Namaku Diki, 28 tahun. Aku adalah seorang staf perusahaan perbankan pemerintah di Bandung. Di kantorku, ada seorang sekretaris kepala divisi Treasury bernama Ivone, berusia 34 tahun telah menikah namun belum juga dikarunia anak. Katanya sih.. Ivone dan suaminya sama-sama tidak masalah, tapi ternyata selama 8 tahun pernikahannya masih juga kosong.
Karena pekerjaanku banyak berhubungan dengan divisi dia, maka otomatis aku sering bekerjasama dengan staf-staf di divisinya, termasuk dengan Ivone. Keakraban ini semakin lama semakin erat sampai antara dia dan aku sering menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi. Tetapi sejauh ini hanya sebatas itu saja, tidak pernah terpikir untuk melakukan affair, disamping posisi dia sebagai istri orang, secara fisik pun aku tidak terlalu tertarik.
Suatu hari, aku menuju ruangan divisi treasury. Kutengok meja kerja sekretris Kadiv, ternyata Ivone keliatan lesu.
“Sedih amat tampangnya hari ini?” pikirku.
“Hai, kenapa Non..? Kok lesu..?” tanyaku.
“Eh, nggak. Nggak pa-pa kok,” jawabnya sambil pura-pura menyibukkan diri.
“Oke, tapi jangan lesu gitu dong, masa sekretaris tampangnya nggak seger ah..!” kataku sedikit menggoda.
Dia tidak berkomentar, “Ok, aku mo ke Pak Handi dulu ya..” (Pak Handi adalah Kepala Bagian Treasury) kataku.
Setelah selesai menghadap Pak Handi, mendadak vibra HP-ku bergetar, dan kulihat ada 1 SMS masuk dan kubaca.
Dik, aku mo minta tolong but secret ya.. dari No HP-nya Ivone.
Segera aku menghampiri meja kerjanya dan kulihat dia masih membuka-buka kertas sambil pandangan matanya kemana.
“Kenapa..? Ada apa sih..?” tanyaku.
“Eh, udah selesai..? Aku mo ngomong tapi aku malu. Dan mending lewat SMS aja ya..!” pintanya.
“Lho.. kenapa musti lewat SMS..? mending sekarang aja..” jawabku.
“Nggak.., soalnya. Emhh.. gimana ya, eh mending nggak jadi aja deh..!” kata dia.
“Lho, gimana sih, kenapa sih Vonee..?” tanyaku penasaran.
“Udah nanti via SMS aja, dah aku mo kerja dulu,” kata dia singkat.
“Ya udah, aku tunggu..” aku menjawab sambil kembali ke ruangan kerjaku.
Sepuluh menit kemudian, ketika aku sedang membuat laporan, mendadak vibra HP-ku bergetar dan kulihat 1 SMS masuk dari Ivone.
Dik, mau tolong aku nggak..?
Segera kubalas melalui SMS, Tlng apa sie? Pnj duit? (tolong apa sih? Pinjam duit?)
Jg becnd, serius! Tp aku ML ngmngnya.. (Jangan bercanda, serius! Tapi aku malu ngomongnya..)
ok, serius & jg ml, da apa? (Ok, serius dan jangan malu, ada apa?)
aku pgn pny anak.. (Aku pingin punya anak..)
Sesaat aku bengong membaca balasan SMS-nya.
“Ivone ingin punya anak..? Lho wajarkan..! Maksudnya apa ya?” pikirku dalam hati.
aku gk ngerti, langsung kbalas lagi SMS-nya.
aku pgn pny anak, tlng bnt aku..
dgn cara apa?? Aku gak ngerti??
Lama kutunggu balasan SMS-nya.
Baru 10 menit kemudian vibrator HP-ku bergetar.
..ML W/U..
Apaa..! Tidak pernah terpikir olehku mendapat jawaban SMS seperti ini. Ivone, sekretaris Kadiv, tinggi 166 cm. Putih, bentuk tubuh proporsional, rambut sebahu, wajah manis, ingin agar aku memberikan benih sperma agar dia dapat memiliki anak. Bingung aku menjawab SMS-nya.
1 jam.. 2 jam.. sampai istirahat aku belum membalas SMS-nya. Aku berpikir, gimana ya? Easy come easy go aja deh. Yang penting kesempatan. Toh dia yang minta, jangan pakai rasa, pakai nafsu saja. Ha.. haa.. haa.. tidak pernah terpikirkan olehku.
Mendadak vibrator HP-ku bergetar dan kulihat SMS dari Ivone.
sorry, anggap aku gak prnh krm SMS spt td..
Woow.., rupanya dia ragu-ragu. Langsung kutelpon dia.
“Halo, Vone.. aku mau membantu kamu. Sore ini pulang kantor..” langsung aku berbicara tanpa basa-basi.
“Mh.. sorry aku nggak berpikir panjang tadi pagi.” terus dia diam.
“Pokoknya sore ini kita pulang bareng. Aku jemput kamu di Holland bakery merdeka jam 17.00 oke.” kataku.
“Hm.. iya sampe jam 17.00 nanti.” katanya.
Langsung aku berpikir, gila.. beneran ini peristiwa yang tidak kubayangkan. Harus rapih.. dan aman.. jangan sampai diketahui orang kantor..
Pukul 16.45, aku segera pulang dan menuju ke arah Jl. Merdeka. Kulihat Ivone telah menunggu di muka Holland bakery dan langsung dia menaiki corolla SE-ku.
“Udah lama..?” tanyaku.
“Nggak, paling baru lima menit,” jawab dia tegang.
“Hm.. kita ke atas aja ya..?” memberi alternatif.
“Terserah Diki deh..” Ivone masih menjawab dengan tegang.
Akhirnya aku yang banyak bicara agar dia tidak tetap tegang, walaupun sebenarnya aku juga tegang.
Kurang lebih 30 menit kemudian aku memasukkan mobil ke hotel ‘GS’ di jalan Setiabudhi, dan langsung memasukkan mobil di dalam ruang parkir kamar hotel, jadi posisinya benar-benar aman. Sesampainya di kamar Hotel ‘GS’ di jalan Setiabudi, Ivone langsung duduk di kasur, sedangkan aku langsung menyalakan TV dan masih berpikir.
“Apa ini mimpi, aku di kamar hotel bareng Ivone dan berencana melakukan sesuatu. Haah.., bodo amat, sing penting awalnya dia yang minta..” ujarku dalam hati.
Ivone kemudian bangkit menuju balkon kamar, “Kamu sering ke sini Dik..?” tanyanya.
“Hm.. nggak, nggak pernah tuh.. (padahal aku seringnya ke hotel ‘PK’ yang masih satu jalur, hanya lebih di atas), kenapa emang..?” aku balik bertanya.
“Enggak, kali aja, kamu mungkin sering bawa pacar-pacar kamu check-in..?” katanya.
“Ha.. ha.. kan selama ini kamu tau siapa aku dan sekarang emang aku juga lagi jomblo kok,” ujarku.
“Iya ya, aku kok jadi bego gini.., padahalkan kamu sendiri udah sering cerita tentang pacar-pacar kamu,” dia jadi geli sendiri.
“Dik, kalo kamu kagok mending nggak usah deh, kita cancel aja?” kata dia ragu.
“Mh.. emang sie aku kaget, kenapa sie.. atas dasar apa..?” tanyaku.
“Mo tau, pertama aku merasa jenuh banget ama kehidupan pernikahanku.. belum juga dikarunai anak, segala macam udah aku coba.. tau sendiri kan, lama-lama aku merasa bosan dengan pernikahanku Dik, dan mendadak terpikir keinginan seperti ini,” kata Ivone.
“Hm.. it’s okey for me.. kamu tau kan aku. Easy come easy go. Aku pikir selama nggak pake rasa, kenapa musti ditolak.. wong kucing disodorin daging, mana tahan. He.. he..” kataku.
“Dasar.. Dikii.., itu yang jadi alasan kenapa aku minta tolong ama kamu.., soalnya kamu nggak terlalu ambil pusing ama suatu kondisi,” kata Ivone sambil tersenyum.
“So, gimana..? Kita bukan sepasang kekasih.. kita cuma dua manusia dewasa yang sama-sama mengerti apa itu making love, tapi tetep aja aku pengen kamu juga menikmatinya, dan aku perlakukan seperti seorang wanita,” kataku sedikit ngegombal.
Aku tidak memberikan kesempatan untuk Ivone berkata apa-apa lagi. Aku langsung memeluk dan melumat bibirnya. Ivone gelapan dan tidak kuasa menolak ketika aku mulai membuka Blazer dan kaos ketat ungu serta membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, aku membuka bra-nya yang berukuran 36B dan celana dalamnya. Ivone mulai terangsang dan menjadi beringas, bagaikan macan kelaparan. Terlebih ketika aku mulai menciumi lubang kewanitaannya yang menebarkan harum yang khas.
“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. Dikii.. Ivone maluu.. jangan diciumin.. Ah.. ah.. uh shh.. shh.. uh..” Ivone mengeliat sambil mengacak-acak rambutku dan lalu sedikit mendorong kepalaku.
“Dikii Ivone belum pernah dicium bagian yang paling vital seperti itu. Kamu nggak jijik..?”
Wah, rupanya dia benar-benar seorang wanita yang belum pernah merasakan eksplorasi semua wilayah.
“Emang Mas-mu nggak pernah..?” tanyaku.
“Enggaak,” jawabnya sambil menunduk dan menggigit bagian bawah bibirnya.
“Von, sayang aku beri kamu sebuah pengalaman yang nggak bakal kamu lupakan ya,” ujarku sambil kembali menciumi vaginanya.
Kemudian lidahku merojok-rojok vaginanya dan menjilat klitorisnya yang sebesar kacang kedelai.Ivone kemudian membuka kemeja dan celana kerjaku. Dia sedikit teriak Kaget! Melihat ‘barang’-ku sudah keluar melewati celana dalamku. Kelihatan ujungnya memerah.
“Aah.. Dikii Aku takut, apa muat..? Punyamu gede gitu..?”
Aku tidak menghiraukan pertanyaannya.
Satu jari kumasukkan ke dalam lubang kewanitaannya. Kukeluar-masukkan jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari kumasukkan lagi.
“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Diik.. aduh.. nggak kuat Dikki. Aku mau keluar nih..!”
Akhirnya Ivone basah. Aku tersenyum puas.
“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Von..!” aku meminta kepadanya.
“Tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabnya.
“Coba saja dulu, Sayang.. Nanti juga terbiasa.”
“Auh.. aw.. jangan didorong dong Dik, malah masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang.”
Sekitar lima belas menit kemudian eranganku semakin menjadi-jadi.
“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. ah.. uh..”
Terasa Ivone menghisap semakin kuat, aku pun semakin keras erangannya. Tangangku bekerja lagi mengelus vaginanya yang mulai mengering menjadi basah kembali. Mulut Ivone masih penuh kemaluanku dengan gerakan keluar masuk seperti seorang penyanyi.
“Ivone, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pintaku.
Ivone hanya menganggukkan kepala saja, kedua kakinya kuangkat ke pundak kiri dan kananku, sehingga posisinya mengangkang. Aku melihat dengan jelas kemaluan Ivone, wanita yang telah bersuami yang tidak pernah kubayangkan akan berada di hadapanku dalam situasi seperti sekarang ini.
Aku mulai menyenggol-nyenggolkan ujung kemaluanku pada bibir vaginanya.
“Aaah Dikii..” Ivone pun kegelian.
Lalu kubuka kemaluannya dengan tangan kiriku, dan tangan kananku menuntun kemaluanku yang besar dan panjang menuju lubang kewanitaannya. Kudorong perlahan, “Sreett..,” mulai kurasakan ujung kemaluanku masuk perlahan. Aku melihat Ivone meringis menahan sakit, aku berhenti dan bertanya.
“Sakit ya..?”
Ivone tidak menjawab, hanya memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya.
Aku menggoyang perlahan dan, “Bleess..” kugenjot kuat pantatku ke depan hingga Ivone menjerit, “Aaauu.. Diikkii.. aahh..!”
Kutahan pantatku untuk tidak bergerak. Rupanya kemaluannya agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluannya berdenyut, Ivone berusaha mengejang, sehingga kemaluanku merasa terpijit-pijit.
Selang beberapa saat, kemaluannya rupanya sudah dapat menerima semua kemaluanku dan mulai berair, sehingga ini memudahkanku untuk bergerak. Aku merasa bahwa Ivone mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan aku menggerakkan pantatku ke belakang dan ke depan. Ivone mulai kegelian dan nikmat. Ia mengikutiku dengan ikut menggerakkan pantatnya berputar.
“Aduhh.., Ivonee..,” erangku menahan laju gerakan pantatku.
Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat agar tidak maju-mundur lagi, justru dengan menahan pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli karena Ivone bergerak memutar-mutar pantatnya, dia semakin kuat memegangnya.
Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya dia mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Ivone menurunkan kakinya dan menggamit pinggangku, Ivone memegang batang kemaluanku yang keluar masuk liang kewanitaannya, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang vaginanya. Ivone pun mengerang keasyikan.
“Kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluannya saat kemaluanku mengucek habis di dalamnya.
Tampaknya Ivone kegelian hebat, “Vonee.. aku mau keluar, Tahan ya..!” pintaku.
“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula aku.
Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas. Dia tersenyum puas.
“Ivone sayang.., jepitan kemaluan kamu benar-benar. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Vonee.”
“Aahh.. kamu bohong, cowok seperti kamu itu emang paling bisa muji cewe.”
Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.
“Sumpah, Vone..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?” tanyaku.
“Pasti..! Tapi ada syaratnya..,” jawabnya.
“Apa dong syaratnya..?” tanyaku penasaran.
“Gampang saja.., aku ingin punya anak, aku ingin kamu membantu aku agar aku hamil..!”
“Oke deh.. itu masalah gampang. Lagipula. Ini kemauan kita berdua tidak ada paksaan dan itung-itung aku amal. He.. he..”
“Dasar..!” Ivone mencubit pinggangku.
Kemudian kami sama-sama mengatur napas dan menghimpun kembali tenaga yang cukup terkuras. Ivone berbaring di sampingku sambil memainkan bulu dadaku. Tidak lama kemudian, dia kembali mencoba merangsangku dengan menciumi dadaku.
“Aahh.. Ivone. Kamu jadi bandel ya..? Harus tanggungjawab udah bikin aku kerangsang.” kataku.
Penisku kembali mengeras dan tidak sabar lagi ingin dimasukkan dalam liang vagina penuh lendir yang terasa manis dan nikmat di mulutku ini. Maka aku memanjat tubuhnya dan melebarkan kangkangan kedua paha Ivone sambil memposisikan penisku di depan vaginanya. Kedua tangan Ivone memegang bahuku, dengan lembut kubelai pipi dan rambutnya dan kuciumi bibirnya dengan lembut. Kutekan penisku masuk perlahan-lahan ke dalam liang vaginanya. Mata Ivone terbelalak merasakan tekanan penisku pada vaginanya. Ia kembali menggigit bibirnya sementara aku terus memasukkan penisku semakin dalam ke dalam vaginanya, membuat Ivone semakin keras menggigit bibirnya.
“Ouggh Dikii.. aah.. hhkk..” erangan kenikmatan terdengar dari bibirnya.
“Slepp..” kutekan batang penisku sedalam-dalamnya hingga pangkal penisku menempel di bibir vaginanya.
Nikmat sekali kurasakan vagina teman kerjaku yang terasa sangat sempit ini.
“Ohh, Voon..!” desahku sambil mulai menarik penisku keluar hingga setengah jalan, lalu menekannya kembali hingga masuk penuh sampai ke pangkal penisku.
“Ohh.. ohh.. Ivoon.. aah.. ouggh.. ohh..”
Aku pun mulai memaju-mundurkan pantatku, sementara Ivone mengimbangi dengan memutar pantatnya dengan tetap menggigit bibirnya. Entah apa yang ia rasakan, mungkin sama seperti yang kurasakan saat itu adalah kenikmatan hebat melakukan perbuatan penuh birahi.
“Ohh.. ohh Sayang.. mmhh.., aku cinta kamu, Voon..” kubisikkan lembut kata-kata cinta gombal di telinganya sementara tanganku meraba-raba putingnya yang mengeras dan mengacung itu dengan lembut dan penuh perasaan tanpa menghentikan gerakan pantatku yang maju-mundur di vaginanya dengan penis besar dan kerasku yang lembut dan perlahan-lahan.
“Ohh Sayang.. ohh Ivoon.. Sayang.. Mmhh.. Sayang.. oh.., aku cinta kamu Sayang..”
Bisikan-bisikan cintaku kuselingi dengan sesekali menjilati telinga, leher dan bibirnya. Kadang turun ke buah dada dan putingnya. Kuhisap bibirnya dengan bernafsu. Hampir 10 menit kulakukan ini.
Tubuh Ivone mengikuti rangsanganku dan pantatnya terus bergerak mengikuti irama sodokan penisku yang mulai agak kupercepat.
“Hnghh.. mmhh.. hh.. ohh..” desahan dan erangan dari celah bibirnya kembali terdengar.
Kedua tangannya yang tadi memegang bahuku mulai berpindah meraba-raba puting dadaku dan punggungku.
Saat mulutku kembali melahap bibirnya, tangannya langsung berpindah mengacak-acak rambutku sambil menekan kepalaku hingga ciuman kami benar-benar terasa ketat dan penuh birahi, dibarengi dengan gerakan lidahnya yang semakin liar merespon dan melilit lidahku yang dengan ganas menjilati isi mulutnya.
Erangan dan desahan kami semakin liar seiring dengan genjotan penisku pada vaginanya yang semakin mengganas dan cepat, dimana pantat kami maju-mundur dengan cepat dan bernafsu, membuat selangkangan kami saling menghantam dengan keras dan hebat. Lidah dan bibirku menari liar menjilat dan menghisap putingnya, sementara ia menjambak rambutku, menekan kepalaku agar menancap lebih dalam di dadanya.
15 menit yang liar dan penuh birahi berlalu hingga mendadak Ivone mengejang dan kakinya menjepit keras melingkari pantatku.
“Aahh..! Aahh..! Diikii..!” ia memekik dan menjambak rambutku keras dengan bola mata berputar hingga hanya terlihat putih matanya saja, lalu “Ahk..!” kembali memekik tertahan menyertai sentakan terakhir pantatnya membuat penisku tertancap sedalam-dalamnya pada vaginanya yang meledakkan lendir orgasme panas hingga meleleh keluar dari vaginanya.
Ivone ambruk lemas tidak dapat bergerak lagi dengan napas memburu, sementara penisku masih keras berdenyut-denyut di dalam vaginanya.
“Aaah, Dikii capee..” Ivone berkata lirih.
Aku masih berdiam di atas badannya dengan penisku masih menancap dalam vaginanya.
“Aku masih belum juga nih, nanggung Sayang..” kataku.
Lalu kutuntun agar ia berbalik memunggungiku sambil berlutut, dan kudorong punggungnya hingga menungging. Kutarik kedua pahanya hingga semakin mengangkang, dari belakang kulihat rekahan pantatnya yang memang padat dan besar. Lalu kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang memang sudah siap dimasuki itu.
“Clep..” kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah dan kuremas dengan gemas pantatnya.
Pelan-pelan kumaju-mundurkan pantatku agar ia terbiasa dengan posisi ini, dan semakin lama semakin cepat. Penisku terasa diremas-remas oleh vagina Ivone yang sempit dan berlendir oleh rangsangan dia. Tidak dapat kuucapkan dengan kata-kata kenikmatan yang kurasakan pada seluruh tubuhku.
Kumaju-mundurkan pantatku dengan cepat sehingga terdengar ‘keceplok’ perutku menghantam pantatnya seiring dengan semakin liarnya aku menyetubuhi Ivone dari belakang. Lama-lama ia pun mengimbangi gerakanku dengan semakin bernafsu menggoyang-goyangkan dan memaju-mundurkan pantatnya.
Rupanya ia menyukai posisi yang kulakukan padanya ini, sebab ia tampak bernafsu menggoyang tubuhnya sementara kedua tangannya mencengkeram kasur dan desahan dan erangannya mulai berubah menjadi jeritan kecil, dan tidak terkendali, semakin lama semakin keras.
“Ahk.. ahkk.. aahh.. ahhkk.. Dikii.. Diikkii..”
Aku pun semakin terangsang mendengar jeritan-jeritannya ini. Maka aku pun semakin larut dalam gairah dan kenikmatan ini.
“Voon.. nikhmaat.., Sayang.. ohh.. ohh.. ohh..”
“Aahkk.. ahkk.. aahh.. Diikii.. Diikii.. terus..!”
Ia menggelinjang hebat menyertai jeritan terakhirnya itu dan aku pun semakin keras menggenjotkan penisku di vaginanya sambil meremas-remas buah dadanya yang sudah sangat mengeras.
Ivone mendorong pantatnya habis-habisan sehingga penisku menancap dalam vaginanya dengan muncratan lendir orgasme hingga meleleh keluar dari vaginanya. Kutekan penisku dalam-dalam sambil kuremas buah dadanya. Kembali ia ambruk lemas hingga penisku tercabut lepas dari vaginanya. Kutindih ia dari belakang dan kuciumi punggungnya yang basah oleh keringat terus ke leher dan telinganya. Ivone diam saja membiarkanku menjilatinya sementara napasnya terdengar memburu.
Begitu napasnya terdengar mulai tenang, kutarik lagi pinggulnya sehingga Ivone kembali berlutut menungging seperti tadi, namun ia menoleh dan memohon.
“Hhh.. Dikii, Ivone nggak kuat, Diik..!”
“Aku belum keluar juga, nanggung nih..!” kataku sambil mencengkram pantatnya yang merangsang.
Ia terdiam sementara aku pun menungging di belakangnya, lalu kujilati pantatnya dan lubang anusnya.
Vaginanya tidak lagi kusentuh, kini lidahku habis-habisan menyerang lubang anusnya dan membuat pantat dan lubang anusnya basah kuyup. Ivone diam saja tidak bereaksi. Lalu aku bangkit dan mengarahkan penisku yang masih dipenuhi lendir orgasme teman sekerjaku ini pada lubang pantatnya, lalu perlahan-lahan kutekan pada lubang pantatnya. Ivone tersentak kaget dan menarik pantatnya sampai ia berbalik dalam posisi duduk di kasur. Rupanya ia baru menyadari apa yang ingin kulakukan.
“Dikii, jangan Dikk.. sakiitt.. jangan di situ..!”
Aku memeluknya dan membelai rambutnya, “Nggak Von. Diki pelan-pelan.. ya.. biar kamu merasakan sesuatu yang baru.”
Kutarik pantatnya dengan lembut hingga kembali pada posisi menungging, penisku semakin mengeras dan membesar. Tidak berlama-lama lagi, kupegang kedua pantatnya dan kumasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Kepala penisku tertahan erat di ujung lubang anusnya.
“Adduhh.. duuhh.. Diik, sakit. Duh..” erangnya.
Segera kuludahi kedua tanganku dan kuusapkan pada batang penisku. Tidak lupa kujilati pula ujung lubang anusnya agar sedikit lebih licin, lalu kupaksakan penisku memasuki lubang anusnya yang terasa sangat sempit dan mencengkeram itu. Perlahan-lahan kukeluar-masukkan kepala penisku, terus hingga terasa lebih lancar. Tidak kuperdulikan pekik kesakitan dan meminta agar berhenti yang dilontarkan Ivone.
Kuremas pundaknya dan kujadikan penopang untuk menarik pantatnya ke arahku, sementara pantatku maju menyodokkan penisku lebih dalam ke lubang anusnya. Kurasakan keringat dingin merembes di tubuh Ivone yang memang sudah basah berkeringat ini.
“Dikii, sakit.. duuh.. udah ya, Dikk.. brenti ya.. pelan-pelan Diiki.. ungh..”
Namun usahaku tidak sia-sia. Semakin lama penisku berhasil masuk semakin dalam ke dalam lubang anusnya, dan gerakan sodokanku dapat semakin cepat. Kurasakan kenikmatan menggila yang baru kali ini kurasakan saat menyetubuhi pantat teman kerjaku yang tinggi putih dan bohay (bodi aduhay) ini.
Aku merasa seperti di surga dengan cengkeraman erat yang mengocok kejantananku dengan gila ini. Kini kemaluanku benar-benar sudah amblas ke dalam lubang anus Ivone dan kusodokkan keluar masuk dengan cepat, sementara keringat menetes dari wajah Ivone ke kasur tipis itu. Tidak lama aku mampu bertahan pada kocokan lubang anus yang mencengkeram ketat ini, kenikmatan puncak mulai meledak-ledak dalam tubuhku.
“Ohh.. ohh.. Voon.. akuu nggak kuat.., Sayang..!”
Aku menjerit keras dan, “Crat.. Crat..” berulang kali lendir mani kental dan panas meledak dalam pantat Ivone.
Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras sementara kedua tangannya mencengkeram kasur menahan rasa yang campur aduk. Kutancapkan penisku sedalam-dalamnya di lubang anusnya yang sempit itu, terus hingga muncratan mani terakhirku dan penisku melemas seketika di dalam pantatnya.
Aku ambruk menindih tubuh Ivone dan penisku pun tercabut lepas dari pantatnya. Kuciumi punggung dan lehernya yang basah. Kubalikkan dia, kupeluk erat dan kuciumi bibirnya dengan bernafsu. Ivone merespon ciumanku.
“Kamu puas Sayang..?” tanyanya sambil menatap wajahku.
Kupeluk dan kubelai-belai rambut dan tubuhnya sambil mengatur napasku yang tersengal-sengal. Kukecup bibir dan pipinya sesekali hingga akhirnya napasku pun kembali teratur.
“Hhh.. Makasih, Sayang.. Hhh.. Aku nikmatin banget..”
Ivone tersenyum dan mengecup bibirku sekali lagi.
“Mandi yuk..?” ajaknya.
“Ayuk mandiin ya..?” kataku.
Kami pun langsung berlomba menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi, kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, aku langsung mengambil rokok dan kunyalakan sambil menghembuskan asap dengan penuh kenikmatan, membayangkan apa yang baru saja kami lakukan. Setelah beres berpakaian, kami langsung check out. Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 23.10 aku mengantarkan Ivone hingga memperoleh taxi, dan sebelumnya dia menghadiahi sebuah kecupan.
“Ini cuma awal Dik.. aku ketagihan,” katanya sambil melepas pelukan.
“Ya, Sayang.., met istirahat ya,” kataku.
Aku langsung pulang ke rumah dengan kepuasan yang benar-benar tidak kuduga sebelumnya. Gila.. kucing diberi daging.. mana tahan..!