Sebenarnya dengan menceritakan kisahku ini, aku
flash back ke masa kecilku yang seharusnya tidak boleh terjadi pada
usia anak-anak, karena akibatnya sangat buruk seperti yang sudah
kuceritakan di situs ini juga dengan judul "Berburu Burung". Mungkin
ini yang disebut orang dengan pengaruh kejiwaan dari suatu pelecehan
seksual pada anak, dan berakibat nyata ketika menginjak masa remaja. Oh
ya, bagi yang belum tahu, namaku Fik, umurku 15 tahun, dan kisah yang
kuceritakan di "Berburu Burung" sebenarnya merupakan bagian terburuk
hidupku yang selalu membayangiku sehingga aku ceritakan sebagai kisah
pertamaku, meski seharusnya kalau diruntut kebelakang ada yang melatari
kisah itu, yaitu kejadian yang akan kuceritakan berikut ini.
Waktu itu aku berumur 10 tahun, lebih sedikit, pokoknya kelas IV
SD, cukup kecil mungkin, tetapi saat itulah kejadian yang akan mengubah
hidupku terjadi. Sebenarnya, seperti anak-anak SD pada umumnya,
tentunya belum tahu apa itu alat kelamin, dan belum punya perasaan atau
prasangka macam-macam apabila seseorang memperlihatkan atau
menunjukkannya pada kita, aku yakin itu, namun suatu hari, hal itu
berubah setelah kejadian itu.
Suatu hari setelah usai belajar kelompok dengan teman-teman, aku
bermaksud mengantar pulang salah satu temanku cewek, yang rumahnya agak
jauh, sementara kami biasa belajar mulai habis maghrib hingga selesai
yang kadang sampai pukul 21:00 WIB, sehingga tidak berani pulang
sendirian. Dia biasa kupanggil Na, umurnya sebaya denganku, cewek
terpandai di kelasku, sehingga banyak kelompok belajar yang
memperebutkannya, dan beruntung dia mau menjadi anggota kelompok kami.
Kisah ini berawal dari sini, aku boncengkan dia pulang ke rumahnya
dengan sepeda kecilku. Kukayuh pelan-pelan, santai saja lagian belum
terlalu malam untuk ukuran desaku, karena baru pukul 20:00 lebih
sedikit, dan malam itu rupanya agak ramai. Hingga akhirnya memasuki
jalan yang kanan-kirinya banyak ditumbuhi bambu. Ya, tempat ini yang
ditakuti oleh Na, aku sih biasa saja kalau ada teman, tetapi kalau
sendirian yang paling-paling ngebut saat melintasi jalan itu, ngeri
sih. Namun, rupanya malam ini tidak demikian, karena terlihat sebuah
mobil akan melintas ke arah kami. Tetapi tiba-tiba mobil itu berhenti
di depan kami dan segera keluar seorang wanita dari pintu kemudi,
kuhentikan sepedaku, sepertinya wanita itu mau menanyakan sesuatu
kepada kami.
Rupanya dugaan kami keliru, wanita itu mengeluarkan pistol dari
balik bajunya dan menodongkannya kepada kami. Berdua kami terperanjat
dan mau berteriak, tetapi urung terlaksana kami sudah diancam dengan
nada serius, sehingga kami pun menuruti saja apa maunya. Sepedaku pun
dilemparkan ke semak-semak, sehingga tidak mencurigakan, dan kami
disuruh masuk ke mobilnya. Di dalam mobil Panther itulah kami berdua
kehilangan kesucian.
Awalnya dia menyuruh kami duduk di kursi yang sudah direbahkan,
kami tidak tahu akan diapakan, yang jelas kemudian dia melepaskan
bajunya satu persatu sambil terus menatap kami berdua. Kami pun diam
saja karena memang tidak tahu maksudnya. Setelah lepas semua baju dan
telanjang bulat, dia menyodorkan kedua puting susunya kepada kami. Kami
tidak mau, tetapi segera mendapat ancaman lagi, sehingga kami pun
terpaksa melakukannya juga. Aku dan Na pun mengisap puting susunya
bersamaan. Dia pun sepertinya menikmati hisapan kami berdua sambil
tangannya mengelus-eluskan selakangannya. Kami pun terus melakukannya
seperti yang dia mau, sementara payudaranya semakin membesar saja,
dengan sesekali dia meremas-remasnya sendiri, hingga benar-benar
mengeras.
Kami tersentak ketika tiba-tiba kedua tangannya meraih selakangan
kami, tapi tidak ada yang bisa kami perbuat selain menurut. Aku pun
merasakan penisku diremas-remasnya sehingga menegang, sementara mulutku
masih mengisap puting payudaranya. Tak lama kemudian dia menyuruh kami
berhenti mengisapnya. Tapi apa yang diperbuatnya, tangannya beralih ke
Na yang sedang telentang, dibukanya pakaiannya satu persatu hingga
telanjang bulat, demikian juga terhadapku. Sehingga kami bertiga
telanjang semua. Dia pun beraksi, mulai dengan Na dia menciumi sekujur
tubuh Na, mengisap payudaranya, menjilati seluruh tubuhnya dan mengisap
dalam ketika tepat di selakangan Na. Na pun hanya dapat mendesis
pasrah, sambil sesekali menjerit kecil, bahkan menggelinjang seiring
jilatan-jilatan wanita itu di tubuhnya. Aku sendiri disuruhnya mengocok
penisku, aku tidak tahu harus dikocok segala, sementara kurasakan
penisku semakin keras saja.
Sesaat kemudian dia beralih ke arahku. Setelah puas dengan Na,
langsung saja dia menciumiku, hingga aku merasakan kegelian di seluruh
tubuhku. Akhirnya dia berhenti di pangkal pahaku, mempermainkan penisku
yang sudah mengeras dan kemudian melumatnya. Aku merasakan perasaan
lain saat dia tiba-tiba menghisap penisku. Aku pun hanya dapat
mengerang dan berkelojotan kegelian, sementara deru nafasnya pun
semakin tidak karuan saja.
Kemudian dia berhenti dan beralih posisi. Kini dia yang berbaring,
sementara kami yang berdiri. Dia menyuruh Na duduk di perutnya
membelakangi aku, Na pun menurut saja. Kemudian disuruhnya Na
merebahkan tubuhnya, sehingga tepat di payudaranya agar nanti
menghisapnya lagi bergantian, sementara aku, dengan agak kasar dan
sambil memegang penisku, dibimbingnya penisku ke arah selakangannya.
Kemudian aku disuruh memasukkan penisku ke lubang di selakangannya dan
menggerakkan tubuhku maju mundur di vaginanya. Dan tanganku diletakkan
pada dada Na supaya aku meremas dadanya saat dia memberi aba-aba untuk
memulai secara bersamaan nanti.
Setelah semua telah diaturnya, dia pun menyuruh kami memulai.
Sesuai apa yang disuruhnya tadi, Na pun mengisap bergantian payudaranya
yang mengeras dan aku pun mengocokkan penisku di vaginanya. Kali ini
wajahnya yang tadi serius berubah total saat kami melakukan seperti apa
yang disuruhnya. Dia mendesis, menggelinjang menikmati apa yang kami
lakukan secara bersamaan, beberapa kali dia memekik tertahan sambil
menggelinjang menggoyangkan tubuhnya. Mulutnya menganga dan sesekali
tangannya memegang pinggangku dan merapatkannya di tubuhnya. Sementara
tanganku meremas-remas buah dadanya, sehingga dia pun kadang-kadang
mengerang kegelian. Aku sendiri merasakan sesuatu yang aneh merambahi
sekujur tubuhku. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, apalagi saat
kubenamkan penisku di vaginanya, rasanya seperti geli tapi di seluruh
tubuhku, sehingga dalam mobil itu yang terdengar hanya nafas yang
terengah-engah yang kadang diselingi erangan penuh kenikmatan.
Tapi itu tak bertahan lama, karena sesaat kemudian kurasakan tubuh
wanita itu mengejang, menggelinjang tak karuan dan mengerang dengan
nafas berkejaran. Kemudian tiba-tiba dia menjepitkan kakinya di
tubuhku, sedangkan kedua tangannya memeluk erat kami berdua sambil
mengerang panjang dan tubuhnya melemas. Sesaat kami dalam pelukannya,
dan keringat kami pun membasahi tubuh kami bertiga, kurasakan vaginanya
mengeluarkan cairan dan mengenai penisku yang masih di dalam vaginanya.
Dia kemudian melepaskan pelukannya sambil tersenyum simpul penuh makna.
Kemudian dia menyuruh kami berganti posisi lagi, kali ini Na yang
ada di kursi, sementara aku berdiri dan wanita itu ada di belakangku.
Dia kemudian menyuruhku memasukkan penisku ke vaginanya Na. Aku pun
tidak dapat menolaknya. Aku pun memasukkan penisnya ke tubuh Na, Na pun
menjerit kesakitan. Dengan sigap dia menyodorkan puting susunya ke
mulut Na, sehingga Na tidak menjerit kesakitan lagi, dan aku pun
menggoyangkan tubuhku sesuai perintah wanita itu, sementara terlihat
darah mengalir dari vaginanya Na.
Sementara kami melakukan adegan itu, wanita itu duduk di belakang
kami memperhatikan gerak penisku maju-mundur di vaginanya Na, dan
kemudian membersihkan darahnya Na. Sedangkan kami pun tetap melakukan
adegan tadi hingga kurasakan semakin enak saja, sepertinya Na juga
merasakan hal yang sama sepertiku, karena dia tidak lagi menjerit, tapi
mengerang dengan nafas naik turun. Tiba-tiba dari belakang Wanita itu
menghentikan apa yang kami lakukan, sesaat dia menjilati penisku yang
benar-benar lain rasanya dan menjilati juga vaginanya, kemudian kembali
memasukkan penisku ke vaginanya Na dan menepuk bokongku untuk
meneruskan lagi mengocok. Hingga tak lama kemudian kulihat Na semakin
terengah-engah dan mulai menggoyangkan tubuhnya ke kanan ke kiri
sepertinya tak tahan lagi menahan sesuatu yang mau keluar, sedangkan
mulutnya menganga mengeluarkan suara erangan-erangan kecil.
Wanita itu melihat apa yang terjadi pada Na, langsung dia ikutan
menjilati payudara Na, sehingga Na semakin tak karuan menggelinjang,
dan akhirnya dia pun mengerang panjang sambil tubuhnya mengejang tak
karuan. Aku pun semakin mempercepat kocokan penisku di vaginanya, dan
dia pun kemudian kurasakan tubuhnya mengendur lemas dan terbaring di
kursi. Kurasakan vaginanya basah oleh cairan yang mengalir dari dalam.
Aku pun kemudian disuruh wanita itu mengeluarkan penisku dari
vaginanya. Aku pun sudah dari tadi sebenarnya merasakan kenikmatan dari
apa yang kulakukan, tapi ternyata rasa itu lama bertahan dalam tubuhku.
Kemudian wanita itu menyuruh Na untuk mengocok penisku dengan
mulutnya dan mengisapnya. Ternyata rasa nikmat itu kembali merasuki
tubuhku dan semakin memuncak, sementara hisapan-hisapannya semakin
panjang saja, rupanya dia juga menikmatinya. Hingga saat dia
mengisapnya sangat panjang, aku pun tak tahan lagi. Dan aku pun
mengingatkan Na agar menghentikan apa yang dilakukannya, karena kukira
aku mau kencing. Ternyata setelah Na menghentikan sedotannya, malah
penisku kemudian diraih oleh wanita itu, dan dimasukkannya ke mulutnya.
Dimasukkannya penisku hingga tak tersisa, kemudian dihisapnya
dalam-dalam, hingga aku tak tahan lagi.
Seiring erangan panjangku, aku merasakan hal yang luar biasa,
tubuhku menggigil merasakan kenikmatan yang tiada tara. Penisku yang
sudah dikeluarkan dari mulut wanita itu menyemburkan cairan putih
kental yang langsung dicegat oleh mulutnya lagi dan ditelannya. Bahkan
cairan yang tak lain adalah sperma pertamaku itu yang masih tersisa di
penisku pun dijilatinya hingga tak tersisa. Setelah itu kurasakan
lemasnya tubuhku, demikian pula yang kulihat pada Na maupun wanita itu.
Kemudian dengan kasar dia menyuruhku segera berpakaian kembali.
Setelah itu kami diberi minuman seperti jus jeruk, tetapi setelah
beberapa saat kami minum, kami merasa ngantuk berat, kemudian tertidur
dan tak sadarkan diri. Kami baru terjaga saat banyak orang mengerubungi
kami sambil membawa lampu yang sangat terang. Kami bingung melihat
kejadian itu, karena kami berdua tidak lagi di dalam mobil, tetapi
sudah berada di semak-semak dekat rumpun bambu bersama sepedaku.
Aku pun bertanya kepada mereka, katanya kami baru saja dibawa
gondoruwo. Tapi sebenarnya tidak, karena besoknya kami berdua merasakan
kesakitan pada alat kelamin kami, dan ketika kembali ke tempat itu, di
sana memang aku menemukan bekas ban mobil. Untung saja kejadian itu
tidak diketahui oleh masyarakat yang lainnya. Hanya saja kejadian
tersebut membuatku menjadi seperti mendapatkan tekanan perasaan
bersalah terhadap Na. Bahkan setelah itu, kadang-kadang timbul
keinginan untuk mengulanginya, sehingga sering aku melampiaskannya
dengan onani, atau melamun sendiri di kamar karena dihantui perasaan
itu.