Setahun sejak peristiwa 14 November 1994, aku dan Yati masih berhubungan dan banyak menghabiskan waktu dengan pacaran dan menikmati indahnya cinta kami. Banyak sudah pengalaman seks kami mulai dalam kendaraan umum, di rumah temennya, tempat wisata, di hotel dan yang paling sering di rumahnya.
Pernah dalam kendaraan umum luar kota, kuremas payudara montok Yati dengan liar, tentunya tidak ada orang yang tahu dan tanganku sampai menyusup ke dalam celana dalamnya, dan yang paling hot adalah dia pernah “karaoke” dengan kontolku dalam bis itu hingga spermaku ditelan habis olehnya. Bahkan di kawasan wisata Tangkuban Perahu aku pernah berhubungan seks dengannya di rumah-rumah singgah bila kita lelah berjalan, hanya dengan membuka sedikit resluiting celana panjangnya dan masih berpakaian lengkap, kususupkan kontolku dalam memeknya, di tengah sejuknya udara Tangkuban Perahu. Sebuah pengalaman eksotis saat kami berhubungan seks dalam suasana yang tergesa-gesa di tempat terbuka.
Siang itu aku sangat menghargai dirinya, meski sebenarnya aku sudah ingin melampiaskan hasrat seks yang sudah lama terpendam, namun kesedihannya membuatku urung untuk melakukannya. Kami hanya berciuman lama, dan saling memeluk dengan erat, kurasakan tubuhnya agak sedikit kurus dan pantatnya pun tidak begitu semontok dulu, tapi dengan rasa sayang aku tetap menguatkan dirinya dan kamipun memutuskan hubungan kami dengan baik-baik dan tetap menyimpan rasa cinta di hati kami masing-masing.
Pada tahun 1997 dia menikah dengan orang lain dan saat ini di tahun 2003 aku baru mendengar bahwa dia sudah mempunyai seorang anak dan akupun sudah menikah. Lewat telepon di kantor aku mengobrol banyak dengannya, mengenang masa lalu, kulihat ada kebahagiaan dalam dirinya, meskipun masih ada rasa rindu dalam hatinya, namun aku ikut berbahagia.
Suatu hari dia meneleponku di kantor dan menangis dalam telepon dia menceritakan ada masalah pribadi yang tak bisa ditanggungnya sendiri, aku hanya diam mendengarkan sambil sedikit memberikan advise buatnya, dua jam lebih kami ngobrol di telepon, hingga dia sedikit terhibur dan sudah bisa tertawa mendengar gurauanku.
“Mas, kita ketemu yuk, aku rindu sekali sama kamu”, katanya pada akhir pembicaraan di telepon itu.
“Boleh, tapi tidak bisa sekarang aku lagi sibuk di kantor, nanti aku hubungi HP-mu ya, kita ketemu di Bandung-nya dimana?, saat ini aku tidak di kota Bandung, tapi sudah bekerja di Jakarta”.
“Terserah kamu deh Mas”, aku tersenyum sambil mengenang masa pacaran kami dulu.
Saat itu kebetulan aku ada rapat di Bandung, jadwal tiga hari selesai cuma satu setengah hari, aku memutuskan berpisah dengan rombongan dan menginap di sebuah hotel di Jalan Setiabudi kota Bandung. Kutelepon HP Yati dan kami janjian ketemu di Gramedia Jln. Merdeka, kutunggu di lantai 2 sambil melihat-lihat buku.
Lima belas menit berlalu, kulihat jam masih pukul 9.15 pagi, kami janjian pukul 9 pagi. Tiba-tiba dari eskalator kulihat seorang perempuan yang tak asing buatku, namun wajahnya sudah sangat berubah, rambutnya yang dulu panjang terurai, kini lebih pendek hanya sebatas bahu, mengenakan paduan rok dan baju senada warna kuning sungguh sangat cantik sekali bekas pacarku ini.
Kulitnya yang putih mulus masih terpelihara, badannya agak sedikit berisi dibanding dulu, dadanya kulihat lebih membusung, pantatnya masih montok seperti dulu, satu hal yang pasti betis indahnya masih putih dan sangat merangsang.
“Apa kabar Mas?, katanya perlahan sambil tersenyum dan menjabat lembut tanganku
“Kabar baik, kamu kelihatan lebih cantik sekarang”, kataku sambil tersenyum dan menjabat erat tangannya, hmm masih mulus seperti dulu, batinku.
Wangi tubuhnya tak berubah, sungguh aku seperti orang yang jatuh cinta lagi dan terbawa kembali ke masa lalu yang indah.
“Kita makan dulu yuk?”, ajakku kepadanya sambil memegang bahunya.
“OK, dimana?”
“Di sebelah aja, Hanamasa, ok?”
“Iya deh, jawabnya ringan.
Menuju ke tangga turun, kurangkul bahunya dan setelah jalan datar, kurangkul pinggangnya dan kulihat dia tersenyum malu menatapku, pinggangnya masih ramping seperti dulu.
“Kamu rajin fitness ya?”, tanyaku sambil jalan.
“Emangnya kenapa?”
“tidak, badan kamu masih langsing dan berisi seperti dulu waktu pacaran”, kataku sambil senyum.
“Ih, ingat lho kita sudah punya anak!” katanya sambil mencubit perutku, kupegang dan kuremas tangannya.
Sambil makan, kami banyak bicara dan ngobrol tentang kehidupan kami masing-masing dan sesekali kami mengobrol tentang masa lalu kami yang indah.
“Mas kamu kelihatan lebih dewasa dan matang sekarang, aku jadi kagum dengan perubahan kamu”
“Ah masa, kayaknya biasa aja, mungkin karena tuntutan pekerjaan harus seperti ini kali, yang pasti kayaknya aku lebih matang lagi di ranjang, he.. he.. he..”
“Ih, beraninya, kayaknya untuk urusan yang satu ini kamu tidak berubah deh”, katanya sambil tersenyum galak.
Sejujurnya, aku tidak ingin mengulangi masa lalu, namun kerinduan dan suasana romantis yang ada membuat kami jadi sama-sama lupa dengan status kami sekarang.
“Kita kemana nih?”, tanyaku sambil bersiap-siap keluar dari Hanamasa.
“Terserah kamu aja deh, tapi aku masih ingin ngobrol banyak sama kamu soal kemarin di telepon, cuman aku hanya bisa sampai jam empat sore aja”, katanya.
“OK, kita naik taksi aja ya? kita ke hotelku aja di Jalan Setiabudi”, ajakku.
Kulihat dia agak bingung, antara ya dan tidak, tapi ada rasa ingin dalam dirinya. Dalam keraguannya kupeluk pinggangnya dan kuajak masuk ke taksi yang sudah kustop di pinggir jalan.
Dalam taksi kami lebih banyak diam. Kuberanikan meremas tangannya dan tiba-tiba dia merapatkan duduknya mendekatiku dan menyenderkan kepalanya di dadaku. Sesudah kubayar taksi, kami masuk ke kamar hotel, lewat room service, kupesan dua jus alpukat kesukaan kami waktu masih pacaran dulu.
Sambil duduk dan menonton TV, kami mengobrol seputar kehidupan kami sekarang, dan diapun menceritakan masalah keluarga yang dihadapinya. Aku sangat memahami kesedihan dan kebingungannya, akhirnya di kamar hotel itu aku banyak memberikan nasehat untuknya dan diapun tiba-tiba duduk di sampingku dan memelukku sambil menangis.
Ting-tong, bel kamar berbunyi, kubuka pintu dan kubawa masuk jus alpukat pesananku. Kutarik tangan Yati, dan sambil berdiri kupeluk dirinya, diapun membalas pelukanku, kurasakan dadanya terasa hangat, perlahan kuangkat dagunya kukecup lembut bibirnya kemudian kening dan matanya yang terpejam kukecup juga, sesaat ujung hidungnya kukecup perlahan hingga bibirku kembali menyapu bibir lembutnya, ciuman bibir yang sudah lama tidak kami lakukan, seolah ingin kami lampiaskan dengan penuh gelora siang itu, bibirnya kulumat habis dan lidah kamipun beradu dengan dahsyatnya, sedotan dan pagutan bibir kami mengingatkan saat kami berpacaran dulu.
“Mas, kamu masih ingat kejadian tanggal 14 November dulu?”, katanya dengan mata sendu dan bibir yang merekah.
“Saputangan biru bekas kesucianmu masih kusimpan sampai hari ini, aku masih menyimpan tanda cinta kita, sayang”.
“Aku merindukanmu siang malam mas, aku selalu teringat semua kenangan yang pernah kita jalani, tapi hanya untuk hari ini saja aku mohon padamu mas, sirami aku dengan cintamu mas, hilangkan sejenak haus cinta dan rinduku mas, hari ini aku milikmu mas”, Yati perlahan membuka baju yang kupakai, kancing kemejaku terlepas dan kupandangi Yati dengan penuh rasa cinta, diusapnya dadaku.
“Kamu kelihatan lebih seksi sekarang, mas”.
Perlahan pula kubuka baju kuning-nya, bahu itu masih sangat mulus dan tahi lalat kecil diatas payudaranya masih terlihat seperti dulu, tubuh putihnya perlahan kuusap, BH krem yang dikenakannya nampak begitu kecil untuk menahan payudara montok-nya, sembulan payudaranya yang begitu membangkitkan gairah.
“Kuakui kamu sekarang tampak lebih menarik dan lebih montok”.
Kukecup bahunya perlahan dan kususuri leher putihnya dan kucium belakang telinganya, Yati nampak begitu pasrah, sambil tangannya memeluk pinggangku. Tanpa tergesa-gesa, aku ingin memberikan foreplay yang menyenangkan baginya, sambil kucium bibirnya, tanganku meraba pantatnya dan kurasakan pantatnya yang lebih menantang dan pinggulnya kelihatan sekel dan berisi, rok yang dikenakannya perlahan kubuka, hingga Yati hanya tersisa memakai sepasang BH dan celana dalam seksi yang hanya menutupi gundukan vaginanya.
Perlahan kembali kujilati bahu dan belakang telinganya, menyusur ke bawah sambil perlahan kubuka pengait BH yang dipakainya, kelihatannya payudaranya yang lebih besar dibandingkan dulu tapi masih kelihatan kencang dan tegak, mungkin karena fitness dan senam yang dilakukannya.
Tanpa kuremas terlebih dahulu, kujilati sekeliling payudara montok-nya perlahan dengan sapuan lidahku, dari pinggir hingga memasuki ke area tengahnya, sebelum menjilati putingnya, kupindahkan sapuan lidahku ke payudara sebelahnya, kulihat Yati merem melek dan mendesis menikmati jilatanku.
Sambil kujilati putingnya yang sudah tegak, tanganku yang satunya meremas dan membelai payudaranya yang terasa kenyal, hangat dan mengencang, Yati kelihatan makin tak bertenaga, matanya meredup dan bola matanya nanar dan kelihatan berair.
Sambil kujilati pentil dan kuremas payudaranya, kuturunkan celana dalam Yati dan kemudian pinggulnya kupeluk dan kugendong Yati, pinggul montoknya kuangkat dan kupeluk pantatnya serta kubaringkan ke atas ranjang.
Tubuh Yati yang montok itu kuciumi lembut, mulai dari bahu turun ke payudara agak lama, kuhisap pentil yang sudah mengeras dan kuteruskan ke perut, pinggul dan kuputar serta kujilati pantatnya yang putih, mulus dan sangat sekel itu. Sedikit kusibakkan jembut hitamnya dan kubuka pelan bibir vaginanya, rupanya sudah sangat basah sekali, pelan kusibakkan jembutnya dengan bibirku dan lidahku mulai menjelajah bukit venusnya, kelentitnya kujilat pelan dengan ujung lidahku. Foreplay di titik ini kulakukan agak lama hingga pinggul dan pantat Yati bergerak-gerak hot sekali.
Aku tiduran di sampingnya, sementara bibirku mencium bibirnya, kulumat habis dan kusedot bibirnya dengan pelan tapi mantap, Yatipun membalas ciumanku dengan ganas. Tanganku meraba dan meremas kedua payudara montoknya dan selanjutnya kusedot pentilnya yang masih mengeras, sementara tanganku bergerilya ke arah vaginanya dan kuraba kelentitnya dengan ujung jari telunjukku.
Mulutku masih bergerilya dengan lidah menjelajah bukit kembarnya dan menyedot pentilnya, sementara ujung telunjukku memutar perlahan membentuk lingkaran kecil mengelilingi kelentitnya. Yati menggelepar dan mengangkangkan pahanya lebar-lebar hingga vaginanya terkuak lebar, kepalanya menengadah keatas, tangannya ada disamping kepala dan meremas sprei tempat tidur, tiba-tiba kurasakan pahanya bergetar hebat dan sambil terpejam mulutnya mendesis.
“Hhhss.. maas enak sekali, rasanya mau pipis Mas.. ohh, Mass, Mass.. Mass..”
Ada sekitar tiga menitan Yati menggelepar dengan hot dan berteriak merasakan kenikmatan pertamanya, hingga akhirnya terdiam dan mencium bibirku
“Mas, kurasakan dari awal, sentuhanmu begitu lembut dan jantan, setiap jengkal pori-poriku merasakan kenikmatan yang tiada tara, kamu sekarang lebih pandai dan jantan sayangku”, katanya sambil mengusap rambut dan dadaku.
“Sekarang giliranmu Mas, aku akan memberikan kenikmatan buatmu sayang”, kata Yati sambil bangun dari tidurnya.
“Oh, aku sudah merasakan orgasme, tapi kamu masih pakai celana, kamu jahat ya..”, Kata Yati sambil menarik ke bawah celana dalamku yang tak muat menutupi kontolku yang sudah berdiri kaku dari tadi.
“Mas, perasaan kontolmu sekarang lebih besar ya dulu aku masih ingat sepertinya etidak segede ini, katanya sambil membelai dan menarik kontolku yang sudah mengeras dan kaku”.
“Sekarang kamu duduk bersender di sini Mas”, kata Yati sambil memasang bantal untuk senderan punggungku, aku duduk dengan membuka pahaku lebar-lebar, sementara kontolku sudah berdiri tegak dan kokoh seperti tugu monas. Memang kuakui kontolku agak lebih besar dibandingkan dulu, sembilan tahun yang lalu, banyak yang kulakukan untuk menguatkan otot-otot kemaluanku dan kekerasannyapun kurasakan lebih keras dibandingkan dulu.
Tangan lembut Yati mulai menggenggam lembut kontolku, jari-jemarinya kemudian menari mengikuti urat-urat yang menonjol sepanjang batang kemaluanku, tiba-tiba pangkal kemaluanku ditekan dengan ibujarinya dan kurasakan darah mendesir di batang kontolku, serr.. serr.. serr rasanya nikmat sekali, baru kali ini kurasakan pijatan wanita yang sangat nikmat.
Dengan posisi didepanku, Yati mulai menjulurkan lidahnya mengikuti batang kontolku yang masih tegak menantang dan kemudian dihisapnya helm kepala kemaluanku yang merah mengkilat, perpaduan antara hisapan dan jilatan benar-benar merangsang dan memberian sensasi kenikmatan yang luar biasa.
Sementara tanganku tak tinggal diam, kuremas dan kuraba payudara montoknya, sesekali remasanku agak keras hingga tubuh Yati menggelinjang. Kenikmatan oral seks yang disuguhkan Yati benar-benar membuat darahku berdesir-desir, sedikit ngilu namun enak sekali, jilatan lidahnya masih menari-nari dengan lincah, dan yang paling sensasional adalah saat lidahnya menjilat antara pangkal kemaluanku dan anus, dimana ada gAris yang agak jelas, disitu titik yang sangat memberikan sensasi kenikmatan, dijilatinya sepanjang gAris penghubung itu dengan ujung lidahnya dan efeknya kemaluanku seperti melonjak-lonjak dan mengeras tegang sekali. Kuperkirakan sekitar lima belas menit aku merasakan kenikmatan seperti jika kita naik jetcoaster naik turun dan berdesir merasakan kenikmatan.
Yati kemudian terduduk dan pinggulnya kuangkat hingga posisinya duduk berhadapan denganku, dan kuposisikan kontolku yang sudah tegak berdiri keras sekali ke mulut vaginanya yang sudah membasah, dan akhirnya perlahan-lahan
Bless.., turun sedikit demi sedikit, seinchi demi seinchi batang kontolku ditelan memeknya yang legit, berlendir, hangat dan memcengkeram batang kontolku yang membesar, hingga akhirnya seluruh batangku tenggelam dalam remasan memek legitnya.
Yati mendiamkan sejenak batangku di memeknya, tiba-tiba kurasakan empot-empot dari memeknya mencengkeram batang kemaluanku, sungguh nikmat sekali, kurasakan darah mendesir di batang kemaluanku.
“Mas, kontolmu enak sekali, kurasakan ada yang mengalir di batangmu, seperti air mengalir”, Kata Yati sambil duduk di atas batangku.
Akhirnya Yati mulai menaikkan dan menurunkan pantatnya, hingga batangku seperti dilingkari gelang-gelang yang hangat dan mencengkeram batangku. Kadang perlahan, kadang cepat dan dilain waktu didiamkan diempot-empot memeknya. Ada kurang lebih duapuluh menit Yati naik dan bermain di atas kontolku, sementara tanganku meraba dan meremas payudaranya yang terasa makin keras dan kenyal sekali dengan putingnya yang mengeras.
Tiba-tiba, Yati bergerak naik turun sangat cepat sekali, batang kontolku seperti diremas-remas dan dibenamkannya hingga tenggelam habis seluruh batang kontolku dalam memeknya.
“Ohh.. ohh.. ohh, Mmmaass akuu keluaar lagi sayaang”, Yati memelukku erat sekali, kepalanya menyender di bahuku dan kurasakan batangku seperti diremas-remas dengan keras sekali dan kurasakan ada kehangatan di dalam memeknya.
“Mas, kamu sungguh hebat sekali, dua kali aku merasakan orgasme yang nikmat sekali, aku mencintaimu sayang, aku sayang kamu Mas”, kata Yati sambil terkulai memelukku erat sekali, sementara aku belum merasakan tanda-tanda akan orgasme, dan kontolku masih tegak berdiri keras di dalam memek legitnya.
“Kamu capek ya?”, tanyaku.
“Sekarang kamu dibawah ya, aku akan membawamu kembali ke puncak kenikmatan sayang”, kataku sambil mengangkat pantatnya dan menidurkan Yati diatas ranjang itu.
Kubuka paha Yati, dan kelihatan bibir vaginanya kelihatan sedikit terkuak dan membengkak kemerahan setelah kumasuki dengan batang kemaluanku. Perlahan pahanya kubuka dan Yati mengangkangkan pahanya keatas hingga terlihat lubang memeknya menggunung menantang seperti serabi imut. Kuarahkan batangku ke arah memeknya dan kelihatannya batangku membelah bibir memeknya yang kelihatan sempit menjepit batang kontolku.
Bless.., perlahan kumasukkan batang kontolku, dengan vAriasi irama kadang masuk setengah, keluar, masuk penuh, keluar dan seterusnya mengikuti irama yang konstan sekitar sepuluh menitan lamanya. Tiba-tiba Yati menurunkan kangkangan pahanya ternyata dia menjepit pinggulku dengan kedua kakinya, seakan meminta kontolku untuk dimasukkan sedalam-dalamnya. Kurasakan kontolku berdenyut-denyut seperti akan memuntahkan sperma, kudorong dengan geRakan yang agak cepat, ada sekitar sepuluh sampai duabelas keluar masuk, tiba-tiba CROOT.. CROOT.. CROOT..
“Ooohh.. Mass.. akku.. keluuaar.. laggii..”, Yati berteriak keras sekali sambil meremas sprei dan menutup matanya.
Aku mendaratkan tubuhku memeluk tubuh Yati yang terlentang dan kurasakan tetesan spermaku masih mengalir di dalam memeknya, sungguh kenikmatan rruarr biasa, bersamaan kita merasakan orgasme, aku baru yang pertama dan Yati sudah ketiga kalinya. Kulepaskan batangku dari dalam memeknya, kulihat banyak sekali cairan menempel di batangku, campuran antara spermaku dan cairan vaginanya.
Sambil berbaring, Yati menyenderkan kepala di dadaku, rambutnya kubelai perlahan, sambil kupeluk erat hangat tubuhnya, keringat di badan kami mulai membasahi sprei dan ranjang tempat tidur berantakan seperti kapal pecah.
Kuambil jus alpukat di meja, kuminum setengahnya dan setengahnya kuberikan buat Yati, bibirnya kelihatan berkumis jus alpukat, sambil kupeluk, “kumis” jus alpukatnya kulumat habis dan Yati tersenyum memandangku.
“Mas, aku benar-benar makin kagum padamu, perpaduan antara kelembutan dan kejantanan yang kau berikan sungguh tak terbayangkan, emang bener kamu sekarang lebih matang di ranjang”, katanya sambil melap batangku yang basah.
“Kamu juga hebat, memeknya masih legit dan jurus empot ayam yang kamu punya, sungguh istimewa sekali, belum lagi ilmu ‘karaoke’mu yang makin merdu saja he he he”, kataku sambil memencet hidung kecilnya.
“Kita mandi yok?”, kata Yati sambil memeluk perutku.
“OK, kita mandi bersama di bathtub seperti dulu”, ajakku sambil menggendong tubuh seksinya menuju kamar mandi hotel.
Siang menjelang sore itu, kami mandi bersama dalam bathtub. Kusabuni dan kumandikan tubuh mulusnya dan diapun menyabuni seluruh tubuhku dengan lembut. Aku sedikit terangsang, batangku kembali tegak berdiri dan dengan sabun tangannya mengocok batangku, hingga aku mengalami orgasme sekali lagi.
Selesai mandi, kami keringkan badan kami, hanya dengan balutan handuk kami masih melanjutkan obrolan kami hingga waktu sudah menunjukkan jam 15.30 sore. Setelah berpakaian, kuantarkan Yati dengan taksi sampai dekat rumahnya, sebelum turun dia mengecup bibirku dan berbisik perlahan, “Aku sayang kamu”. Diapun turun dan melambaikan tangan padaku, kubalas, dan taksipun kembali ke hotel. Sore itu juga aku berkemas dan menuju stasiun pulang ke Jakarta, hari yang indah telah kulalui..