Aku hanya bisa memandangi foto orang yang
menurut mama adalah ayahku. Disaat aku menyesali segala macam perbuatan
terkutukku terhadap mama, orang yang selama 18 tahun telah merawatku
seorang diri hingga tumbuh menjadi seperti ini. Aku terlahir sebagai
anak yatim karena tak pernah melihat ayahku kecuali foto yang
kusaksikan saat ini. Ayahku tewas kecelakaan saat akudalam kandungan.
Dulu ayahku adalah seorang pekerja proyek bangunan irigasi, hingga
selalu bekerja berpindah-pindah dari satu pelosok ke pelosok lainnya.
Pada suatu saat di dusun pedalaman sumatera barat, ayahku
berkenalan dengan seorang gadis yangselanjutnya menjadi ibuku. Memang
mama terlalu dini untuk menikah, saat itu ayahku berumur 27 tahun
sedangkan mama baru berumur 15 tahun tapi hal itu bukan menjadi
penghalang mereka untuk menikah. Saat itulah ayahku memboyong mama ke
jakarta. Namun naas tak dapat dihindari, tiga bulan kemudian ayahku
tewas dalam kecelakaan lalu linrtas. Dari saat itu mama mengasuhku
seorang diri dengan membuka toko kelontong kecil dari uang sisa warisan
ayahku hingga berkembangseperti saat ini.
Kejadiannya bermula ketika ujian EBTA selesai, waktu itu pukul 9:00
pagi. Aku langsung saja meluncur pulang karena memang aku mesti pulang.
Sesampainya di rumah aku melihat mama sedang memasak makanan, hal itu
biasa dan memang seperti biasanya, yang luar biasa adalah saat itu mama
hanya menggunakan daster yang sangat pendek, hanya setengah paha.
"Ma.. itu baju siapa?" tanyaku heran.
Aku dapat melihat walaupun diumurnya yang akan menginjak 34 tahun
tapi mama masih memiliki tubuh yang sintal, terlihat dari balik daster
itu masih menampakkan tonjolan di pantat dan dadanya. Aku pun larut
membantu mama menyiapkan bahan masakan, tapi kembali aku terpaku disaat
duduk berhadapan mengiris sayuran, mataku menangkap warna putih celana
dalam mama, sebenarnya mama duduk dalam posisi yang biasa, namun ia
belum sadar kalau saat itu ia hanya menggunakan daster pendek, aku
berusaha mangalihkan pandanganku, tapi selalu saja kembali melirik ke
arah itu sampai akhirnya aku tertangkap basah, saat aku melirik disaat
itu pula mama melihat ke arahku, kemudian secara perlahan ia merapatkan
pahanya. Kejadian itu membuatku tidak tenang, selalu akumemikirkan apa
yang ada di balik warna putih kain penutup tersebut, walau aku selalu
mendapatkan ranking di kelasku tapi dalam hal wanita dan isi dalamnya,
aku berada di nomor 39 alias nomor absensi terakhir di kelasku. Hal ini
menimbulkan ide edan di kepalaku, tanpa sepengetahuan mama, lubang
kunci pintu kamar mandi akan menjadi teropongku! Benar saja sekitar
pukul 5 sore jadwal mama mandi. Aku pura pura saja membaca koran di
ruang tamu manakala mama lewat hanyamelilitkan handuk di tubuhnya.
"Donny.. udah mandi belumm?" tanyanya sembari berlalu.
"Iya ntar.. Mama dulu deh" sahutku sambil berpura-pura serius membaca koran.
Aku mendengar suara pintu kamar mandi ditutup, secepat kilat aku
berlari untuk menngintip. Perlahan mama melepaskan handuk yang melilit
di tubuhnya. Hufss.. tampaknya tak ada lagi yang menutupi tubuh mama,
dadanya tampak membulat indah, dengan bulu-bulu lembut menghiasi
selangkangannya, lalu ia mulai mengguyurkan tubuhnya denghan air.
"Jduk.." tiba-tibakepalaku terbentur gagang pintu karena kurang
konsentrasi. Aku tak tahu apakah mama merasa curiga atau tidak karena
saat itu aku telah lari kembali ke ruang tamu.
Seminggu telah berlalu dari kejadian tersebut dan kini aku telah
mempunyai ide yang lebih edan lagi, "Obat tidur!" Aku membeli pil
atifan, kata temanku itu adalah pil penenang dengan efek samping tidur.
Disaat makan siang aku membubuhkan atifan yang telah kutumbuk menjadi
tepung ke gelas mama. Ternyata memang benar, tak beberapa lama
berselang mama telah pulas di kamarnya. Aku menuju kamar mama sejam
kemudian, aku berusaha untuk membangunkannya untuk meyakinkan bahwa ia
benar-benar tidur.
"Ma.. ma.. Mama.." tak ada reaksi, aku memegang tangannya untuk
lebih yakin lagi, tapi masih juga tak ada reaksi, aku merasa lega.
Namun masalah kemudian timbul, saat itu mama menggunakan celana panjang
lantaran tak sempat untuk mengganti dengan daster tidurnya.
Perlahan aku membelai wajahnya, mama memang mempunyai wajah yang
sangat cantik, setidaknya itu menurutku. Setelah puas, belaian tanganku
mulai turun ke pangkal lehernya yang putih mulus dan jenjang. Ada rasa
hangat mulai berdesir di tubuhku, jantungku mulai berpacu tak normal.
Sangat pelan aku mulai meraba dada yang masih terbalut oleh bra
berwarna krem. Aku sudah tidak sabaringin melihat yang lebih jauh lagi.
Perlahan sekali aku melepaskan kancing celana panjangnya, kemdian
menurunkan reitslitingnya lebih perlahan lagi, yang kemudian
menampakkan celana dalam warna krem juga. Saat itu aku merasa telah
berada di dunia lain karena jantungku berdetak begitu kencangnya. Dari
ujung kaki aku menarik celana panjang hitam itu hingga terlepas sama
sekali. Tak lupa celana dalam krem itupun kulorotkan juga. Dalam seumur
hidup, baru saat itulah kalipertama aku melihat vagina seorang wanita
dari jarak yang begitu dekatnya. Kucoba untuk meregangkan kedua pahanya
untuk memperhatikan lebih detail isi dari vagina wanita. Hufhh.. dengan
warnan kemerahan sepertinya menantang untuk disentuh, kucoba untuk
membelainya kemudian memasukkan jari tengahku ke dalam lubang hangat
tersebut, ternyata masih sempit. Sampai disitu aku tak melanjutkan
aksiku, kupakaikan kembali pakaiannya seperti semula, akhirnya aku
onani sendiri di kamar mandi.
Setelah kejadian itu aku jadi semakin berani, saat bercanda dengan
mama aku sering mencubit pantatnya bahkan kadang aku sudah berani
mencium belakang lehernya, tapi aku tak tahu apakah mama masih
menganggapnya itu suatu kewajaran atau mama telah sadar bahwa ada
kelainan pada diriku tapi berpura-pura tidak tahu. Terakhir, aku
menyewa sebuah VCD, walaupun bukan filmporno tapi dapat dikatakan film
itu setingkat diatas film semi.
"Ma.. umur Donny sekarang berapa?" tanyaku mencari alasan.
"18.. emang kenapa sayang?" jawabnya sambil mengerutkan dahi.
"Berarti Donny boleh nonton film 17 tahun ke atas, khan?" lanjutku kembali.
"Bolehh.. Donny khan sudah besar.." sahut mama membuatku merasa dewasa.
"Mau khan Mama nonton bareng Donny?" pintaku, dan aku merasa senang
saat mama menganggukkan kepalanya tanda ia mau menemaniku. Terlebih
saat itu mama memakai daster pendeknya lagi.
Sepuluh menit berlalu setelah film di putar, posisinya masih
seperti semula, aku memeluk mama dari belakang karena memang sebelumnya
adalah biasa kalau aku memeluk mama saat nonton film.Adegan mulai panas
ketika memasuki menit ke 15, tak terasa adik kecilku mulai bangkit dari
tidurnya, sialnya lagi badan mama menempel di tubuhku hingga
menyulitkan posisi adikku, untungnya mama mengerti, kemudian menarik
badan untuk tidak bersandar lagi ke tubuhku. Kesempatan itu kugunakan
untuk memperbaiki posisi adikku. Tak berselang lama kemudian aku
memeluk mama lagi, perlahan kutarik tubuhnya untuk bersandar lagi di
dadaku. Aku tidak tahu apakah ia merasakan di punggungnya ada benda
keras melintang, sementara tanganku masih melingkar manis di perutnya
yang ramping.
Adegan film semakin panas, kami hening tak bicara, yang ada hanya
suara cegukan air ludah yangditelan paksa keluar dari mulut kami
berdua. Aku semakin memeluknya lebih erat lagi, mama masih diam dan
terus menyaksikan film, darahku sepertinya berdesir hebat, kuberanikan
diri kembali untuk mengecup leher bagian belakangnya, satu dua kali
mama masih terpaku diam. Akhirnya kubuka pembicaraan.
"Gimana sih rasanya gituan.." tanyaku lirih ketika di layar TV adegan telah menjurus ke hubungan seks.
"Nggak tau Don.. Mama juga sudah lupa.." jawabnya lebih lirih lagi tapi matanya tetap lurus ke layar TV.
"Mama nggak pengen gituan lagi?" tanyaku terbata-bata.
Yang pasti pertanyaanku tidak terjawab karena setelah itu hening
kembali, sepertinya mama sangat menikmati film tersebut dan tidak
mempedulikan semua pertanyaanku.
Pelan sekali aku mulai menggerak-gerakan tangan di sekitar
perutnya, dasternya begitu tipishingga terasa sekali kalau tanganku
sedang mengitari pusarnya. Aku menciumi lagi leher bagian belakang,
antara hidup dan mati aku memberanikan diri untuk menaikkan rabaan
tanganku hingga pelan namun pasti tanganku sampai di dada yang
menurutku tidak begitu besar tapi masih padat dan montok.
"Ehem.." mama terbatuk, entah sengaja atau tidak hal itu seperti
halilintar bagiku dan menampar pipiku. Tapi sampai saat itu mama masih
membiarkan tanganku di dadanya. Aku memberanikan diri lagi untuk
mencium belakang lehernya, nafasku seperti memburu, aku sudah lupa
diri, kuciumi semua leher sampai belakang telinganya.
"Hhhsstthh.." terdengar suara rintihan mama walau pelan tapi
terdengar begitu berarti bagiku. Tanganku mulai meremas dadanya,
sedangkan tangan kiriku mulai turun menyingkap daster mininya.
"Donny jangan nakal ahh.." mama mulai bicara namun masih juga
belum menangkis tanganku. Suaranya begitu pelan dan lembut. Akupun
mulai menurunkan reitliting daster yang ada dipunggung mama, hingga
sebatas pinggang.
"Donny jangan.." Mama mulai bereaksi namun masih belum menghindar.
Kuciumi punggung indah mama sembari tanganku berusaha untuk melepaskan
tali BH-nya hingga terlepas sama sekali.
"Sayang mau ngapain sih.." ujar mama sambil menyeringai penuh
arti. Aku terus berusaha untuk menelanjangi mama. Aku melorotkan daster
mini itu, dengan mengangkati sedikit saja pantatnya untuk meloloskan
daster itu, lepaslah daster mini aduhai tersebut. Kini mama hanya
menggunakan celana dalam saja, tanganku tak henti-hentinya meremas dada
mama.
"Hhssthh.. Donny.." mama merintih menikmati belaianku. Di layar TV
nampak adegan permainan yangsensasional, mama terus memandangi film itu
sambil menikmati remasanku. Aku mulai mengusap celana dalam mama, mama
masih diam. Perlahan kugosokkan secara melingkar, sepertinya mama
menikmati setiap sensasi yang kuberikan. Perlahan aku mulai membuka
celana dalam mama, dan sepertinya mama memberikan jalan untuk itu,
dalam sekejap celana dalam itu telah berada disampingku alias mama
telah bugil total. Kembali tanganku mengusap vagina yang sudah sangat
basahbahkan cenderung becek itu, sangat hangat dan seperti ada
denyutannya.
"Uhh.. Donny jahat.." kata mama sambil meringis kenikmatan. Kini
aku memberanikan diri untuk mencium bibirnya, tapi sepertinya mama
menolak, mama tak mau berhadapan denganku.
"Jangan sayang, ini Mama lho bukan orang lain.." kata mama lagi,
kesempatan itu kugunakan untuk membuka bajuku sendiri dalam sekejap aku
telah bugil juga. Aku masih berusaha untuk menciumi bibirnya.
Dua menit kemudian baru aku mendapatkan. Aku merebahkan mama di
lantai, seluruh bibirnya telah kulumat dan mama membalas dengan sangat
garang sepertinya ia sangat haus akan sentuhan setelah sekian lama tak
terjamah laki-laki. Aku menindih mama. "Donny..?" ujar mama sambil
membeliakkan matanya seolah tak percaya dengan yang digenggam, ketika
tangannya memegang adikku yang sangat sangat tegang. "Emang kenapa
Ma..?" tanyaku disela-sela nafasku yang makin memburu.Mama kembali
terdiam, sedangkan aku terus merangsangnya, aku tak mau mama keburu
sadar, pikirkukalau basah ya mandi sekalian. Aku berusaha memasukkan
penisku ke vaginanya namun selalu meleset dan meleset, sepertinya
ukuran penisku terlalu besar untuk ukuran vagina mama. Di samping
mamayang selalu menhindari tusukanku.
"Ma.. nggak bisa masuk" ujarku perlahan.
"Jangan ya sayang ya, ini mama lho.." mama mulai melarangku sambil membelai rambutku sepertinya ia mulai tersadar.
"Donny tau kok, Mama pengen juga khan? " aku berusaha untuk menghindar disalahkan.
"Mama nggak munafik, mama akui mama pengen, tapi jangan sama Donny dong.." jawab mama lembut untuk meyakinkanku.
"Berarti Mama pengen gituan sama orang ya?" tanyaku balik tak terima.
Sejenak mama terdiam membisu, sekilas aku melihat mata mama mulai
berkaca-kaca. Seolah mama tak percaya dengan apa yang baru kuucapkan.
Kemudian berkata, "Mama nggak mungkin gituan sama orang lain, mama
terlalu sayang sama Donny.. nggak pernah terlintas di kepala mama untuk
mencari laki-laki lain.." mama mulai menangis yang membuatku diam
sejuta bahasa.
"Bahkan mama rela mati untuk Donny." lanjutnya kembali sambil mengusap air mata yang mulai menetes.
"Mama nggak tega untuk meninggalkan Donny." kembali mama melanjutkan kesahnya.
Aku merebahkan tubuh di samping mama, kondisi kami berdua masih
bugil, sedangkan film di TV telah kumatikan. Kami diam, hening sunyi
tanpa ada pembicaraan berarti. Aku berpikir bahwa aku benar-benar anak
durhaka, bahkan mama sendiri ingin kutiduri.
Ketika tiba-tiba mama bersuara pelan, " Kenapa sih Donny pengen
tidurin mama.." tanya mamaterdengar seperti pertanyaan seorang hakim di
pengadilan.
"Mama.. cantik." ujarku pelan hampir tak terdengar.
"Karena Donny sayang Mama," lanjutku kembali berusaha untuk meyakinkan mama.
"Mama juga sayang sama Donny, tapi apa harus seperti ini penyampaiannya." tanya mama lagi lebih mendetail.
"Iya emang Donny salah kok.. Donny salah.. Donny salah.." tukasku
keras sambil duduk dan memakai celana dalam yang sejak tadi berserakan.
"Donny marahh?" ujar mama lembut sambil berusaha meraih kepalaku untuk mengelus rambut yang acak-acakan.
Tak lama kemudian mama memelukku sambil sesekali terisak, "Jangan marah
ya.. jangan siksa perasaan mama." kata mama disela-sela isak tangisnya.
"Maafin Donny Ma, tadi Donny kurang kontrol," sahutku pelan sambil membelai punggung mulusnya.
"Donny pengen menyerahkan keperjakaan Donny untuk mama, pengen
kalau mama orang pertama yang mengajari tentang semuanya, tapi Donny
sadar itu salah.." ujarku memperbaiki kesalahan ketika ciuman hangat
jatuh di keningku, kemudian turun dan tanpa sadar mulut kami beradu
lagi tapi tidak sekencang yang pertama namun begitu lembut hangat dan
mesranya. Giliran mama sekarang yang memelukku erat seolah tak ingin
dilepaskannya lagi.
"Maafin mama.." ujarnya sambil terus memelukku.
"Mama terlalu egois.." lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.
"Kalau memang itu yang Donny mau," tanpa meneruskan kalimatnya
selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya. Seribu
pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi
akhirnya aku memilih alternatif kedua, ikut masuk ke dalam kamarnya.
Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya
menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar
selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.
"Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya
pada Donny." kata mama sambil berusaha menutupi selangkangannya dengan
kedua tangan, nyata sekali kalau mama masih caanggung untuk bugil di
depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi.
Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin.
Namun selalu meleset.
"Abis Donny sihh besar sekali.." sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.
"Ditekan.. sayang.." lanjut mama sambil tangannya tetap memegang
penisku agar diam. Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada
sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, "Slebs.."
kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu.
"Ukhh.." mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku
terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya,
kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalamansana.
"Sayang yang pelan dong.." ujar mamaku sambil meringis menahan
sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk, mama benar-benar menikmati
setiap gerakan yang kuberikan. "Uuhh.." mama merintih pelan. Mama mulai
mendekap tubuhku erat. Sedangkan aku terus menurun-naikkan tubuh hingga
aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika
gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur
dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata
sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat
becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh, sepertinya ada
sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan
pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak,
keringat telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati
puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya
yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut. Aku
terkulai lemas. Diam tanpa ada suara sedikitpun. Sejenak kemudian ada
suara isak tangis dari mulut mama, rupanya mama tersadar kemudian
berlari ke kamar mandi, setelah itu hening.
Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur
sekolahku aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega
untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang
mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah
dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya,
ia selalu mengerjakan semua tanpa pernah meminta tolong kecuali mamang
setelah ia tak mampu. Tapi saat itu aku berinisiatif untuk membantunya
lagi pula 70% yang dicuci mama adalah bajuku sendiri. Tanpa basa basi
aku langsung menuju ember untuk mengucek baju baju ringan agar bersih.
"Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci.." kata mama sedikit menyindir.
"Nggak kok cuma pengen bantu aja." sahutku sambil nyengir tak karuan.
Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas
harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan
mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami
sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang
hujan, benar saja beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan
dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang
hampir kering.
"Jduaarr.." petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang
berani melawan. TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun,
sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang
tamu, hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang
tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja
ruang tamu, sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata
orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan
kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah, seandainya
sajaorang juga tahu kalau mama mempunyai vagina yang indah dengan warna
kemerahan dan terlihat seperti milik gadis belasan tahun maka
lengkaplah mama sebagai wanita sempurna.
Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah
yang menarik minatku untukmembacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di
bawah meja, aku duduk sendiri lagi, kembali kuperhatikkan mama, aku
teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar
kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak. Sepertinya mama tahu kalau
sedang diperhatikan.
"Donny ngapain juga ngeliatin mama seperti itu.." tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.
"Nggak kok Ma.. mama cantik sih," jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.
Mama tersenyum renyah, ufhh sungguh manis jika mama tersenyum.
Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju
jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari
belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar, penisku
serasa meledak saja, melihat hal itu. Aku pun beranjak menyaksikan
hujan dari belakang mama. Kupeluk tubuh mama, mama memegang tanganku di
perutnya. Penisku sengaja kutempel di belakang pantatnya.
"Ma.. Donny sayang mama," lirihku pelan.
"Mama juga sayang sama Donny." sahut mama sambil mencium keningku,
kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan
kedua tangannya di leherku. Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun
keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin
terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan
hidung bangir bibir tipis dan mungil. Semakin aku memeluknya erat
serasa tak ingin kulepaskan lagi.
"Dansa yuk.." ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.
"Boleh tapi tapenya khan di kamar," jawabku bingung.
"Ya.. iya dansanya di kamar Donny aja," sahutnya kembali
menjelaskan.Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun
sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi
dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau
kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama
kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku
sambil mengelus elus punggungnya, kuciumi rambut mama yang wangi
sembari tangan kananku terus menelusuri tubuhnya hingga menuju pantat
yang membulat sempurna. Sambil berdansa santai, kuremas pantat indah
mama.
"Tu khan.. Donny nakal lagi," kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.
Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya,
perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya.
Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang
dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.
"Donny, jangan lagi ah.." ujar mama masih menandakan dengan suara yang lembut.
Mama tetap bersandar di dadaku, aku terus mendekapnya erat tanpa
melepaskannya sedikitpun. Kami terus masih berdansa ketika tanganku
telah berhasil masuk ke dalam celana dalam melewati sisi sampingnya.
Terasa sekali kulit pantat mama begitu lembutnya. Perlahan kulorotkan
celana dalam penghalang itu, mama masih diam ketika celana itu telah
lorot sampai setengah paha, dengan bantuan kakiku akhirnya celana yang
ternyata berwarna kuning itu merosot sampai telapak kaki mama.
"Donny mau telanjangi mama lagi yaa?" tanyanya sambil menatapku, kali ini mama mengangkat kepalanya menatapku.
Aku diam tak bisa menjawab, terpaksa wajahku tertunduk malu. Aku
tak kuasa memandangi wajah mama. Aku berpikir mungkin mama masih
menginginkan kejadian semalam, tapi dugaanku ternyata meleset.
"Maafin Donny Maa.." sahutku tertunduk, "Abis Donny pengen seperti tadi malam lagi.." lanjutku polos tanpa ada yang tertahan.
"Donny pengen lihat mama telanjang lagi?" tanya mama sambil mengelus pipiku.
Aku diam tak bisa menjawab kecuali memandangi kuku kakiku yang mulai panjang.
"Atau mungkin Donny pengen tiduri mama lagi yaa?" kembali
pertanyaan itu bagai petir yang berkecamuk di luar menghantam
ubun-ubunku.
Mama tersenyum, kemudian menjauh dariku hingga posisi kami
berhadapan tapi di sisi tembok yang berlawanan. Perlahan sekali mama
menarik kaos yang digunakan hingga terlepas sama sekali, kini mama
hanya menggunakan bra yang ternyata berwarna kuning juga sepertinya
satu paket dengan celana dalam yang tadi berhasil kulorotkan dengan rok
sebatas lututnya. Chopin masih sibuk dengan pianonya dalam tape-ku.
Saat kemudian kembali bra kuning itu dilepaskan mama hingga menampakkan
gundukan kenyal dan montok itu seperti terbebas dari penjara bernama
BH. Aku masih terpana dengan kelakuan mama, sepertinya bukan aku saja
yang sakit jiwa tapi mama juga sudah tertular dengan penyakit
incest-ku. Dalam hati aku berpikir ternyata rok itu telah mencapai
lutut hingga ketika tangan halus mama melepaskannya. Tak ada lagi
penghalang yang menutupi tubuh indah mama. Cegukkan air liur terdengar
seperti pemaksaan ditelan keluar dari mulutku.
"Mama nggak mau mengotori kamar Donny.." sambil mengambil
pakaiannya yang berserakan di lantai mama berlalu menuju kamarnya.
Kembali hal ini meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku, tapi seperti
kemarin aku selalu memilih alternatif yang kedua, mengikuti ke
kamarnya. Kali ini aku tak mau setengah-setengah, seluruh pakaianku
kulepas semua, ketika aku berjalan ke kamar mama kondisiku sudah dalam
keadaan bugil dengan penis tegang mengacung-acung.
Tak ada yang istimewa, kulihat mama duduk di meja rias menghadap
cermin tetap dalam keadaan bugil. Aku mendekati untuk selanjutnya duduk
di belakang mama sambil memeluknya. Mama tersenyum penuh arti kemudian
berdiri lagi dan meninggalkanku lagi yang duduk terpaku. Ternyata
dugaanku benar mama berdiri menuju tempat tidur, terlentang sambil
memandangku. Dan aku sudah paham dalam kondisi ini mama sudah dalam
keadaan terangsang. Sekarang sudah saatnya aku akan mempraktekkan teori
dalam film blue bagaimana cara memuaskan wanita.
Perlahan aku menindihnya, kemudian mulut kami beradu dengan dahsyatnya
terdengar bersuara begitu kerasnya, aku menciuminya dengan penuh nafsu.
Lalu aku menurunkan ciumanku ke arah leher, mama sedikit melenguh,
ketika ciumanku sampai di daerah puting susunya. Kuhisap dan kulum
puting yangberwarna kemerahan itu. Kembali ciuman kuturunkan sampai
mengelilingi pusar yang kelihatan begitu bersihnya.
"Uhh.." mama melenguh keras saat lidahku menyentuh klitorisnya.
Vaginanya begitu basah denganbau khas yang menambah seleraku untuk
menjilatinya, kucoba untuk menjilati daerah basah tersebut. Ufssh..
Asin dan terasa seperti sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya
tapi keadaan itu tak membuatku menghentikan kegiatanku, aku terus
menjilatinya bahkan semakin rakus seperti ingin membersihkan vagina
orang yang paling kusayangi tersebut.
"Mmmhh.. sstt.." mama menjerit tertahan saat kucoba memasukkan jari
tengahku ke dalam dirinya, terasa begitu hangat dan lembab. Kocokan
keluar masuk tanganku semakin membuat mama kelojotan tak tentu arah,
mama mulai menggerakkan pinggulnya yang tadi hanya diam karena itu aku
yakin mama dalam keadaan sangat terangsang. Aku terus menjilati
klitorisnya sembari jari tengahku keluar masuk melewati pintu sempit
vagina mama. Semakin liar mama menggerak-gerakkan pinggulnya seolah
ingin cepat sampai pada orgasmenya. Aku sudah tak tahan, secepat kilat
aku menjajarinya, kuciumi mulut tipis mama, kuhisap sepenuh tenaga.
Hingga kurasakan penisku digenggam oleh mama dan secara paksa
menariknya mendekati lubang kewanitaannya.
"Cepat sayang.. tekan," mama memohon padaku untuk segera memasukkan penisku ke arahnya.
Perlahan kutekan sambil menikmati sensasi yang timbul ketika
menyaksikan wajah mama meringis menahan sesuatu saat penisku melewati
dinding dinding sempit vaginanya secara perlahan.
"Bless.." akhirnya penisku terbenam seluruhnya dan tepat mengenai mulut rahim yang kenyal.
"Ouhh.. Donny sayang," mama kembali melenguh saat kucoba untuk
menarik penisku secara perlahan dan kembali membenamkannya hingga
amblas seluruhnya. Pinggul mama mulai bergoyang lagi mengimbangi
tusukanku yang tetap konsisten berirama pelan. Suara decakan vagina
yang beradu dengan penis mulai terdengar karena kurasakan mama adalah
tipe wanita dengan vagina yang becek, namun di situlah nikmatnya
berhubungan seks dengan mama, suara itu seperti menambah semangatku
untuk terus memacunya.
"Teruskan sayang.. terus.." mama mulai meracau tak karuan, saat
hentakanku semakin cepat frekuensinya. Hal ini membuat suara decakan
vaginanya semakin terdengar keras, membuat mama terus menjerit
tertahan. Akupun seperti ingin melepaskan sesuatu tapi tetap kutahan,
aku ingin mencapai orgasme bersamaan dengan mama. Aku semakin
mempercepat gerakanku, "Lagi sedikit sayang.." Mama mulai meringis,
menantikan malaikat kenikmatan datang menjemputnya. Ketika tiba-tiba,
"Ouhhsstt Donny.." mama sepertinya telah bertemu dengan malaikat itu.
Kurasakan vaginanyaberdenyut memijit penisku, aku terus memacu agar
malaikat itu jangan pergi meninggalkanku, ketika tak lama berselang,
"Cret.. creet.. creet.." penisku menyemburkan lahar panas di dalam
vagina mama. Kami tidur memulihkan tenaga, sesaat kemudian mama bangkit
ke kamar mandi untuk membersihkan vaginanya, dan kali ini tanpa air
mata penyesalan. Begitu balik, langsung memelukku. Kami pun tidur
sambil berpelukkan mesra.
Aku masih terpaku menyaksikan foto ayah, aku benar-benar merasa
berdosa terhadapnya, aku merasa tak mampu menjaga mama dengan baik,
atau mungkin mama yang tidak berhasil mendidikku menjadi anak yang
baik. Saat ini mama sedang menjaga toko milik kami, walaupun sudah ada
karayawan, mama selalu menyempatkan diri diakhir hari untik mengecek
secara langsung laba yang di peroleh.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bel menandakan kalau di luar
ada tamu, cepat aku membukakan pintu. Ternyata seorang wanita paruh
baya telah berdiri di depanku dengan anggunnya, kelihatan sekali kalau
dia seorang wanita kantoran yang selalu sibuk dengan urusan, sepertinya
dia seumuran dengan mama.
"Kami dari asuransi xx(edited), dan telah melakukan janji dengan ibu Ernie" sapa wanita itu dengan ramah.
"Oh iya.. silakan masuk Bu." aku mempersilakan wanita itu untuk
duduk, tak lama kemudian aku melaju dengan sepeda motorku menjemput
mama di toko yang jaraknya cuma seratus meter dari rumah.
"Ehh.. ibu maafkan saya Bu saya lupa kalau ada janji dengan ibu
hari ini," kata mama dari luar ruangan begitu sampai sembari cepat
duduk di kursi.
"Ah nggak apa-apa kok Bu," sahut wanita itu tersenyum ramah.
Kemudian mereka bicara panjang sekali kali diselingi tawa renyah
keluar dari mulut mereka berdua. Menurutku itu adalah kelebihan seorang
pegawai asuransi untuk selalu familiar terhadap klien-nya. Sejam
kemudian setelah mereka berbicara panjang akhirnya wanita itu pamit
pulang, mama menutup pintu ketika aku mengambil formulir asuransi di
meja. Aku melihat isi formulir itu ternyata ada dua. Ternyata mama akan
mengasuransikan pendidikanku sebesar $4000 yang akandiangsur secara
triwulan, lembar lainnya akan mengasuransikan toko kami tanpa ada
nominalnya. Akupun memeluk mama kuucapkan terima kasih padanya, mama
hanya tersenyum sambil mengatakan kalau itu memang sudah menjadi
kewajibannya.
Keesokan harinya wanita itu datang lagi, kali ini mama sendiri yang
membukakannya pintu. Kembali suara tawa riang renyah terdengar dari
mulut mereka berdua, aku pun merasa happy melihat mama telah mempunyai
teman baru yang baik, kukatakan baik karena saat itu di belakang aku
sedang menyantap black forest bingkisannya. Karena selama ini mama
terlalu sibuk dengan urusannya mengurus toko hingga jarang mempunyai
teman seperti wanita itu. Mereka pun kelihatan akrabsekali.
Dua jam mereka bicara ketika wanita itu pamit pulang Mama
menceritakan padaku kalau wanita itu bernama Ni Wxx Ayu Wxx(edited),
orang Bali namun terlahir dan besar di Jakarta, juga tentang profesinya
selain pegawai kantor asuransi juga instruktur fitness pada suatu
fitness center, tak ketinggalan statusnya yang janda tanpa anak. Ooo..
batinku mengatakan pantas saja mereka akrab rupanya sama sama janda.
Keesokan harinya wanita itu datang lagi namun kali ini sedikit
lebih pagi, saat itu jam menunjukkan pukul delapan. Aku membukakannya
pintu.
"Hai Donny," sapanya masih ramah seperti kemarin.
"Tante Ayu.." jawabku ringan sembari mempersilakan Tante Ayu masuk.
Mama keluar dari kamar dengan pakaian santainya, celana jeans dengan
atasan kaos biasa, walau begitu tak memudarkan kecantikan alaminya.
Dengan meminta izin kepadaku mama pun keluar dengan Tante Ayu. Lama aku
menanti mama ketika pukul 11:00 terdengar suara klakson mobil, mama
turun dari mobil ketika mobil Tante Ayu melaju entah kemana. Aku
melihat mama membawa beberapa tas, rupanya ia barudari mall. Tak sabar
aku ingin melihat apa yang ada di dalam tas itu. Ketika kulihat
beberapa potong pakaian senam.
"Mama mau ikut senam ya?" tanyaku heran.
"Iya.. bolehkan.." jawabnya sambil memandangku.
"Enak lho yang ngajarin Tante Ayu langsung.." sambungnya kembali.
"Berarti Donny nanti sendiri di rumah dong.." ujarku dengan nada tak terima.
"Nggak lah sayang, pokoknya Donny ikut kemana pun mama pergi," ujar mama meyakinkanku.
"Dan Tante Ayu bisa mengerti hal itu.." sambungnya kembali membuatku benar-benar merasa tenang.
Dua hari setelah itu aku mengantarkan mama untuk pertama kalinya ke
tempat senam yang dituju, di sana Tante Ayu sudah menunggu dengan
pakaian senamnya, oleh Tante Ayu aku dibawa ke ruangan khusus dimana
aku bebas melihat ke mana pun namun aku sendiri tak terlihat dari luar.
Mama mulai membuka pakaian luarnya, karena sejak dari rumah mama sudah
memakai baju senamnya. Terlihat sekali walaupun Tante Ayu adalah
instruktur senam, namun tubuh mama mampu mengimbanginya walaupun mama
tak pernah melakukan senam apapun. Kelihatan sekali mama masih canggung
dalam gerakan-gerakan senam ketika wanita wanita lain mengikuti dengan
lancar gerakan gerakan yang Tante Ayu perlihatkan.
Akhirnya senam pun selesai dan aku akan keluar dari penjara ini
menurut batinku. Begitu aku akan memegang gagang pintu, aku melihat dua
pemuda dengan badan kekar masuk, ketika ruangan telah sepi dan
meninggalkan mama dan Tante Ayu, sejenak aku menahan hasratku untuk
keluar dari ruangan itu. Salah seorang bahkan menggandeng Tante Ayu,
tanpa canggung mereka berpelukan mesra, mamaku masih duduk di pojok
saat Tante Ayu mengenalkan para lelaki kekar itu satu-persatu. Kemudian
Tante Ayu mengajak mama dan para pemuda itu ke ruangan sebelahnya,
walaupun agak terhalang tapi aku masih bisa melihat keseluruhan ruangan
dengan menaiki kursi.
Tante Ayu kembali bercanda dengan pemuda itu sesekali lelaki itu menjawil pantat Tante Ayu.
"Bu Ernie ngomong dong," ujar Tante Ayu kepada mama.
"Oh iya.." tiba-tiba mama manjawab tapi masih malu-malu.
Tante Ayu terus bermesraan dengan pemuda itu, bahkan saat itu Tante
Ayu duduk di pangkuannya. Mama masih terdiam membisu saat seorang lagi
mendekati mama.
"Hai Mbak.. kok dari tadi diam aja sih," tanya lelaki itu.
"Ah nggak kok.." ujar mama merasa risih.
"Mungkin Mbak Ernie masih canggung ya?" lanjutnya kembali, mama masih diam namun sedikit tersenyum.
" Mbak.. di luar aja yuk, khan nggak enak.. mengganggu Mbak Ayu di
sini.." sepertinya laki-laki itu pintar memanfaatkan suasana. Berkata
demikian kemudian laki-laki itu menggandeng mama untuk kembali berada
di ruangan senam, dan mama hanya nurut saja saat itu.
Mama duduk berdampingan dengan pemuda itu, sementara Tante Ayu
terdengar mulai mendesah, saat itu kalau kulihat pakaian senamnya telah
merosot sampai perutnya. Mama hanya menggigit bibir mendengar desahan
nafas Tante Ayu.
"Mbak ernie kelihatannya lembut sekali.." pemuda itu mulai merayu mama.
"Ah kamu bisa aja.." sahut mama mulai melayani pembicaraannya.
"Pasti banyak laki-laki naksir sama Mbak." lanjut pemuda itu sambil
melingkarkan tangan kirinya di pinggang mama. Mama masih diam tidak
berusaha untuk menghindar. Kembali terdengar suara lenguhan Tante Ayu
yang begitu kerasnya, karena saat itu Tante Ayu telah telanjang total
begitu juga dengan pemuda itu, nampak bulu-bulu yang sangat lebat
menghiasi selangkangan Tante Ayu.
Tiba-tiba mama berdiri..
"Maaf Mas, aku akui aku sedang bernafsu, tapi tidak sama kamu.."
mama mulai membentak saat tangan pemuda itu menyentuh buah dada mama.
Merasa terhina pemuda itu pergi entah kemana. Tak lama kemudian aku pun
keluar dari ruangan itu, belum selesai aku menutup pintunya mama
menghampiriku dan mendorongku masuk kembali. Mama menutup pintu itu
kemudian memburuku. Habis sudah mulutku diciumi. Pakaianku dibuka
dengan paksa, sekejap saja aku dalam keadaan bugil. Mama mengelus
penisku yang sudah menjulang tinggi. Berusaha untuk memasukkannya ke
dalam mulutnya yang kurasa begitu tipis dan mungilnya, walau begitu
akhirnya masuk juga walau serasa dipaksakan.
Tak lama kemudian mama membuka pakaian senamnya sendiri, bau
keringat mama menambah daya tariknya. Aku memeluknya dari belakang,
meremas buah dada yang kenyal nikmat. "Mama sayang kamu Don.. ujarnya
lirih sambil meremas penisku. Aku tak berkata apapun selain menyuruhnya
untuk nungging. Mama mau saja saat kutusuk vaginanya dari belakang. Aku
mulai melakukan gerakan maju mundur. Vagina mama serasa lebih sempit
karena faktor gaya nungging tersebut. Tak lama kemudian mama menyuruhku
mencabut penisku.
"Mama nggak bisa menikmati.." katanya berkeluh padaku. Akupun
disuruhnya duduk di kursi ketika mama mulai mengangkangiku berhadapan
dan memasukkan penisku secara perlahan ke dalam dirinya. Aku cukup
senang dengan gaya itu mama duduk di pangkuanku dan buah dadanya tepat
berada di mulutku. Rakus aku menjilati dada yang menjulang menantang
itu, saat mama mulai melakukan aksinya menurun naikkan tubuh indahnya
di hadapanku.
"Ouh.. Mama.." tak sadar aku bicara demikian, mama meringis namun
terus menutup mulutnya rapat rapat. Mama menggerakkan pinggulnya dengan
berbagai variasi kadang memutar, maju mundur dan turun naik, semua
berirama membuat aku tak tahan. Ketika 5 menit kemudian..
"Ma.. Donny mau keluar.." bisikku pelan.
"Tahan sayang, tunggu mama lagi sebentar.." ujar mama pelan seperti
takut kedengaran, mama terus memutar-mutarkan pinggulnya membikin
penisku pusing tujuh keliling, ketika tak lama kemudian..
"Ukkhh.. sstt.." bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan yang
kami daki. Mama menciumiku mesra. Beberapa saat kami saling pagut
sebagai tanda kasih sayang diantara kami berdua. Aku merasa mama adalah
bidadariku yang tercantik. Setelah itu kami pun keluar dari ruangan itu
untuk selanjutnya pulang tanpa pamit kepada Tante Ayu.