian tubuh Anthony terkulai lemas menindih tubuh pacarku.
Aku tahu benar apa yang baru saja terjadi. Anthony sudah mencapai klimaks. Ia berorgasme. Berjuta-juta sperma panas sudah dimuncratkannya ke dalam liang surga pacarku. Anthony baru saja menanamkan benihnya ke dalam rahim pacarku.
Melyana masih memejamkan matanya namun kali ini terlihat raut wajah yang jauh lebih rileks. Seluruh tubuhnya berkeringat. Dadanya naik turun seperti kehabisan nafas. Mulutnya terbuka untuk membantunya menghisap udara sebanyak-banyaknya.
Di keheningan sesaat itu terdengar bisikan Anthony di telinga Melyana, “Sorry ya, Mel… Gue udah ga tahan…”
Melyana tidak menjawab apa-apa. Ia masih saja terengah-engah dan berkeringat. Anthony tidak mengeluarkan penisnya yang sudah mulai mengecil dari dalam vagina Melyana. Sekitar 2 menit mereka tergeletak bertindihan di lantai tanpa melakukan apa-apa.
Tanpa kusadari, Narto sudah melepaskan seluruh pakaiannya. Penisnya berwarna lebih gelap dari penisku dan penis Anthony. Dan menurut perkiraanku, panjangnya tidak berbeda dengan panjang penisku namun diameternya jauh lebih besar dari penis kami berdua.
Ia menghampiri Anthony dan menariknya hingga kemaluannya tercabut dari dalam vagina Melyana. Dari dalam vaginanya meleleh keluar cairan sperma bercampur dengan cairan miliknya dan sedikit berwarna merah karena terdapat juga darah keperawanan yang sudah direnggut oleh Anthony.
Anthony yang sudah tidak bertenaga tergeletak di lantai tak berdaya setelah dicampakkan oleh Narto. Narto meraih payudara Melyana dan mulai bekerja pada kedua bukit lembut itu.
Melyana yang masih terpejam terkejut tiba-tiba kedua dadanya diremas-remas. Ia membuka matanya dan bertambah keterkejutannya karena mendapati Narto dengan keadaan telanjang bulat sudah berada di atasnya sambil memain-mainkan buah dadanya.
Birahi Melyana masih tinggi karena Anthony lebih dahulu mencapai puncak. Namun kali ini seperti sudah mendapat kekuatan baru, Melyana melakukan perlawanan. Ia memukuli dada Narto. Kedua kakinya pun ikut meronta-ronta dengan liar.
Merasa kewalahan atas perlawanan Melyana tersebut, Narto tiba-tiba mengibaskan tangan kanannya dengan sekuat tenaga.
PLAK!!
Mereka berdua terdiam. Pipi kanan Melyana memerah karena baru saja punggung tangan Narto menghantamnya. Dari ujung bibirnya keluar sedikit darah segar.
“Diam!!! Jangan bergerak!” bentaknya dengan galak.
Narto bangkit berdiri dan sambil bergumam kesal ia menghampiri aku. Ditariknya kursi tempat aku diikat mendekati Melyana yang terbaring tanpa busana sedikit pun.
Tanpa kuduga, Narto meraih ikat pinggangku lalu membukanya. Setelah itu ia membuka celanaku sampai penisku dapat dikeluarkannya dengan mudah.
Apa yang dilakukan Narto berikutnya, jauh membuatku lebih terkejut lagi. Dengan perlahan ia mulai mengocok penisku yang sudah setengah berdiri. Gilanya, semakin dikocok kemaluanku semakin keras dan tegang.
Anthony yang sudah agak pulih kekuatannya, duduk dan terbelalak melihat pemandangan menjijikkan itu. Aku sedang dimasturbasi oleh Narto di depan pacarku dan dirinya.
Jantungku berdegup kencang. Kepala dan wajahku semakin panas. Nafasku mulai tidak teratur. Dari ujung penisku keluar cairan bening sebagai tanda rangsangan yang kuterima mulai menguasai tubuhku.
“Nah,… sekarang kita coba yang satu ini,” kata Narto setelah meninggalkanku.
Narto menghampiri Melyana yang masih terbujur lemas tak berdaya. Ia menyuruh pacarku untuk menghampiri aku.
Dengan sisa kekuatan yang ada, Melyana menghampiri aku. Penisku berdenyut-denyut seperti kegirangan pada saat pandangan matanya menghujani kemaluanku.
“Jongkok! Terus, hisap ****** cowo elu!” seru Narto.
Melyana tidak bergeming. Namun setelah beberapa saat, ia berjongkok di antara kedua kakiku dan mulai mendekatkan wajahnya ke penisku.
Pada saat bibirnya yang hangat itu menyentuh kepala penisku, kepalaku langsung berputar-putar. Darah dalam diriku sudah mendidih dan mengalir deras di kemaluanku yang berubah warnanya menjadi lebih gelap.
Dengan gerakan yang sangat amat lembut, Melyana mendorong kepala penisku sedikit demi sedikit masuk ke dalam mulutnya.
Aku tidak tahu kalau pacarku dapat melakukannya sehebat ini. Setahuku aku adalah pacarnya yang pertama selama ini. Dan jika mengingat norma-norma yang dipegangnya selama berpacaran denganku, aku tidak habis pikir jika ia pernah melakukannya dengan pria lain selain diriku sebelum ini. Namun kemahirannya memainkan penisku dengan mulut, bibir, dan lidahnya membuatku bertanya-tanya dalam hati: dari mana ia tahu cara melakukan ini semua?
Pertanyaan-pertanyaan di kepalaku langsung lenyap tatkala Narto menekan kepala Melyana lalu menarik pinggulnya ke belakang sehingga Melyana berada dalam posisi seperti sedang merangkak.
Mulut Melyana masih membalut penisku ketika Narto mengoles-oleskan penisnya ke sepanjang bibir vagina Melyana yang masih basah itu. Sesekali ia menggesek-gesekkan kepala penisnya pada klitorisnya.
Hal ini membuat birahi Melyana kembali menanjak. Mungkin karena merasa bersalah sudah menjadi terangsang oleh laki-laki lain, Melyana menghadiahkan aku servis hisapan yang tidak ada duanya.
Tiba-tiba penis Narto menerobos masuk ke dalam liang peranakan pacarku. Bersamaan dengan itu, Melyana membelalak dan menghembuskan nafas dari hidung dan mulutnya karena kaget.
Kemudian Narto mengocok penisnya di dalam vagina pacarku yang sudah becek karena cairan cintanya yang bercampur dengan sperma Anthony yang masih tersisa. Kocokannya semakin lama semakin cepat. Lalu dengan segera dilambatkannya lagi. Hal ini diulang-ulang terus hingga membuat Melyana seperti hilang kesadarannya. Ia tidak dapat menguasai tubuhnya yang sudah di bawah pengaruh birahi.
Selama ini ia tidak pernah memberikan dirinya untuk ‘dipakai’ olehku, namun hari ini tubuhnya dipakai oleh Anthony dan Narto untuk kepuasan sex mereka. Ia pasti merasa sangat bersalah dan menyesal. Selama ini aku sebagai pacarnya tidak pernah mengecap kenikmatan sexual dari tubuhnya namun hari ini 2 laki-laki lain menikmati sex bersamanya. Ya, benar: BERSAMA-nya.
Semua pertahanan Melyana seakan sudah runtuh. Ia seperti bertekad ingin memuaskan sepenuhnya nafsu birahiku yang semakin naik itu. Dengan penis pacarnya dimulutnya dan penis laki-laki lain mengocok vaginanya, membuat birahinya semakin menuju puncak.
Tiba-tiba tanpa adanya tanda sedikitpun, Melyana melepaskan mulutnya dari penisku. Lalu tubuhnya bergetar cepat dan kejang-kejang seperti tersengat listrik. Bola matanya berputar ke atas. Dari mulutnya keluar suara menderit yang tertahan dan dahinya berkerut. Ia terlihat seperti kesakitan. Kedua tangannya mencengkram pahaku dengan erat.
“Oh! Bagus! Ayo rasain! Rasain tiap ledakan dalam badan elu! Enak kan ? Ayo terus!” seru Narto dengan lebih bersemangat menghujamkan penisnya ke dalam tubuh pacarku.
Menurut perkiraanku, Melyana sedang berorgasme. Orgasmenya memakan waktu yang cukup lama menurutku. Hampir mencapai setengah menit. Selama itu tubuhnya bergetar dengan cepat dengan ritme yang tidak menentu. Sudah pasti Narto tahu bahwa Melyana sedang menggapai klimaks.
Aku tahu (dan berharap benar) bahwa ini adalah orgasmenya yang pertama kali sepanjang hidupnya. Sebab selama ini ia hanya bersama denganku.
Narto menyuruh Melyana untuk terus mengulum penisku yang semakin tegang dan keras seperti logam itu. Bagaimana tidak, seorang perempuan yang sedang berorgasme adalah pemandangan yang sangat merangsang. Apalagi jika perempuan itu tak lain adalah pacar sendiri.
Melyana semakin ahli dalam memilin dan membalut penisku dengan lidahnya. Aku pun merasakan sudah hampir mencapai puncak. Oh, tidak pernah aku merasakan kenikmatan sex yang seperti ini.
Narto masih terus menggenjot pinggulnya dengan kecepatan tetap. Tangan-tangannya mulai bergerilya di tubuh pacarku. Tangan kirinya meraih salah satu payudara dan tangan kanannya memilin klitoris Melyana.
Erangan-erangan kenikmatan keluar dari mulutnya yang masih dipenuhi oleh penisku. Aku belum pernah melihat dirinya terangsang seperti ini. Lirihan dan erangannya seperti menambahi minyak pada api birahiku.
Akhirnya pada satu jilatan panjang, seluruh tubuhku mengejang. Kemudian sperma panas dari buah zakarku tersembur dengan tenaga penuh keluar memenuhi mulut dan tenggorokan pacarku. Melyana sampai tersedak dan kontan ia menarik mulutnya sehingga sisa semburan sperma itu muncrat mengenai kening dan mata kanannya.
Dari ujung bibirnya meleleh cairan putih dan rupanya sebagian spermaku menyemprot masuk ke dalam tenggorokannya. Hal ini membuatnya batuk-batuk seperti tersedak.
Aku terkulai lemas setelah muatan sperma dalam diriku tersedot habis oleh Melyana.
Sambil mengumpulkan kembali tenagaku, aku hanya menonton pertunjukan sex yang dilakoni oleh Narto dan pacarku. Aku baru sadar bahwa selama ini kami tidak memperhatikan Anthony yang duduk di lantai tak jauh dari kami. Ia hanya diam dan memperhatikan pertunjukan itu.
“Huh, payah anak jaman sekaranghh… Cepet banget keluarnyahhh..h…,” kata-kata itu keluar dari mulut Narto yang aku tahu ditujukan kepada diriku.
“Melyana, eluhhh… siap-siap ye untukhhh… gue kasih servis yang memuaskhanhhh… Akan gue buktiin kalo cuman guehhh… yang bisahh… muasinhhh… cewe frigiddhhh…kaya elu…,” katanya sambil terengah-engah.
Selepas mengucapkan kalimat itu, Narto memegang pantat Melyana dan tangan kanannya masih terus memilin-milin klitoris Melyana yang sudah menegak itu. Kemudian Narto mengocok penisnya dengan sangat cepat. Benar-benar cepat dan bertenaga.
Melyana memejamkan matanya setengah. Bola matanya sedikit berputar ke atas. Tangannya masih ditopangkan di atas pahaku. Ia bernafas bukan melalui hidungnya lagi melainkan melalui mulutnya yang terbuka lebar. Suara deru nafasnya begitu jelas terdengar oleh aku dan Anthony.
Tiba-tiba Melyana berseru, “Tidaaakkhh!!! (…ahhh…) Aku tidak mau (…ahhh…) Ini tidak benar… (…nahhh…)… Jangannhhh!!!!”
Setelah itu suaranya berubah menjadi teriakan panjang dengan nada tinggi yang aneh, “AAAAAAAAAAAAAAAAAAAKHHHH!”
Teriakannya terdengar naik turun dengan cepat sesuai dengan gelombang orgasme besar yang datang. Gelombang demi gelombang besar itu menghantam tubuhnya yang bergetar dengan keras dan cepat. Melyana lebih seperti orang yang sedang kesurupan saat ini.
Dan oleh kontraksi-kontraksi yang kuat dari otot-otot vagina Melyana, Narto pun sukses mencapai klimaksnya yang meledak-ledak itu.
Bak lahar panas yang keluar dari gunung meletus, cairan spermanya membanjiri permukaan vagina Melyana yang terus menerus berkontraksi dengan cepat.
Narto harus memegangi tubuh Melyana agar tidak terjatuh walau sudah berpegangan pada kedua pahaku karena lututnya sudah sangat lemas.
Akhirnya mereka berdua terkulai lemas di lantai. Melyana tergeletak di dekat kakiku sedangkan Narto duduk dengan lemasnya tak jauh dari Melyana.
Suara desah nafas Melyana masih terdengar dengan jelas. Sesekali tubuhnya masih bergetar-getar pada saat ia mengingat kepuasan sex yang baru saja dirasakannya.
Anthony datang menghampiriku dan berkata, “Sorry ya, Kus. Gue ga bermaksud berbuat yang tadi.”
Sambil membuka ikatan-ikatan pada diriku, ia mengatakannya dengan nada yang tulus dan jujur. Aku hanya mengangguk pelan.