Saya bernama Bambang, usia pada tahun 2000 ini
37 tahun, pekerjaan wiraswasta. Menikah dengan Linda pada tahun 1993,
saat ia berusia 29 tahun. Kami telah dikarunia dua orang anak yang
lucu-lucu. Pada kesempatan ini, saya akan menceritakan pengalaman saya
dengan ibu mertua saya.
Saya memiliki minat seksual khusus terhadap wanita yang lebih tua.
Bahkan minat khusus tersebut telah ada sejak saya remaja. Saat remaja,
saya ingat bahwa ketika saya bermasturbasi, saya lebih suka
membayangkan tante-tante tetangga rumah, teman-teman ibu saya, ibu
guru, maupun wanita-wanita lain yang masih terbilang ada hubungan
keluarga. Boleh dikata, saya sangat jarang menjadikan cewek-cewek
sebaya saya sebagai obyek fantasi ketika bermasturbasi.
Minat tersebut rupanya terus bertahan sampai saat ini, walaupun
saya sudah berkeluarga. Salah satu wanita yang saya minati dan sering
menjadi obyek fantasi seksual saya sampai saat ini adalah ibu mertua
saya sendiri yang bernama Nani. Saat ini beliau berusia 57 tahun. Ibu
mertua saya ini sudah menjanda sejak tahun 1984, karena bapak mertua
saya meninggal karena kecelakaan waktu itu.
Rasa tertarik terhadap ibu mertua saya ini sudah timbul pada saat
saya pertama kali diperkenalkan oleh pacar (isteri) saya padanya di
tahun 1990. Sejak saat itu, saya sering menjadikan beliau menjadi obyek
fantasi saat saya bermasturbasi. Begitu besarnya rasa tertarik saya
pada beliau, sehingga pernah terlintas pikiran untuk kawin dengan
beliau entah bagaimana caranya. Tetapi pikiran tersebut tidak saya
kembangkan lebih lanjut karena saat itu beliau sudah menopause,
sedangkan saya masih memiliki keinginan untuk memiliki anak. Lagipula,
pasti akan banyak masalah dan hambatan untuk mewujudkan pikiran
tersebut. Karena itulah akhirnya, saya tetap melanjutkan hubungan saya
dengan Linda, sehingga akhirnya kami menikah pada tahun 1993.
Saat baru menikah, kami tinggal bersama ibu mertua saya ini. Karena
3 orang kakak isteri saya yang telah menikah telah memiliki rumah
sendiri-sendiri, sedangkan 2 orang adik isteri saya sedang kuliah di
Bandung dan Yogyakarta. Kami tinggal di rumah ibu mertua saya tersebut,
selain untuk menemani beliau, juga karena kondisi keuangan kami saat
itu belum memadai untuk memiliki rumah sendiri.
Selama kurang lebih satu tahun tiga bulan tinggal bersama mertua
inilah, ada sejumlah pengalaman baru, yang makin menunjang saya untuk
menjadikan beliau menjadi obyek fantasi favorit saya. Pengalaman baru
yang maksud misalnya adalah saya sering mendapat kesempatan melihat
paha mertua saya, entah ketika nonton TV, atau sedang bersih-bersih
rumah, dan sebagainya. Cukup sering juga saya memergoki beliau keluar
dari kamar mandi dengan hanya berlilitkan handuk di tubuhnya. Bahkan
pernah sekali waktu saya beruntung dapat melihat payudara ibu mertua
saya tersebut dalam keadaan telanjang ketika ia membuka lilitan
handuknya hendak berganti baju. Sayangnya beliau masih memakai celana
dalam. Pernah juga saya melihat puting payudaranya menyembul keluar
daster secara tidak sengaja ketika beliau nonton TV sambil
tidur-tiduran di sofa.
Pengalaman-pengalaman baru seperti itulah yang semakin memperkuat
minat seksualku pada beliau. Terkecuali, pada saat-saat kesadaran moral
dan religius saya sedang baik, saya sering memiliki keinginan untuk
dapat menyetubuhi ibu mertua saya tersebut. Namun, saya tidak tahu
caranya. Yang dapat saya lakukan saat itu hanyalah berfantasi saja.
Bahkan cukup sering, ketika saya bersetubuh dengan isteri saya, yang
ada dalam kepala saya adalah bersetubuh dengan ibu mertua saya
tersebut. Selain berfantasi, paling jauh saya hanya memiliki kesempatan
untuk cium pipi dan memeluk ibu mertua saya tersebut pada tiga
kesempatan. Yaitu pada saat hari ulang tahun beliau, ulang tahun saya
dan ulang tahun perkawinan saya dengan Linda.
Pada kesempatan di hari ulang tahun saya, ketika menerima cium dan
peluk dari ibu mertua, untuk pertama kalinya saya merasakan himpitan
payudara beliau di dada saya. Pengalaman ini sangat berkesan pada diri
saya. Saya ingat bahwa pada malam itu, saya sangat bernafsu dan
menggebu-gebu memesrai isteri saya. Saat itu, saya sanggup sampai empat
kali mengalami ejakulasi ketika kami bersetubuh. Padahal, biasanya
paling banyak saya hanya tahan dua kali saja. Yang pasti, ketika
memesrai isteri saya, yang terbayang saat itu adalah ibunya.
Pengalaman lebih jauh yang saya alami dengan ibu mertua saya
tersebut terjadi ketika saya dan isteri saya menemani beliau ke
Semarang untuk menghadiri pernikahan salah satu keluarga dekat dari
almarhum bapak mertua saya. Ketika itu kami menginap di rumah keluarga
calon pengantin. Karena terbatasnya tempat, kami hanya mendapat satu
kamar dengan satu tempat tidur ukuran besar. Terpaksa, malam itu kami
tidur bertiga di tempat tidur itu. Posisinya adalah, saya di sisi kiri,
isteri saya di tengah dan ibu mertua saya di sisi kanan. Lampu kamar
dimatikan ketika kami berangkat tidur. Ketika terbangun pagi harinya,
saya kemudian sadar bahwa isteri saya sudah tidak ada di tempatnya.
Sambil berbaring saya berusaha mencari isteri saya di kamar, tetapi
saya tidak dapat menemukannya. Secara samar-samar saya hanya melihat
tubuh ibu mertua tidur memunggungi saya. Saya langsung menduga bahwa
isteri saya pasti ke kamar mandi sebagaimana kebiasaannya. Isteri saya
terbiasa secara teratur bangun jam 04.30 dan kemudian ke kamar mandi
untuk buang air besar dan mandi. Saat itu timbul pikiran kotor dan
nakal dalam otak saya. Apalagi pada pagi hari biasanya si "Adik
Kecilku" berdiri tegak dan kencang. Pikiran saya saat itu tidak jauh
dari situ.
Dengan bergaya masih dalam keadaan tidur, saya bergeser mendekat ke
arah tubuh mertua saya. Setelah cukup dekat (bahkan hampir rapat tapi
belum bersentuhan), dengan gaya tidak sengaja saya menggeser tangan
kiri saya ke atas pinggul mertua saya. Tidak ada reaksi apa-apa dari
mertua saya. Dengan lembut dan perlahan kemudian saya mulai
menggerakkan telapak tangan saya di pinggul mertua saya. Juga tidak ada
reaksi atau perubahan apa-apa. Saya kemudian memberanikan diri untuk
mengelus-elus pantat mertua saya. Empuk dan halus rasanya. Saya juga
dapat merasakan tekstur dari bagian pinggir celana dalamnya. Yang
terpikir dalam otak saya saat itu, akhirnya ada juga yang jadi
kenyataan khayalanku. Sementara itu, si "Adik kecilku" semakin tegak
dan keras saja, dan kemudian secara refleks tangan kanan saya mulai
meraba-raba si "Adik Kecilku". Ingin rasanya saya mengarahkan tangan
kiri saya ke arah kemaluan ibu mertua saya. Namun, saat itu saya takut
ibu mertua jadi terbangun. Karena itu, dengan susah payah saya berusaha
menahan keinginan tersebut.
Kemudian, masih dalam gaya pura-pura masih tidur saya merapat dan
memeluk ibu mertua dari belakang. Posisi ibu mertua saya kemudian agak
berubah dari memunggungi saya menjadi lebih telentang, walaupun
wajahnya masih ke arah yang berlawanan dengan posisi di mana saya
berada. Ibu mertua saya saat itu terlihat masih dalam keadaan tidur
yang cukup nyenyak. Boleh jadi karena perjalanan dengan kereta api
sore-malam itu cukup melelahkannya.
Kemudian saya menggeser tangan kiri saya ke arah payudara kiri ibu
mertua saya. Merasa tidak ada reaksi apa-apa kemudian saya memberanikan
diri untuk menggerak-gerakkan tangan kiri saya. Dengan berhati-hati
sekali saya mengusap-usap payudara beliau. Saya kemudian sadar bahwa
beliau tidak memakai BH ketika saya merasakan bahwa puting payudara
beliau semakin menonjol dan sangat terasa di telapak tangan saya.
Lebih jauh lagi, kemudian secara lembut saya sesekali meremas
payudara beliau secara perlahan sekali. Nafsu saya semakin meninggi,
dan rasanya debaran jantung saya saat itu sangat cepat dan agak keras.
Saya terkejut dan takut sekali ketika tiba-tiba tubuh beliau bergerak
dan menjadi lebih menghadap tubuhku. Mati aku, pikirku saat itu. Tapi
kemudian saya sadar bahwa beliau masih tetap tidur, karena nafasnya
masih teratur. Hanya ketika membalikkan badannya saja tampaknya beliau
agak menghela nafas.
Dengan posisi yang berhadapan, saya dapat melihat dengan cukup
jelas, walaupun agak samar-samar juga karena gelap, mulut ibu mertua
saya agak sedikit terbuka. Melihat pemandangan yang demikian, apalagi
memang bibirnya itu sering saya khayalkan untuk saya kecup, kemudian
dengan tekanan ringan saya menempelkan bibir saya ke bibir beliau. Tapi
kemudian saya tidak tahan lagi, dan secara refleks kemudian bibir saya
mulai mengulum bibir beliau, seraya tubuh saya bergerak menindih
tubuhnya dan menekan kemaluan saya ke pahanya. Kejadian yang terjadi
dalam waktu yang singkat tersebut akhirnya menyebabkan ibu mertua saya
terbangun. Dimulai dengan suatu lenguhan pendek, "Nngghh..", kemudian
beliau terjaga dan kemudian mengatakan, "Heh! apa-apaan ini?". Saya
kaget setengah mati waktu itu, dan kemudian menggeser tubuh saya ke
samping tubuh ibu mertua saya.
Ibu mertua saya kemudian mengangkat punggungnya dan duduk di tempat tidur. Setelah beberapa saat kemudian dia berkata.
"Apa yang kamu lakukan pada Ibu Bang? Koq kamu sudah mulai berani kurang ajar?".
Setelah terdiam beberapa saat, kemudian sayapun bangkit duduk dan mengatakan.
"Maaf Bu, saya kira tadi ibu itu Linda".
"Lho, Lindanya mana?", tanya ibu mertuaku.
"Tidak tahu Bu", jawabku. Kemudian ibu mertua saya turun dari
tempat tidur dan menyalakan lampu kamar. Saya hanya dapat duduk diam
sambil menutup kedua muka saya dengan tangan saya. Ibu mertua saya
kemudian berkata.
"Jangan sampai terjadi lagi ya Bang kejadian seperti tadi. Ibu tidak suka. Itu tidak baik dan dosa".
"Maaf Bu, saya sungguh-sungguh minta maaf, karena saya tadi tidak
sadar. Habis, biasanya kalau pagi kami biasanya melakukan hubungan
suami-isteri sih Bu", jawabku dengan refleks sambil bangun dari tempat
tidur untuk sungkem kepada ibu mertua saya itu.
"Mau ngapain kamu?", sergah ibu mertuaku.
"Mau sungkem Bu", jawabku.
"Tidak perlu, yang penting jangan sampai terjadi lagi", kata ibu
mertuaku sambil membalikkan tubuh dan berjalan menuju pintu. Akhirnya
aku duduk terpekur sendiri di tempat tidur.
Sambil membaringkan kembali tubuhku, terbayang lagi
kejadian-kejadian yang baru terjadi itu. Seingat saya, ada tiga hal
yang paling berkesan untuk saya saat itu. Pertama, makin menonjolnya
puting payudara ibu mertuaku ketika tanganku mengusap-usapnya. Kedua,
persentuhan lidah kami ketika aku mengulum bibirnya yang menyebabkan
beliau terbangun. Ketiga, lirikan sepintas ibu mertuaku ke arah
selangkanganku ketika beliau berbalik hendak keluar kamar. Yang pasti,
semua yang baru saja terjadi saat itu merupakan perwujudan dari
sebagian khayalanku terhadap ibu mertuaku. Selain itu, dorongan nafsu
yang belum tersalurkan saat itu rasanya agak menyiksa diriku.
Tidak berapa lama kemudian isteriku masuk ke kamar. Terlihat rambutnya agak basah, tampaknya ia baru keramas.
"Ibu mana?", tanya isteriku.
"Keluar" jawabku secara singkat seraya bangkit dari tempat tidur menuju
ke arah pintu. Kemudian aku mengunci pintu dan berjalan ke arah
isteriku yang sedang berdiri di depan meja rias.
"Mau ngapain sih Mas pakai dikunci segala", tanya isteriku.
"Biasa, kayak kamu nggak tahu saja. Aku sedikit horny nih", jawabku sambil memeluk dia dari belakang.
"Jangan ah Mas.., nggak enak, ini kan di rumah orang", katanya.
Tapi aku terus aja meraba-raba dan menciumi tengkuk dan lehernya dari belakang.
"Aku nggak tahan nih.., lagian kan masih pada tidur", kataku.
Akhirnya isteriku mulai menyambut serangan-seranganku. Dia tahu
persis bahwa aku bisa marah dan uring-uringan seharian kalau lagi ingin
banget tapi dia tidak mau.
"Tapi yang cepetan saja ya Mas..", katanya. Mendengar jawabannya,
saya menjadi semakin aktif. Saya menekan tubuhnya sehingga ia
membungkuk dan meletakkan tangannya di atas kursi meja rias yang ada di
kamar itu. Kemudian saya singkapkan dasternya ke pinggang dan saya
tarik celana dalamnya sampai lepas. Batang kemaluan saya yang memang
sudah mulai basah sejak kejadian dengan ibu mertua saya tadi
kugesek-gesekkan ke selangkangannya. Setelah cukup licin, akhirnya
dalam posisi dia berdiri membungkuk dan saya di belakangnya, kumasukkan
batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, seperti biasanya. Dengan nafsu
yang sudah tertahan-tahan sejak tadi, saya tidak dapat bertahan lama,
dan kemudian akhirnya ejakulasi sambil membayangkan bahwa yang saya
setubuhi itu adalah ibu mertua saya. Ah seandainya saja benar-benar
beliau..
Sepulang dari Semarang, untuk beberapa waktu interaksi antara saya
dengan ibu mertua saya agak sedikit kaku. Kadang-kadang saya merasa
kikuk kalau harus berinteraksi dengan beliau. Kekakuan itu akhir
berkurang dengan berjalannya waktu. Apalagi kemudian kami dapat mulai
mencicil rumah kami sendiri, dan akhirnya pindah dari rumah mertua saya
itu ketika salah satu adik isteri saya lulus dan kembali tinggal di
Jakarta. Sejak kejadian di Semarang itu saya semakin sering
memfantasikan ibu mertua saya maupun memimpikannya ketika tidur. Cukup
sering saya merasa khawatir kalau-kalau saya mengigau dan isteri saya
mengetahui bahwa saya mendambakan ibunya.
Setelah tinggal di rumah sendiri, saya dapat dikatakan hampir tidak
pernah lagi mendapat "pemandangan-pemandangan indah" dari tubuh mertua
saya itu. Dan cukup sering saya kangen padanya. Setelah berjalan
beberapa waktu akhirnya saya mulai mengenal internet dan berlangganan
pada salah satu internet provider yang cukup baik. Dari pengalaman
menjelajah internet inilah saya mendapatkan beberapa ide sehubungan
dengan ketertarikan saya terhadap ibu mertua saya. Salah satu ide yang
ingin saya wujudkan saat itu adalah membuat rekaman video dari ibu
mertua saya. Untuk itu, terpaksa saya menabung untuk membeli kamera
video.
Setelah kamera video terbeli, saya menjadi rajin mengabadikan
acara-acara keluarga dengan kamera tersebut. Tentunya juga dengan
harapan bahwa ada "pemandangan-pemandangan indah" dari tubuh ibu mertua
saya yang dapat saya rekam. Tapi harapan tidak dapat terwujud. Malah
pemandangan indah yang sempat terekam adalah paha-paha dari kakak ipar
saya yang bernama Susi dan adik ipar saya yang bernama Lena. Dengan
hasil itu, saya harus puas bermasturbasi hanya dengan memandangi
rekaman ibu mertua saya dalam pakaian lengkap. Tapi saya tetap saja
dapat terangsang hanya dengan pemandangan yang demikian. Khususnya pada
rekaman yang memperlihatkan ibu mertua saya memakai kebaya. Lekuk-lekuk
tubuhnya masih dapat terlihat, walaupun ibu mertua itu dapat dikatakan
agak kurus. Pinggul besar yang terbungkus kain itulah yang menggemaskan
untuk dicubit. Saya mencoba untuk menjajaki kemungkinan untuk merekam
di kamar mandi di rumah mertua saya itu, tapi saya tidak dapat
menemukan lokasi-posisi yang aman. Sempat terpikir oleh saya untuk
memiliki kamera kecil (Spy Camera) yang sudah mulai banyak ditawarkan
di internet saat itu. Namun karena harganya mahal, apalagi dapat
dikatakan hanya didistribusikan di Amerika, pikiran itu tidak
dikembangkan lebih lanjut.
Kesempatan untuk membuat rekaman yang lebih menarik akhirnya datang
juga. Dalam rangka pernikahan adik ipar saya, kami (saya dan isteri
saya) menginap di rumah mertua saya, karena isteri saya saat itu sedang
hamil tua dan agak melelahkan kalau harus pulang pergi
Depok-Rawamangun. Ketika menginap itulah timbul ide untuk meletakkan
kamera di dalam tasnya sedemikian rupa sehingga lensanya masih tetap
dapat merekam gambar di hadapannya. Dalam rencana saya, tas kamera itu
akan saya letakkan di kamar ibu mertua saya, yang kebetulan juga dapat
dikatakan sudah menjadi kamar umum di rumah itu, siapa saja
anak-anaknya yang datang pasti masuk dulu ke kamar tersebut, dan
bisanya juga menaruh barang-barang di kamar itu.
Setelah mencoba-coba, maka untuk kamuflase saya mempergunakan kain
bekas kaos yang berbentuk jaring (jala-jala) yang kebetulan berwarna
hitam. Berdasarkan coba-coba itu, saya mendapatkan kesimpulan bahwa
kain tersebut tidak akan terekam kalau posisi lensa pada tele (jarak
jauh) bukan wide (jarak dekat). Semakin dekat akan semakin jelas
terlihat kain tersebut, bahkan dapat dikatakan mendominasi gambar yang
terekam. Semakin tele, maka akan semakin kabur gambar kain tersebut.
Hasil pertama dan hasil kedua yang saya dapat sangat mengecewakan saya,
karena rekaman yang dapatkan hanyalah gambar jala-jala dari kaos hitam
tersebut dan beberapa bayangan yang bergerak-gerak.
Setelah pengalaman yang pertama, tadinya saya mengira bahwa yang
menjadi penyebab karena saya menyetel lensa pada posisi wide. Namun,
karena pada hasil yang kedua, rekaman yang saya dapatkan juga sama,
saya menjadi sedikit penasaran. Setelah dipelajari, akhirnya saya
mengetahui penyebabnya. Yakni, karena saya mempergunakan sarana
autofocus dari kamera tersebut. Akhirnya setelah saya menyetelnya ke
posisi manual, hasil yang saya dapatkan cukup memuaskan saya.
Pada usaha yang ketiga, akhirnya saya mendapat rekaman yang
menggambarkan ibu mertua saya sedang berganti baju. Sayangnya, saya
tidak mendapat rekaman yang menunjukkan kemaluannya. Hanya payudaranya
saja yang telanjang. Namun setidaknya, hasil ini cukup untuk bahan atau
alat bantu kalau saya mengkhayalkannya. Apalagi kalau dibandingkan
dengan gambar jala-jala hitam.
Rekaman yang saya dapatkan ketika hari H dari perkawinan adik ipar
saya sungguh mengejutkan dan sangat menyenangkan saya. Karena setelah
saya periksa, banyak sekali terdapat pemandangan sangat indah yang
hanya berbaju dalam yang didapatkan. Payudara-payudara indah dan montok
walaupun sebagian besar masih memakai BH maupun paha-paha mulus bukan
hanya milik ibu mertua saja, tapi juga milik kakak-kakak ipar, beberapa
sepupu isteri saya dan juga beberapa orang tantenya, yang mempergunakan
kamar tersebut sebagai kamar ganti dan dandan. Yang paling mengejutkan,
dalam rekaman tersebut terdapat pemandangan tubuh bulat polos tanpa
sehelai benangpun milik Mbak Uci, isteri dari kakak ipar saya. Walaupun
tubuhnya mungil, tapi proporsional dan menawan. Apalagi rambut di
selangkangannya terlihat hitam dan lebat sekali. Setelah memiliki
rekaman tersebut, obyek fantasi seksual saya pun bertambah. Bukan hanya
semata-mata ibu mertua saya, tetapi juga merembet ke yang lain. Tapi,
ibu mertua tetap merupakan obyek yang paling favorit.
Sebagaimana umumnya laki-laki lain, saat-saat menanti kelahiran
anak pertama merupakan saat-saat yang penuh kekhawatiran. Demikian juga
pada diri saya. Selain khawatir terhadap keselamatan calon anak, saya
saat itu juga khawatir dengan keselamatan isteri saya. Kekhawatiran
yang saya ingat adalah bagaimana nasib bayi saya kalau ibunya tidak
selamat (meninggal). Di tengah kekhawatiran seperti itupun sempat
terpikir oleh saya seandainya isteri saya meninggal, maka saya berniat
untuk menjadi ibu mertua saya menjadi isteri saya. Kalau ingat-ingat
hal itu, perasaan saya sukar tidak keruan. Tetapi akhirnya, isteri saya
dapat melahirkan dengan selamat. Berhubung anak pertama, maka isteri
saya pun meminta ibu mertua saya untuk menemaninya dan mengajarinya
terlebih dahulu bagaimana merawat bayi. Artinya, isteri saya meminta
ibu mertua saya untuk sementara waktu menginap di rumah kami setidaknya
selama seminggu pertama sejak kepulangan dari rumah sakit.
Selama ibu mertua menginap di rumah kami tersebutlah saya dapat
menambah koleksi rekaman video saya. Dan yang terutama adalah rekaman
beliau telanjang bulat di kamar mandi. Kamera video itu sendiri sudah
saya pasang di kamar mandi satu hari sebelum isteri saya pulang dari
rumah sakit. Kamera saya letakkan di balik kaca satu arah (one way
mirror). Setelah saya memiliki kamera video (handy cam), saya memang
membuat rak khusus di kamar mandi yang tebalnya kira-kira 12 cm. Di
mana salah satu bagiannya adalah kaca selain bagian-bagian untuk
menyimpan handuk, dan perlengkapan mandi lainnya. Di balik kaca
tersebut terdapat ruang kosong untuk menaruh kamera video. Isteri saya
tidak mengetahui bahwa kaca yang saya pergunakan adalah kaca one way
mirror. Untuk mengurangi resiko ketahuan, bagian belakang kaca tersebut
(dalamnya) saya cat hitam agar selalu lebih gelap dari bagian depan
dari kaca. Di depan kaca tersebut (bagian atasnya) saya pasang lampu
neon 15 watt untuk lebih mendukung persembunyian kamera video saya
sekaligus juga sebagai sumber listrik jika saya menaruh kamera di balik
kaca tersebut. Untuk itu saya memasang satu stop kontak di balik kaca
tersebut. Karena ketebalannya, di rak itu kamera video hanya dapat
diletakkan secara menyamping (lensa tidak langsung berhadapan dengan
kaca), sehingga untuk dapat merekam situasi di kamar mandi, maka masih
diperlukan satu alat tambahan yang namanya Video Mirror Scope, yang
fungsinya adalah merekam gambar ke samping lensa kamera (bukan ke depan
kamera). Alat saya dapatkan melalui teman yang pulang dari Amerika ke
Indonesia. Kalau tidak salah belinya di ADORAMA di West 18 th Street
New York. Harganya sekitar 40 US$. Keberadaan dan fungsi alat itu
sendiri saya ketahui dari Majalah Video Maker.
Ide untuk membuat rak dan membeli alat tambahan tersebut terutama
disebabkan karena saya juga ingin memiliki rekaman video isteri saya
ketika dia telanjang bulat. Jangankan telanjang bulat, masih memakai
pakaian dalam saja ia marah-marah ketika saya mencoba memvideonya.
Selain itu, ketidakmungkinan mewujudkan ide memasang kamera video di
kamar mandi di rumah mertua saya, akhirnya saya wujudkan di rumah
sendiri. Sejujurnya, pada awalnya tidak pernah terbayang bagi saya
kalau pada akhirnya saya memiliki kesempatan untuk merekam ibu mertua
saya. Apalagi sampai berhari-hari.
Hasil rekaman tersebutlah yang saya pergunakan sebagai bahan
masturbasi di hari-hari selanjutnya. Khususnya, ketika saya dan isteri
saya tidak dapat melakukan hubungan suami-isteri karena dia baru
melahirkan. Tanpa saya sadari sepenuhnya, rekaman-rekaman tersebut
justru membuat saya semakin tergila-gila pada ibu mertua saya. Bahkan
ketika melihat rekaman yang menunjukkan belahan pantat beliau, yaitu
ketika ia membungkuk mengambil sabun yang terjatuh, wowww.., mantap!
Disuruh menciumi pantatnya pun rasanya saya mau melakukannya dengan
senang hati. Pokoknya, menjadi semakin tergila-gila..
Kira-kira satu minggu beliau menginap di rumah kami dan kemudian
kembali ke rumahnya di Rawamangun. Setelah itu, tidak terlalu banyak
perubahan atau kemajuan yang saya dapatkan. Paling-paling, koleksi
video bertambah ketika lahir anak saya yang kedua. Itupun cuma satu
hari beliau menginap di rumah kami. Tapi meskipun demikian aku merasa
cukup puas dengan kehadiran ibu mertuaku di sampingku.