Judul itu terpampang jelas pada satu halaman di Majalah Prestige Indonesia. Bram tersenyum. Ada foto-foto seorang wanita di situ, memperagakan busana-busana malam seksi dan mewah. Patricia Kaunang Wijaya, A Sexy Devoted Wife. Benarkah? Ingatan Bram melayang ke kejadian 4 tahun yang lalu …
————-
Pamannya sudah 1 bulan ini sakit-sakitan. Bram merasa bersalah. Dia sudah 2 tahun menumpang di rumah pamannya ini, untuk kuliah di sebuah kursus pendidikan komputer. Istri Paman, Bibi Ena, menanggung seluruh beban keluarga, dengan Bram dan 3 orang anak mereka yang masih kecil. Sebelum sakit-sakitan, Paman bekerja sebagai supir di keluarga Wijaya. Cukup lama, sekitar 5 tahunan.
“Paman, boleh ga aku tanya sesuatu?” Bram berkata suatu hari kepada pamannya yang tergolek lesu di ranjang sempit.
“Apa Bram?”
“Boleh ga, aku gantiin paman jadi sopir di rumah Wijaya?” tanya Bram.
“Bram, …. . Aku tidak bisa mengijinkan hal itu,” kata Paman dengan berat hati. Pamannya mengingat perjanjiannya dengan ayah Bram, ketika mereka masih kuliah. DIa berjanji bahwa ketika ada sesuatu terjadi pada ayah Bram, dia akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap hidup Bram, dan tidak akan mungkin memaksa Bram untuk bekerja, membantu rumah tangganya.
“Paman, aku harus bekerja! Aku tidak tega melihat Bi Ena menanggung semuanya sendiri.”
Sekilas mereka berdua melihat ke arah Bi Ena yang sedang sibuk menyuapi anak terkecil mereka.
“OK, Bram, aku akan menelepon pak Wijaya untuk mengabarkan penggantiku.”
————-
Rumah keluarga Wijaya di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, sungguh mewah dan sangat luas. Bram duduk tepekur, sementara Pak Philip duduk di depannya sambil menerima telepon dari seorang rekan bisnisnya. Sebelum itu, Pak Philip berkata bahwa dia sudah tahu mengenai akan datangnya pengganti Pak Akhsan (paman Bram).
“OK, Bram, kamu mulai bekerja besok pagi. Tugasmu adalah mengantar ketiga anakku dan istriku kemanapun mereka pergi. Kamu boleh menginap di sini, atau kamu boleh pulang pergi. Tapi, kamu harus siap kapanpun anak-anakku atau istriku memanggilmu.”
“Baik, pak. Paman saya menyarankan saya untuk menginap di sini saja pak,” jawab Bram.
“Minah akan mengantarmu ke kamar sopir. Minah!” panggil pak Philip kepada satu-satunya pembantu di rumah besar itu. Seorang wanita muda dengan dandanan sederhana kemudian muncul sembari tersenyum manis kepada Bram. “Mari mas Bram, saya bantuin angkat barangnya,” kata Minah tulus.
————-
Hari-hari berlangsung cepat minggu itu. Bram kemudian berkenalan dengan ketiga anak keluarga Wijaya, yang secara mengejutkan mempunyai kepribadian yang sangat menyenangkan. Yang tertua, Sisca, benar-benar pribadi yang mengagumkan. Cantik, pintar, rendah hati, dan humoris. Steven, nomer dua, benar-benar konyol dan seorang penggila sepakbola. Tifanny, si bungsu, benar-benar anak yang manis, penurut, dan lebih suka bermain di dalam dunianya sendiri. Bram belum pernah bertemu dengan istri pak Philip, karena Ibu Patty, panggilan istri pak Philip, sedang berada di Singapura untuk urusan bisnis.
Bram menjalankan aktivitasnya setiap hari, mengantar ketiga anak itu kemanapun mereka mau pergi. Sisca, seorang siswi SMA Internasional terkenal di Jakarta Selatan, paling sering pergi membawa mobil, tentu saja dengan Bram sebagai sopirnya. Bram pun mulai menikmati aktivitasnya sebagai supir. Untuk sementara, kursus komputernya dia tinggalkan, demi menopang hidup keluarga Paman.
————-
“Mas Bram, tolong antering Sisca ke sini dong, ada pesta Prom Night soalnya,” rayu Sisca suatu sore ketika Bram sedang duduk santai di teras belakang, ngobrol dengan Minah.
Sore itu matahari sungguh indah, memancar menjelang tenggelam. Sinarnya berwarna keemasan menyinari sosok Sisca yang sempurna. Kuning langsat, dengan tubuh yang menawan. Dia mengenakan tanktop warna biru muda dengan tali kecil, dengan celana putih super pendek, seperti kebiasaannya. Tali BHnya terlihat di bahunya. Warnanya biru.
“OK deh non, mau jam berapa berangkatnya?” tanya Bram
“Jam 7 kita berangkat ya mas. aku dah pamit ama papa kok.”
Dia kemudian duduk jongkok sambil bermain air di kolam ikan di dekat tempat duduk Bram dan Minah. Bram terpana. Itu bukan pemandangan yang dilihat Bram setiap hari, bahkan seumur hidup Bram. Oh Tuhan, pikir Bram dengan jantung yang berdegup kencang. Tanpa disadari Sisca, posisinya membuat belahan dadanya terlihat. dan itu bukan belahan dada yang biasa. Belahan itu dalam, membentuk jalur yang panjang dari pangkal dada ke arah baju tanktop. Begitu indah, dengan kulit kuning langsat tanpa cela. Belahan dada itu berguncang-guncang mengikuti gerakan lengan Sisca yang bermain air kolam. Bahkan sekilas Bram melihat BH Sisca.
Pemandangan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba Minah beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Sisca masuk ke dalam rumah. Tidak baik anak cewek di luar pas Maghrib, katanya.
————-
“mas Bram, Pak Akhsan gimana kabarnya sekarang?” tanya Sisca membuka percakapan. Malam itu Bram mengantar Sisca ke Prom Night di sebuah hotel berbintang di Jakarta Pusat.
Sisca mengenakan baju malam yang sangat mewah, dengan model kemben terusan. Model itu cukup pendek, sehingga setiap orang pasti bisa melihat keindahan kaki jenjang Sisca. Bram berusaha tidak melihat fakta itu, mengingat Sisca adalah anak majikannya.
Lobby Hotel itu penuh sesak dengan gemerlap anak-anak ABG yang merayakan Prom Night. Mobil yang disupiri Bram berhenti tepat di depan lobby. Bram bergegas keluar, dan membukakan pintu untuk Sisca, sebuah kebiasaan baru yang dipelajarinya dari pak Akhsan, pamannya. Bram sungguh menyukai kebiasaan baru itu, karena ketika dia membukakan pintu Sisca, dia melihat kembali pemandangan indah yang dilihatnya sore itu. Ketika Sisca keluar dari mobil, kaki kirinya melangkah pelan keluar dari mobil. kakinya yang jenjang terlihat jelas ditimpali lampu lobby hotel yang terang benderang. Pahanya sekilas terlihat, benar-benar tanpa cacat cela. Belum lagi pemandangan selanjutnya, benar-benar memukau. Ketika Sisca sedikit membungkuk untuk keluar dari mobil, dadanya yang hanya ditutupi baju malam model kemben membentuk lekukan dalam berbentuk V terbalik. Renda BHnya mengintip dari belahan dada itu. sepertinya BH tersebut tidak kuasa menahan volume bukit indah Sisca.
Bram masturbasi malam itu, pertama kali dalam sejarah hidupnya…
————-
“Mami, kenalin, ini mas Bram, sopir kita yang baru,” kata Tiffany menyeret ibunya. Oh, jadi ini istri pak Philip, Ibu Patty.
“Saya Bram bu, pengganti pak Akhsan,” kata Bram sambil menyalami Bu Patty.
Bu Patty adalah seorang wanita yang mencerminkan anggapan Bram selama ini mengenai wanita kaya. Glamor, dengan pakaian yang mewah, perhiasan yang kentara, dengan dandanan yang luar biasa. Umurnya sepertinya akhir 40an. Yang membuat heran Bram, dengan umurnya, Bu Patty sungguh luarbiasa menawan. Jantung Bram berdegup jencang ketika tangan dia menyentuh tangan bu Patty. Kulitnya sungguh halus, dengan tubuhnya yang begitu harum, membuat Bram terpaku. Seumur hidupnya, belum pernah dia melihat sosok wanita yang glamor, begitu harum. Dia mengenakan baju kerja blazer, dengan dalaman sutra berenda yang kelihatan begitu halus. Roknya pendek sebatas lutut, menampilkan kaki jenjang dengan sepatu hak tinggi.
Tampaknya dia baru saja pulang dari Singapura. Bu Patty segera meninggalkan Bram dan Tiffany, menemui teman-temannya di ruang tamu. Bram mengintip dari dapur, mengamati percakapan di ruang tamu. Teman-teman bu Patty tidak jauh beda dari bu Patty. Elegant, glamor, setengah baya, namun super seksi.
Bram tidak tahu mengapa. Sejak saat itu dia terobsesi dengan wanita setengah baya.
Bram masturbasi malam itu, sungguh nikmat … membayangkan bu Patty … membayangkan wanita mengeluarkan penis Bram dari celana, mengelusnya dengan tangannya yang lembut, …
————-
Sejak bu Patty datang, kegiatan Bram didominasi dengan acara mengantarkan bu Patty kemanapun dia pergi. Setiap hari ada saja acara bu Patty, dari mulai bertemu dengan kolega sampai makan malam di restoran atau hotel mewah. Dan sungguh, mengantarkan bu Patty benar-benar membuat Bram kecanduan. Bu Patty mempunyai kebiasaan mengenakan gaun-gaun mewah yang seksi, yang dipastikan selalu menampilkan lekuk tubuhnya yang indah, dengan pinggang yang indah, kaki jenjang, dan dada yang membusung indah. Dada bu Patty besar, dan Bram tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mengamatinya, baik ketika di mobil ataupun di rumah.
Suatu kali ketika Bram mengantar bu Patty ke sebuah pesta, bu Patty mengenakan busana malam dengan dengan belahan yang sangat rendah, memperlihatkan hampir seluruh bulatan dadanya. Bram bersumpah, dia melihat puting susu bu Patty pada saat dia keluar dari mobil. Warnanya merah kecoklatan, dengan lingkaran sekitar puting yang berwarna sama. Bram merasakan penisnya memberontak. Penis itu tidak menyusut sampai malamnya mereka kembali ke rumah Wijaya.
Bram memikirkan sebuah rencana ….
————-
Rumah Wijaya kembali sepi hari itu. Hari yang dingin, dan hujan yang sangat deras. Pak Philip dan ketiga anaknya pergi ke Hongkong untuk berwisata, meninggalkan Bram, Minah, dan bu Patty.
Bram duduk di kamarnya seorang diri, menonton TV. Minah sudah terlelap tidur kelelahan setelah seharian membantu packing anak-anak Wijaya. Sejak melihat pemandangan terakhir itu, Bram menjadi terus-menerus terangsang setiap hari.
Petir menggelegar. Bram keluar dari kamarnya dan menuju ruang cucian. Dia perlu pelampiasan setelah terangsang terus-menerus. Ada sebuah dorongan yang mendorong dia pergi ke tempat cucian. Dorongan kuat yang membuat dirinya sendiri heran. Dia mulai mencari-cari sesuatu dalam tumpukan pakaian. Tidak lama, diapun menemukannya. Tumpukan BH dan celana dalam, yang dia tahu pasti bukan milik Minah ataupun Tiffany. Bram mengambil salah satu BH. BH itu berwarna merah dengan bahan sutra, dengan renda-renda di bagian cupnya. Tali bahu dan penahan belakangnya kecil, seukuran 1 cm. Bram mencium BH itu. Bau harum Sisca langsung merebak. Tangan kiri Bram meraba penisnya yang sangat tegang, sedangkan tangan kanannya memegang BH itu di depan hidungnya. Bram benar-benar terangsang. Dia kemudian membuka celana pendeknya, mengeluarkan penisnya dan mulai meremas-meremasnya. Ooh, begitu nikmatnya. Kemudian dia mencari-cari lagi. Sebuah celana dalam seksi, dengan potongan pinggang yang tinggi menjadi pilihannya. Pasti itu milik Bu Patty. Celana itu merah, tipis dengan bahan sutra yang sangat halus, berwarna biru tua. rendanya benar-benar membuat Bram terangsang. Renda itu berada di bagian depan, dan di bagian elastisnya. Renda di bagian depan mempunyai bagian yang tembus pandang yang apabila dipakai, hampir pasti menampilkan bulu-bulu lembut vagina wanita.
Bram mulai mengeluskan celana dalam itu ke penisnya yang sangat tegang. Sensasi halus bahan celana dalam itu membuatnya tidak bertahan lama. Sebentar saja, cairan putih lengket menempel di celana dalam itu.
Dari pengalaman itu, Bram mengetahui bahwa bu Patty menggunakan BH ukuran 36D, dan Sisca 34B.
Keesokan harinya Minah mencuci pakaian-pakaian di ruang cuci. Bram beruntung. Minah tidak menemukan celana dalam yang ditempeli sperma Bram.
Patty’s Side :
Patty bukannya tidak buta. Sopir baru itu, Bram, masih muda. Tinggi, atletis, sepertinya Bram bukan anak kampung kebanyakan. Dari matanya terlihat dia orang yang cerdas.
Patty sungguh terkesan dengan segala tingkah lakunya. Pak Akhsan memang benar-benar mendidiknya untuk menjadi sopir yang baik. Bagi Patty, mempunyai sopir yang gentleman menjadi sebuah kebanggaan yang dapat ia tunjukkan ke teman-temannya.
Tiba-tiba Patty jadi sering memperhatikan Bram. Ada suatu perasaan yang dia sudah lama tidak rasakan. Patty merasakan tubuhnya menggigil. Sendirian. di ranjang super King di kamar utamanya. Hujan deras, dengan petir menggelegar.
————-
Patty keluar dari kamar. Sore itu sungguh dingin, karena hujan yang begitu deras. Dia perlu menghangatkan dirinya dengan secangkir coklat. Panas dan manis. I really need that, pikirnya.
Patty tidak terlalu peduli dengan baju yang dikenakannya. Toh, lagipula tidak ada orang di rumah sebesar itu. Minah dan Bram ada di belakang, dan tidak mungkin mereka berani masuk rumah utama, pada saat Patty hanya sendirian di rumah. Sebuah tank top warna pink, cukup ketat, dengan bawahan hotpants. Kostum wajibnya di rumah, yang dulu selalu disukai Philip. Ya, dulu. Kini tidak lagi. Philip terlalu sibuk dengan acara akuisisi, merger, ekspansi di sektor properti, valuta asing. Patty merasa diri sangat seksi.
Patty beranjak ke dapur. Dia menjerang air di sebuah teko kecil, sambil mengambil coklat di kitchen set, dekat dengan ruang cucian. Dan dia terkejut melihat pemandangan di tempat cucian. Dari sisi dapur, ruang cucian terlihat jelas, tapi orang yang di ruang cucian pasti tidak bisa melihat siapa yang ada di dapur. Dan Patty melihat sesosok tubuh laki-laki. Apa yang sedang dia lakukan di ruang cucian pada saat hujan deras? Yang pasti bukan untuk mencuci pakaian. Ya, itu pasti Bram.
Patty mengintip, dan merasakan kakinya melemah, ketika melihat apa yang sedang dilakukan Bram. Ooh, rasa itu muncul lagi. Patty merasakan putingnya mulai mengeras.
Bram sedang memegang celana dalamnya. Tidak hanya itu saja, celana dalam Patty diusap-usapkan, sepertinya ke penis Bram. Patty tidak bisa melihat dengan jelas, karena dia hanya bisa melihat tubuh Bram dari belakang. Dan tubuh itu sungguh tubuh ideal. Patty melihat bahwa Bram mempunyai pantat, yang sungguh berotot. Celana Bram turun sampai ke lutut kaki. Tidak tahan melihat pemandangan itu, Patty secara tidak sadar mulai meremas-remas dadanya. Pertama kali dalam hidupnya, dia merasa sangat terangsang tanpa ada seseorangpun di dekatnya. Tanpa sadar, tangan kanannya menyusuri bagian dalam pahanya, kemudian masuk pelan-pelan ke dalam lubang kaki celana hotpantsnya. Tangan yang tiba-tiba lihai itu mencari sesuatu yang basah, dan mulai masuk ke dalamnya. Oooh, feels great, really great, pikir Patty ketika tangannya mulai beraksi, merangsang tonjolan kecil di dalam vaginanya. Patty semakin cepat merangsang dirinya, sementara di tempat cucian, Bram juga sepertinya semakin mendekati puncak kenikmatan. Jantung berdegup semakin cepat, mata Patty nanar, dan meledaklah orgasmenya. satu kali setelah sekian lama. Sepertinya Bram pun hendak mencapai ejakulasinya, tatkala dari jauh, terlihat tubuhnya bergetar hebat.
Patty berusaha mengendalikan tubuhnya setelah orgasme yang hebat. Dia terduduk di depan kitchen set, dan mendengar Bram beranjak pergi dari tempat cucian. Ketika Bram sudah tidak terlihat, Patty cepat-cepat berlari menuju tempat cucian. Dia mengambil celana dalamnya yang tadi digunakan Bram untuk masturbasi. Celana itu penuh dengan cairan putih bening berbau pandan.
Tiba-tiba Patty teringat dengan teko airnya…
————-
Suami dan anak-anaknya masih dua hari lagi di Hong Kong. Pasti mereka bersenang-senang di sana. Patty sungguh jengkel, dan pagi ini dia merasakan rasa terangsang yang amat sangat, mengingat pengalamannya sore hari kemarin. Aku benar-benar butuh Philip, pikirnya. Celana dalam yang penuh sperma itu masih di tangannya. I really need a good cold shower, pikirnya.
————-
Bram’s Side :
Bram mengamati bu Patty. Lebih sering dari biasanya. Seakan-akan dunia hanya ada bu Patty. Bram merasa bahwa Bu Patty semakin memperhatikan dirinya. Bertanya, berbasa-basi, dan bahkan mengobrol dengan dia dan Minah di di belakang rumah. Tidak hanya itu, Bram merasakan bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. Bram pernah berpikir bahwa Bu Patty mungkin menggoda dia. Ketika berjalan di depan Bram misalnya, sepertinya bu Patty melenggok-lenggokkan jalannya secara tidak wajar. Bram juga semakin sering diberi pemandangan, pemandangan indah tepatnya, bagian-bagian tubuh bu Patty. Awalnya seperti tidak disengaja oleh bu Patty. Sesuatu jatuh, dan bu Patty mengambilnya, tepat di depan Bram. Cara mengambilnya pun sepertinya lebih lama dari biasanya, memastikan bahwa Bram dapat melihat dengan jelas keindahan payudara besar yang berbalut BH berenda yang sepertinya kekecilan untuk volume sebesar itu. Suatu saat bahkan bu Patty sengaja duduk di kursi, ketika ngobrol bersama Bram dan Minah, menumpangkan kaki. Tentu saja rok mini itu tidak kuasa menutupi keindahan kaki bu Patty. Indah, tanpa cacat, putih, dan berkilat.
Hingga pada suatu saat ….
Pagi itu Bram selesai mengantar pak Philip ke bandara. Jam masih menunjukkan pukul 9.00. Anak-anak sudah berangkat ke sekolah. Minah sibuk mencuci cucian kotor di ruang cucian. kedengaran suara mesin cuci yang bising. Minah pasti tidak mendengar Bram masuk garasi. Bram bertekad. Hari ini atau tidak sama sekali. Akal sehatnya sudah hilang. Dia bersedia mengambil resiko untuk sesuatu yang mungkin akan dia sesali seumur hidup. Tapi dia harus mengambil resiko itu. Sekali seumur hidup. Dia merogoh sakunya. Dia siap.
Dia bergegas naik tangga ke lantai dua. Bram tahu pasti, bu Patty belum berangkat kerja. Dengan dada yang berdegup kencang, pelan-pelan Bram mendekati pintu kamar utama, tempat pak Philip dan bu Patty. Pintu itu terbuka sedikit. Bram jongkok dan mengintip. Dilihatnya bu Patty sedang melihat pemandangan kebun belakang dari balkon. Inilah saatnya.
Bram berlari sekencangnya dan kemudian dengan sigap, dia sudah sampai di belakang bu Patty, menutup mulutnya, sambil menodongkan sebuah pisau kecil ke pinggang bu Patty.
“Bu, aku tidak segan-segan melukai ibu jika ibu menolak permintaanku,” kata Bram tegang. Seumur hidupnya, belum pernah dia melakukan kejahatan, sekecil apapun. Tubuh itu meronta dalam dekapan Bram. Bram menekan kembali pisaunya ke pinggang Bu Patty.
“Bu, ingat, sekali ibu berteriak minta tolong, pisau ini akan menembus tubuh ibu. Ibu paham itu?”
Bram merasakan tubuh itu melemah dalam dekapannya. dan kemudian gemetar.
“Aku mau ibu sekarang bersandar ke jendela balkon dengan kedua tangan ibu. Ingat ibu, tanpa suara,” bisik Bram.
bu Patty melakukan perintah Bram. perlahan dia membungkuk, dan menyandar ke jendela dengan kedua tangannya.
“Buka kedua kaki ibu, ke kiri dan ke kanan. Sekarang!”
Bu Patty pun menurut. Bram merasakan tubuhnya makin tegang. Dadanya berdegup super kencang, sampai-sampai dia merasakan bahwa tenggorokannya kering melihat pemandangan di depannya. Rok mini dengan atasan blazer, pakaian yang sering sekali dikenakan bu Patty. Tapi sekarang Bram melihatnya lain. Kakinya yang jenjang terbuka, sementara pantat bu Patty membentuk lekukan indah, membekas, dan sangat jelas terlihat dari rok mini yang dikenakannya.
“Bu, pelan-pelan, turunkan celana dalam ibu, dengan satu tangan ibu.”
Bu Patty menggeleng pelan.”Tidak,” bisiknya lirih.
Bram segera menampar pantat bu Patty. “ugh,” jerit Bu Patty lirih. air mata menetes di pipinya. Bram tahu dia berkuasa atas tubuh indah ini.
“Jawaban yang salah, bu,” tukas Bram dan kembali menekankan pisaunya, kali ini di paha belakang bu Patty.
Dengan tangan kirinya, perlahan bu Patty meraih elastis celananya, dan pelan-pelan menurunkannya. Agak sulit, karena dia hanya menggunakan satu tangan. Celana itu berwarna merah, dengan renda biru tua. Bram ingat sekali. Celana itulah yang digunakannya sewaktu masturbasi di ruang cucian. Celana itu jatuh ke lantai.
Bram merasakan dirinya sangat terangsang. Dengan tetap mengawasi bu Patty, dia membuka ikat pinggang celananya, dan kemudian celana dalamnya. Penisnya merasakan udara bebas. Tegak mengacung dengan kepalanya yang berkilat. Urat-uratnya tampak jelas. Ketika suara ikat pinggangnya jatuh, spontan bu Patty menengok ke belakang.
“ooooh, tidaaak, tidaaak, itu terlalu besar,” sambil berulangkali menggelengkan kepalanya. Air mata terus menetes di pipinya.
“Bu Patty, siapa yang menyuruh ibu menengok ke belakang?” Tangan Bram melayang lagi ke pantatnya.
Perlahan, Bram menaikkan rok itu, menikmati setiap momen ketika tangannya bersentuhan dengan kulit lembut pantat bu Patty. Tangannya yang kasar serasa sengatan listrik di tubuh bu Patty. Bu Patty gemetar hebat.
Bram menyentuh bagian dalam paha bu Patty. Rasanya benar-benar aneh. Bram merasa ada sesuatu yang licin mengalir. Bram mengikuti aliran cairan itu, naik ke arah vagina bu Patty. Mulut Vagina itu terpampang jelas di depan Bram. Tercukur halus, dengan bukit yang tidak terlalu menonjol. Benar-benar sebuah figur yang sempurna.
Bram tidak tahan. Dia harus masuk sekarang. Bram mengarahkan ujung penisnya ke lipatan vagina bu Patty. ketika kepala penis itu beradu dengan mulut vagina, keduanya bergetar. Sangat hebat. Perlahan, penis itu mulai masuk, menerobos ke dalam. Bu Patty menggoyangkan pantatnya. Bram yakin itu. Sepertinya dia berusaha agar penis Bram masuk lebih mudah. Dan perjuangan itu memang menjadi lebih mudah. Bram menemukan bahwa penisnya dapat dengan mudah masuk. Vagina itu sudah basah, siap menerima pendatang asing yang kekar. Bram heran.
Begitu semuanya masuk dalam vagina bu Patty, Bram berhenti. Dia ingin menghayati momen-momen ini. Mungkin yang terakhir dalam hidupnya, apabila setelah ini dia dipenjara atas tuduhan perkosaan. Dia serasa mendengar gelegar petir ketika kemudian mendengar suara.
“Bram, ayoo,” bisik bu Patty. Bu Patty? dia menginginkan Bram? Jadi …?
Bram tidak mau berpikir panjang. Pantatnya mulai bergoyang, pelan sekali, takut bahwa bu patty kesakitan dan berubah pikiran.
“Bramm, ….”
Dan kemudian terjadilah. Dua tubuh sempurna bergerak seirama. Bram memegang pinggang bu Patty, dan kedua tangan bu Patty mencengkeram erat kusen jendela balkon. Bram menggerakkan pinggangnya, memasukkan dan kemudian dengan pelan mengeluarkan kembali penisnya dari dalam vagina yang basah itu. Bu Patty mengeluh pelan. Peluh mulai menetes dari keningnya.
Dua tubuh itu bergerak semakin cepat. Tiba-tiba, tubuh bu Patty bergetar. Bram merasakan denyutan vagina mencengkeram penisnya. BU Patty menjerit kecil.
“Ooh, uhm, uhm.”
Bram tahu dia terpuaskan. Bram pun merasakan bahwa dirinya semakin dekat. Tanpa aba-aba, Bram pun mencapai puncak. Di dalam vagina bu Patty. Bu Patty duduk tersimpuh. Kakinya lemah akibat orgasme yang tadi begitu hebat. Tampak cairan cinta mereka berdua menetes di lantai.
Mereka duduk terdiam.
“Thanks Bram. Ini yang pertama dan terakhir ….”
————-
Bram tersenyum mengingat memori itu.
“Mas, sudah selesai mas baca majalahnya?”