Cinta ditolak dukun pun bertindak. Yah..
Pepatah itulah yang cocok dengan keadaanku. Gara-gara dicampakkan oleh
wanita, akhirnya aku menempuh cara sesat untuk mendapatkan keinginanku.
Oh ya sebelumnya perkenalkan dulu, namaku Aryo, bujangan desa
Klithikan, Tegalgondho, Klaten. Sudah tiga tahun ini aku naksir dengan
Ningsih, cewek yang menjadi kembang di desaku. Segala cara aku lakukan
untuk memikatnya. Sampai akhirnya, aku beranikan diri untuk menyatakan
cintaku. Tepat saat bulan purnama malam selasa kliwon aku ungkapkan
seluruh perasaanku padanya. Namun harapan tinggallah harapan. Jawaban
yang keluar dari mulut Ningsih tidak sesuai dengan keinginanku.
"Maaf, Kang, Ningsih selama ini hanya menganggap Kang Aryo seperti
kakak sendiri, tidak lebih!" begitu jawaban Ningsih. Saat itu jantungku
terasa seolah-olah berhenti, tubuhku lemas, kedua kakiku terasa lumpuh.
Dalam hati aku bersumpah akan mengejar dan mendapatkan Ningsih meskipun
harus sampai ke kolong neraka sekalipun.
Dua minggu berlalu, aku terus berpikir bagaimana cara mendapatkan
cinta Ningsih. Sampai akhirnya aku sowan ke Mbak Marni. Janda kembang
berumur 32 tahun dengan profesi dukun beranak sekaligus seorang
paranormal. Dengan sabar Mbak Marni mendengarkan semua curahan hatiku.
Senyum dan tatapan matanya yang teduh membuatku leluasa menceritakan
kisahku.
"Aku paham dengan semua yang kau rasakan." Mbak Marni membuka pembicaraan.
"Menurut pandangan bathinku Ningsih bukan jodohmu."
"Tapi Mbak, aku nggak peduli, pokoknya aku harus mendapatkannya" sergahku.
"Ehm, ternyata kau orang yang keras kepala juga, ya?" jawab Mbak Marni dengan tersenyum.
"Baiklah jika engkau terus bersikukuh dengan keinginanmu, aku tidak bisa menentangnya, namun aku akan tetap membantumu."
Sesaat kemudian dia beranjak dari beranda rumah tempat kami
mengobrol sejak tadi. Kupandangi sosok tubuhnya yang masih kelihatan
padat berisi dan montok. Pantas saja dijuluki janda kembang, pikirku.
"Aryo, kemari cah bagus!" terdengar suara dari dalam rumah. Mbak
Marni memintaku masuk. Dia memegang satu botol kecil cairan kental
putih, dan menyerahkannya padaku.
"Apa itu, Mbak?" tanyaku.
"Buka dan ciumlah baunya, kau pasti mmengetahuinya. Aku pun menuruti perintahnya. Sesaat bau amis merebak di seluruh ruangan.
"Seperti bau.. bau.. air mani." celotehku.
"Yang kau katakan itu benar, Aryo, itu adalah air mani. Namun itu
bukanlah sembarang air mani, itu adalah hasil ritual ilmu pelet nguyup
pejuh" jelas Mbak Marni.
"Ilmu ini adalah salah satu ilmu pelet terdahsyat dan hanya dapat ditandingi oleh ilmu jaran goyang." jelasnya.
"Sekarang engkau pulanglah, besok pada saat malam bulan purnama
datanglah lagi ke rumahku, akan kuturunkan ilmu ini padamu." Setelah
berpamitan, kutinggalkan rumah Mbak Marni, aku melangkah dengan harapan
yang baru. Dalam benakku Ningsih seolah-olah sudah berada dalam
genggamanku.
Malam yang ditunggu pun tiba juga. Dengan cepat kuayunkan langkahku
menuju ke rumah Mbak Marni. Sesaat kemudian sampailah aku di rumahnya.
Kuketuk pintu rumah itu.
"Aryo, masuklah. Kutunggu kau di kebun belakang rumah." ternyata
itu suara Mbak Marni. Aku pun heran, mengapa dia menungguku di kebun
belakang rumah.
Dengan melewati beberapa parit kecil dan tanah becek, aku pun
sampai di sebuah kebun. Namun ini seperti bukan sebuah kebun, melainkan
lebih seperti lapangan kecil. Dari kejauhan aku melihat sosok manusia
di kegelapan. Ya, itu Mbak Marni, namun ada yang aneh dengan pakaian
yang dikenakannya. Jujur saja dia hanya mengenakan kain mori putih
tipis yang dililitkan di tubuhnya.
Sejenak darah mudaku berdesir melihat pemandangan itu. Bagaimana
tidak, kain itu seperti tidak muat menutupi tubuh Mbak Marni yang sekal
dan montok, seolah-olah buah dadanya yang besar akan tumpah keluar,
sedangkan bagian bawah kain tersebut hanya menutupi 30 cm di atas
lututnya. Aku pun baru tersadar, Mbak Marni ternyata memiliki tubuh
yang tidak kalah dengan bintang-bintang top Bollywood.
"Aryo!" Mbak Marni memecah lamunanku.
"Malam ini aku akan ajarkan ilmu pelet nguyup pejuh padamu. Namun
sebenarnya ilmu ini hanya untuk orang dewasa. Soalnya nanti kau akan
melihat dan melakukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh orang
dewasa." Perkataan Mbak Marni membuat jantungku berdegup kencang.
"Aryo, ilmu ini terdiri dari tiga bagian, kita lakukan bagian yang
pertama dulu. Kau lihat baik-baik gerakanku! Namun sebelumnya buka
seluruh pakaianmu dan pakailah ini."
Lalu Mbak Marni menyodorkan secarik kain putih yang di kedua
ujungnya terdapat tali sehingga bentuknya seperti cawat. Aku pun
menuruti perintahnya. Kulepas semua pakaianku, hingga hanya secarik
kain ini yang menutup kontolku.
Bagian pertama ilmu ini pun dimulai. Mbak Marni mulai memperagakan
gerakannya. Di bawah sinar bulan purnama, Mbak Marni seperti bidadari
yang sedang menari. Gerakan yang diperagakannya sangatlah erotis,
hingga aku berpikir sepertinya dia sedang mencoba membangkitkan gairah
birahiku. Aku pun semakin tidak tahan melihat gerakan erotisnya hingga
kontolku akhirnya bangun juga. Berbagai cara kulakukan untuk menidurkan
kembali kontolku namun selalu gagal.
"Aryo, bagian pertama selesai."
Mbak Marni menyudahi gerakannya. Dengan bermandi keringat dia
mendatangiku. Kain yang melilit tubuh Mbak Marni yang basah menempel di
kulit tubuhnya sehingga terlihat jelas setiap lekuk tubuhnya. Dan aku
dapat memastikan bahwa selain kain yang melilit tubuhnya, Mbak Marni
tidak memakai BH dan celana dalam karena saat itu juga kulihat ada
bayangan puting susu yang mencuat di kedua payudaranya sekaligus ada
seberkas bayangan hitam di bawah pusarnya. Aku pun semakin bingung
melihat semua itu hingga kontolku pun semakin mengeras, apalagi ketika
mata Mbak Marni dari tadi terus mengamati keadaan kontolku yang tegang
terbungkus kain itu.
"Hm, besar juga." seloroh Mbak Marni.
"Eh, apa Mbak?" tanyaku salah tingkah.
"Itu, burung kamu" jawabnya singkat.
"Aryo, kamu tidak perlu malu, dan tidak perlu menutupinya karena
itu berarti kamu sudah dewasa, seharusnya kamu bangga." jelas Mbak
marni.
"Aryo, di bagian kedua nanti kau harus mengikuti semua perintahku.
Aku akan memperlihatkan segalanya kepadamu." jelas Mbak Marni lagi.
"Apa maksudnya, Mbak?" aku pun semakin bingung.
"Simpan pertanyaanmu! Ayo ikuti aku, Aryo!" Lalu kami pun meninggalkan tempat tadi. Mbak Marni mengajakku masuk hutan.
"Kita akan kemana, Mbak?" tanyaku.
"Kita akan ke Candi Ireng."
Candi Ireng adalah tempat keramat di desa kami tidak sembarang
orang bisa mendekatinya. Akhirnya kami pun sampai di Candi Ireng. Candi
itu keadaanya sangat tidak terawat, banyak lumut tumbuh di sana-sini.
Di depannya, tepatnya di bagian serambi seperti ada altar untuk
penyembahan.
"Aryo bagian kedua dari ilmu ini memang agak menjijikkan, namun aku
jamin kau akan suka." jelas Mbak Marni dengan senyum menggoda. Kemudian
Mbak Marni mendekatiku, ia berada persis di depanku.
"Namun sebelumnya aku ingin jelaskan tentang letak titik cakra
manusia, Aryo. Titik cakra itu akan diaktifkan pada ritual kedua ini.
Aryo, pada wanita, titik cakra terletak pada kedua payudara dan
kelentit atau klitoris pada vaginanya."
"Biar kutunjukkan padamu!" lanjutnya.
Dengan tanpa malu-malu, Mbak Marni melepaskan satu-satunya kain
yang menutupi tubuhnya hingga tidak ada satu benang pun yang melilit
tubuhnya. Aku pun diam terpaku melihat kenyataan itu. Bagaimana tidak,
baru kali ini aku melihat tubuh orang dewasa yang telanjang bulat.
Bagian tubuh yang tadi samar-samar terlihat, kini lebih jelas. Kedua
buah dada Mbak Marni yang besar, montok dengan kedua puting yang
mencuat menantang berwarna kemerahan. Sedangkan bagian di bawah
perutnya tampak rambut hitam yang lebat.
"Pegang ini Aryo!" Mbak Marni menyuruhku memegang kedua payudaranya
yang besar. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kupegang
dengan lembut kedua bukit yang mencuat itu. Kuraba perlahan dan
kurasakan bagian putingnya yang mengeras, dan dengan spontan aku
meremasnya.
"Akh, kamu nakal ya, Aryo!" desahnya genit.
"Nah, untuk cakra yang kedua adalah bagian ini, aku bantu kau untuk menemukannya", lanjutnya.
Mbak Marni kemudian tidur telentang di atas altar, keadaannya
seperti bayi yang baru lahir. Kedua pahanya dibuka, sehingga tampak
sebuah lubang yang menganga dengan rambut yang tumbuh lebat di
sekelilingnya.
"Mendekatlah Aryo, coba cari cakra yang kedua." perintah Mbak Marni sambil kedua jarinya membuka vaginanya.
"Di bagian atas Aryo, yang menonjol kecil itu!" teriaknya.
Aku pun melaksanakan perintahnya, kusentuh bagian tonjolan kecil di
vaginanya, kemudian kupermainkan. Mbak Marni pun menggelinjang seperti
orang kesurupan sambil sekali-kali menggigit lidahnya. Aku yang semakin
terbakar birahi mulai mencium memeknya, tanganku pun spontan bergerilya
meremas-remas payudara Mbak Marni yang kini ukurannya semakin
menakjubkan.
"Sst.. Akh.. Aryo!" desah Mbak Marni. Sesaat kemudian karena asyik
menjilati kemaluan Mbak Marni, aku tidak sadar bahwa ada cairan bening
menetes dari memek Mbak Marni.
"Ar.. yo.., se.. bentar la.. gi a.. ku a.. kan or.. gas.. me, ka.. mu ha.. rus siap ya, ah..!" desahnya lirih terputus-putus.
"Siap apa Mbak?" tanyaku sambil terus meremas dan mempermainkan putingnya.
"Mi.. num semua cai.. ran kemalu.. anku karena ini adalah sya.. rat bagi.. an ke.. dua!"
Benar juga, sesaat kemudian ada cairan yang menyemprot dari lubang
kelaminnya. Aku pun segera menghisap seluruh cairan kental itu, rasanya
agak asin dan amis namun aku tidak peduli hingga kuhabiskan semua
cairan itu dan sesekali aku menjilati cairan yang masih menempel di
rambut vaginanya.
"Cukup Aryo!" sergah Mbak Marni sambil terengah-engah. Kemudian dia
pun bangkit dari posisinya. Ia kemudian membersihkan kemaluannya yang
basah.
"Sekarang kita melakukan bagian ketiga, Aryo. Sedangkan titik
cakra laki-laki adalah pada air mani yang dikeluarkannya. Sekarang
giliranmu melepaskan kain itu!" perintahnya sambil terengah-engah.
Aku segera melepaskan kain yang menutup kontolku. Di hadapan Mbak
Marni aku tidak malu-malu lagi. Kontol yang tadi seperti terbelenggu
kini dengan bebasnya berdiri tegak.
"Sekarang keluarkan air manimu dan letakkan dalam botol kecil ini." perintahnya.
Aku segera mengocok kontolku sambil melihat tubuh telanjang Mbak
Marni yang duduk sambil membuka pahanya. Sesaat kemudian, crut.. crut!
Cairan putih keluar dari kemaluanku dan kutampung hingga sebentar saja
botol itu sudah penuh. Mbak Marni tersenyum dan ia segera bangkit dari
altar tempat ia duduk.
"Aryo, prosesi ritual telah selesai, sekarang kenakan kembali kain itu!" perintah Mbak Marni sambil mengenakan kembali kainnya.
"Ilmu pelet ini sudah kamu dapatkan, tinggal oleskan pada tubuh Ningsih, maka dia akan tergila-gila padamu."
"Sekarang ayo kita pulang!"
Akhirnya kami pun meninggalkan candi dan seluruh prosesi ritual.
Sebenarnya jauh dalam lubuk hatiku aku masih penasaran. Aku sebenarnya
masih ingin menikmati tubuh Mbak Marni yang sintal. Namun aku tahu
bahwa Mbak Marni adalah seorang yang professional, dia tidak akan
melakukan sesuatu di luar tugasnya.
Esoknya, ilmu yang baru kuperoleh tadi segera kuterapkan pada
Ningsih. Dan benar, dia kemudian tergila-gila padaku dan bahkan sampai
menyembah-nyembah minta dikawini. Aku pun lega, tidak lupa aku ucapkan
terima kasih pada Mbak Marni atas segala bantuannya dan segala
pengalaman mendebarkan yang diberikannya selama ritual "Ilmu Pelet
Nguyup Pejuh" itu.