Pada saat itu, aku sedang
mengendarai motor di jalan Soekarno-Hatta. Aku tidak memakai helm
karena aku terburu-buru pergi ke tempat pacarku. Apesnya, aku dicegat
sama polisi. Polisi itu naik mobil, tiba-tiba memotong jalanku, aku
kaget hampir saja kutabrak mobil polisi itu. Aku rem motorku, karena
terjadi hentakkan, jadi tubuhku hilang keseimbangan lalu aku jatuh dari
motorku. Aku terguling-guling di jalan. Tapi syukurlah hanya lecet
biasa.
Pada saat aku masih dalam keadaan telungkup, aku lihat pintu mobil
polisi itu terbuka. Tapi anehnya, aku sepertinya kok melihat kaki
seorang wanita. Kakinya yang putih mulus dan indah itu kini berada
tepat di wajahku, kutegakkan kepalaku. Betapa kagetnya aku, mataku
seperti melihat "hutan belantara" di antara kedua kaki yang jenjang itu. Setelah kuperhatikan baik-baik,
ternyata dia seorang polisi wanita, pangkatnya Letnan Dua dan di dada
kirinya tertulis namanya, LILIS. Dia sangat cantik dan ohh.., body-nya
mirip gitar Spanyol.
Aku jadi bengong, dan, "Plaakk..!" sebuah tamparan mendarat di pipiku.
"Hei, apa yang Kamu lihat..? Ayo sekarang serahkan SIM dan STNK cepet..!" bentaknya.
Aku jadi kaget dan segera kuambil dompetku, lalu kuambil SIM dan
STNK, lalu kuserahkan padanya. Sementara dia melihat suratku, aku
pandangi lagi dia ohh.., betapa cantik polisi cewek ini. Aku duga
umurnya paling masih sekitar 25 tahun, seumur dengan kakakku.
Samar-samar di dalam mobil ada cewek satu lagi, dia seumur dengannya
tetapi pangkatnya lebih rendah, kalau tidak salah sersan dua. Kakinya
putih tetapi tidak semulus polwan yang tadi.
Lalu tanpa kusadari, Letnan Lilis mengambil sesuatu dari dalam
mobil, dia berjalan menuju hidung mobil, lalu dia membungkukkan
badannya untuk menulis sesuatu. Pada posisi nungging, aku lihat lagi
body-nya yang wuih selangit deh.. Tanpa kusadari,
"adik kecilku" membengkak perlahan.
Setelah itu dia tegakkan badannya, terus berkata, "Eee.. saudara Sony,
Anda Kami tilang karena Anda tidak memakai helm dan ngebut. Sidang akan
dilaksanakan besok lusa. Jangan lupa Anda harus hadir di persidangan
besok. Oke..?"
"Tapi Bu, besok lusa Saya tidak bisa hadir, soalnya pada hari itu
Saya harus mengantar pacar yang akan diwisuda. Jadi Saya minta tolong
sama Ibu, bagaimana dech baiknya agar persoalan ini selesai..?"
Lalu dia bilang, "Do you have some money..?"
"Aduh, maaf sekali Bu, Saya sama sekali tidak membawa uang sepeser pun." jawabku.
"Baiklah, kalau gitu SIM-mu Aku tahan untuk sementara, tapi nanti
malam Kamu harus pergi ke rumah Saya. Dan ingat..! Kamu harus datang
sendiri. Oke..? Ini alamatku. Jangan lupa lho, Aku tunggu jam 19:00."
Dia pergi sambil mengerdipkan matanya kepadaku. Aku kaget, tetapi
happy banget, pokoknya senang dech.
Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk
pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tidak lama kemudian, Ibu Lilis
muncul dari dalam dan sudah tahu aku akan datang malam itu.
"Ayo Son.., masuk. Aku sudah lama nunggu lho, sampai basah dan bau keringat pantatku duduk terus dari tadi.." sapanya.
"Akkhh.. Ibu bisa saja.." jawabku.
"Sorry.., pintunya sudah digembok, soalnya Aku tinggal sendiri, jadi harus hati-hati." sambutnya.
"Oh.., jadi Ibu belum menikah too..? Sayang lho..! Wanita secantik Ibu ini belum menikah.." kataku merayu.
"Aaa.. Kamu merayu ya..?" tanyanya.
"Enggak kok Bu, Saya berkata begitu karena memang kenyataannya
begitu. Coba Ibu pikir, Ibu sudah mapan hidupnya, cantik luar-dalam,
dan sebagainya dech.." jelasku.
"Ehhkk.. Aku cantik luar-dalam, apa maksud Kamu, Aku cantik luar-dalam..?" tanyanya lagi.
"Waduh.., gimana ya, malu Aku jadinya..?" jawabku.
"Kamu nggak perlu malu-malu mengatakannya, Kamu ingin SIM Kamu
kembali nggak..?" ancamnya."Eee.. sekarang gini aja, Kamu udah punya
pacar khan..? Sekarang Saya tanya, kenapa Kamu memilih dia jadi pacar
Kamu..?" tanyanya lagi.
"Eee.. jujur aja Bu, dia itu orangnya cantik, baik, setia dan cinta sama Saya, that's all.."
"Kalau seumpama Kamu disuruh milih antara Saya dan pacar Kamu, Kamu
pilih Saya atau pacar Kamu sekarang..? Bandingkan aja dari segi
fisik, Oke.. Saya atau Dia..?" tanyanya memojokkanku.
"Eee.. Anu.. anu.. ee..," aku dibuat bingung tidak karuan.
"Ayo.. jawab aja..! Kalau Kamu tidak jawab, SIM Kamu tidak kukembalikan lho..!" ancamnya lagi.
"Waduhh.., gimana ya..? Ehmm.., baiklah, Saya akan jawab sejujurnya. Saya tetap akan memilih pacar Saya sekarang." jawabku.
"Wow.., kalau begitu dia lebih cantik dan semok dong dari Saya..?" jawabnya lirih.
"Eee.. bukan begitu Bu, Saya memilih pacar Saya walaupun Dia sebetulnya
kalah cantik dari Ibu, dan segalanya dech..!" jawabku. "Akhh.. yang
benar, jadi Aku lebih cantik dan semok dari Dia..?" tanyanya lagi.
"Jujur saja.., ya.. ya.. ya.." jawabku mantap.
"Ohh.., Aku jadi tersanjung dan terpikat dengan jawabanmu tadi..,"
katanya girang, "Wah.. jadi lupa Aku, Kamu nonton TV aja dulu di ruang
tengah, Aku mau ambil SIM Kamu di kamar.., Oke..?" pintanya.
Lalu aku menuju ke ruang tengah, kuputar TV. Secara tidak sengaja,
aku melihat tumpukan VCD. Aku tertarik, lalu kulihat tumpukan VCD itu,
lalu, ohh astaga, ternyata tumpukan VCD itu semuanya film "XX", aku
terkejut sekali melihat tumpukan film "XX" itu. Sebelum aku melihat
satu-persatu, terdengar bunyi pintu dibuka. Lalu, ohh, aku terkejut
lagi, Ibu Lilis keluar dari kamarnya hanya menggenakan daster pink
transparan, di balik dasternya itu, bentuk payudaranya terlihat jelas,
terlebih lagi puting susunya yang menyembul bak gunung Semeru.
Begitu ia keluar, mataku nyaris copot karena melotot, melihat tubuh Ibu Lilis. Dia membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas.
"Kenapa..? Ayo duduk dulu..! Ini SIM Kamu.. Aku kembalikan.." katanya.
Wajahku merah karena malu, karena Ibu Lilis tersenyum saat pandanganku terarah ke buah dadanya.
"SIM Kamu, Aku kembalikan, tapi Kamu harus menolong Saya..!"
Ibu Lilis merapatkan duduknya di karpet ke tubuhku, aku jadi panas dingin dibuatnya.
"Sonn..?" tegurnya ditengah-tengah keheninganku.
"Ada apa Bu..?" tubuhku bergetar ketika tangan Ibu Lilis
merangkulku, sementara tangannya yang lain mengusap-usap daerah
"XX"-ku. "Tolong Ibu Lilis ya..? Dan janji, Kamu harus janji untuk
merahasiakan hal ini, kalau tidak aku
DOR Kamu..!" pintanya manja.
"Tapi.. Saya.., anu.., ee.."
"Kenapa..? Ooo.. Kamu takut sama pacar Kamu ya..?" katanya manja.
Wajahku langsung saja merah mendengar perkataan Ibu Lilis, "Iya Bu.." kataku lagi.
"Sekarang Kamu pilih disidang atau pacar Kamu..?" ancamnya.
Dia kemudian duduk di pangkuanku. Bibir kami berdua kemudian saling
berpagutan. Ibu Lilis yang agresif karena haus akan kehangatan dan aku
yang menurut saja, langsung bereaksi ketika tubuh hangat Ibu Lilis
menekan ke dadaku. Aku bisa merasakan puting susu Ibu Lilis yang
mengeras. Lidah Ibu Lilis menjelajahi mulutku, mencari lidahku untuk
kemudian saling berpagutan bagai ular. Setelah puas, Ibu Lilis kemudian
berdiri di depanku yang dari tadi masih melongo, karena tidak percaya
pada apa yang sedang terjadi. Satu demi satu pakaiannya berjatuhan ke
lantai. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai bnenangpun seakan akan
menantang untuk diberi kehangatan olehku.
"Lepaskan pakaiannmu Sonn..!" Ibu Lilis berkata sambil merebahkan dirinya di karpet.
Rambut panjangnya tergerai bagai sutera ditindihi tubuhnya.
"Ayoo.. cepat dong..! Aku udah gatel nich.. ohh.." Ibu Lilis mendesah tidak sabar.
Aku kemudian berlutut di sampingnya. Aku bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena malu.
"Sonn.. letakkan tanganmu di dadaku, ayo ohh..!" pintanya lagi.
Dengan gemetar aku meletakkan tanganku di dada Ibu Lilis yang turun
naik. Tanganku kemudian dibimbing untuk meremas-remas payudara Ibu
Lilis yang
super montok itu.
"Oohh.. enakk.., ohh.. remas pelan-pelan, rasakan putingnya menegang.." desahnya.
Dengan semangat aku melakukan apa yang dia katakan.
Lama-lama aku jadi tidak tahan, lalu, "Ibu.. boleh Saya hisap susu Ibu..?"
Ibu Lilis tersenyum mendengar pertanyaanku, dia berkata sambil menunduk, "Boleh Sayang.. lakukan apa yang Kamu suka.."
Tubuh Lilis menegang ketika merasakan jilatan dan hisapan mulutku yang sekarang mulai garang itu di susunya.
"Oohh.. jilat terus Sonn..! Ohh.." desah Ibu Lilis sambil tangannya mendekap erat kepalaku ke payudaranya.
Aku lama-lama semakin buas menjilati puting susunya, mulutnya tanpa
kusadari menimbulkan bunyi yang nyaring. Hisapanku semakin keras,
bahkan tanpa kusadari, aku menggigit-gigit ringan putingnya yang ohh.
"Mmm.. nakal Kamu.." Ibu Lilis tersenyum merasakan tingkahku yang semakin
"Jozz" itu.
Lalu aku duduk di antara kedua kaki Ibu Lilis yang telah terbuka
lebar, sepertinya sudah siap tempur. Ibu Lilis kemudian menyandarkan
punggungnya pada dinding di belakangya.
"Ayo, sekarang Kamu rasakan memekku..!" ia membimbing telunjukku memasuki liang senggamanya.
"Hangat, lembab, sempit sekali Bu.." kataku sambil mengucek kedalaman liang kenikmatannya. "Sekarang jilat
'kontol kecil'-ku..!" katanya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjilat klitoris yang mulai menyembul tinggi sekali itu.
"Terus.. oohh.. ya.. jilat.. jilat. Terus.. ohh.." Ibu Lilis
menggerinjal-gerinjal keenakan ketika kelentitnya dijilat oleh mulutku
yang mulai asyik dengan tugasnya.
"Gimana.., enak ya Bu..?" aku tersenyum sambil terus menjilat.
"Oohh.. Soonn.." tubuh Ibu Lilis telah basah oleh peluh, pikirannya
serasa di awang-awang, sementara bibirnya merintih-rintih keenakan.
Lidahku semakin berani mempermainkan kelentit Ibu Lilis yang makin
bergelora dirangsang birahi. Nafasnya yang semakin memburu pertanda
pertahanannya akan segera jebol. Dan aku akan unggul 1-0, ee.. emangnya
main bola.
Lalu, "Oooaahh.. Soonn..!"
Tangan Ibu Lilis mencengkeram pundakku yang kokoh bagaikan tembok
raksasa di China, sementara tubuhnya menegang dan otot-otot
kewanitaannya mulai menegang, dan muncratlah
'lahar'Ibu Lilis di mulutku. Matanya terpejam sesaat, menikmati kenikmatan yang telah kuberikan.
"Hmm.. Kamu sungguh lihai Soonn.. Sekarang coba gantian Kamu yang berbaring.." katanya.
Aku menurut saja. Batang kejantananku segera menegang ketika merasakan
tangan lembut Ibu Lilis yang mulai mempermainkan senjata keperkasaanku.
"Wah.. wahh.. besar sekali. Oh my god.. Ohh.." tangan Ibu Lilis
segera mengusap-usap batang keperkasaanku yang telah mengeras tersebut.
Segera saja benda besar dan panjang itu mulai berdenyut-denyut dan
dimasukkan ke mulut Ibu Lilis. Dia segera menjilati batang kemaluanku
itu dengan penuh semangat. Kepala kejantananku itu dihisapnya
keras-keras hingga aku jadi merintih keenakan.
"Ahh.. enakkee.. rekk..!" aku tanpa sadar menyodokkan pinggulku
untuk semakin menekan senjata keperkasaanku agar makin ke dalam mulut
Ibu Lilis yang telah penuh oleh batang kejantananku. Gerakanku makin
cepat seiring semakin kerasnya hisapan Ibu Lilis.
"Ooohh Bu.. oohh.. mulut Ibu memang sakti.. ohh.. I'm coming.. ohh.."
Muncratlah
laharku di dalam mulut Ibu Lilis yang segera menjilati cairan itu hingga tuntas.. tas.. tas.. plass.
"Hmm.. agak asin rasanya Son punyamu.., tapi enak kok.." Ibu Lilis
masih tetap menjilati kemaluanku yang masih tegak bagaikan tugu Monas
di Jakarta, menara Piza di Italy, menara Eiffel di Paris.
"Sebentar ya.., Aku mau minum dulu.." katanya setelah selesai menjilati batang kejantananku.
Ketika Ibu Lilis sedang membelakangiku sambil menenggak air putih
dari kulkas. Aku melihat body yang wuih dan itu ohh, pantat yang bulat.
Aku memang suka pantat yang bulat dan menantang. Aku tidak tahan cuma
melihat dari jauh, lalu aku berdiri dan berjalan menghampirinya, lalu
mendekapnya dari belakang.
"Sonn.. jangan nakal dong, biar Ibu minum dulu..!" katanya manja.
"Aku tidak tahan melihat pantat ibu yang bulat dan menantang itu." kataku tak sabaran.
"Kamu suka pantatku, kalau gitu Kamu tentu mau kalau nanti pantatku
mendapat giliran untuk Kamu obok-obok, bagaimana Son..? Mau
ngobok-ngobok pantat Ibu..?" tanyanya.
Aku terima tantangannya.
"Ohh.., memang benar-benar wuihh.." aku berkata sambil mengelus-elus pantat Ibu Lilis.
Lalu aku jongkok agar dapat jelas melihat, kusentuh lembut pantat
itu dengan tanganku. Terus kucium, kuelus lagi, kucium lagi terus
kujilat, lalu kubuka belahan pantat itu. Ohh.., terhampar pemandangan
indah dengan bau yang khas, lubang yang sempit, lebih sempit dari yang
di depan dan sekitarnya ditumbuhi bulu-bulu yang lumayan lebat. Lalu kujulurkan
jari telunjukku ke lubang yang sempit itu. Waktu aku coba memasukkan
jariku ke lubang itu, terdengar jeritan kecil Ibu Lilis.
"Son.., jangan keras-keras ya, nanti sakit.. lho.."
Lalu aku mulai memasukkan
step by step. Waktu jariku menembus lubang itu sepertinya tanganku mau disedot masuk ke dalam.
"Lubang Ibu nakal juga ya, masa jariku mau
dimakan juga..?"
"Akhh.. Kamu nakal dech.., ohh Son.. coba sekarang Kamu jilat ya..?" pintanya.
Lalu kutarik jariku dari dalam lubang itu, lalu aku mulai menjilati lubang itu ehhmm.., lumayan juga rasanya, asin-asin gurih.
Sementara itu, Ibu Lilis terdengar merintih keenakan. Lama-lama aku
tidak sabar, dan terus kuberdiri dan tanpa basa-basi, aku langsung
membalikkan badannya. Terus kulahap gundukan-gundukan daging di dada
Ibu Lilis dengan nikmat. Sementara itu, Ibu Lilis mulai mendesah-desah
dan menggelinjang. Kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam.
Goyangan-goyangan lidahku yang terus menjilati puting susu Ibu Lilis
yang tinggi dan lancip begitu bertubi-tubi tanpa henti. Ibu Lilis
menggerinjal-gerinjal dengan keras.
"Aaahh.. uuhh.. uuhh.." desahan-desahan kenikmatan semakin banyak bermunculan dari mulut Ibu Lilis.
Geliat-geliatan tubuhnya semakin menjadi-jadi karena merasa sensasi
yang luar biasa akibat sentuhan-sentuhan mulut dan lidahku pada ujung
syaraf sensitif di payudaranya. Urat-urat membiru pun mulai menghiasi
dengan jelas seluruh permukaan payudara yang super montok itu.
Masih dengan mulutku yang tetap berpetualang di dada Ibu Lilis yang
juga masih menggelinjang, aku membopong Ibu Lilis ke kamar. Kujatuhkan
tubuh Ibu Lilis di atas kasur spring bed yang sangat empuk. Saking
keras jatuhnya, tubuhnya yang aduhai itu sempat terlontar-lontar
sedikit sebelum akhirnya tergolek pasrah di atas ranjang itu. Setelah
itu, Ibu Lilis tetelentang di kasur dengan kaki-kakinya yang jenjang
terjulur ke lantai. Tubuh bugilnya yang putih dan mulus beserta
payudara yang montok dengan puting susu nan tinggi yang teronggok kokoh
di dadanya, memang sebuah pemandangan yang amat menawan hati.
Lalu aku berlutut di lantai menghadap selangkangan Ibu Lilis.
Kurenggangkan kedua kakinya yang menjejak di lantai. Dengan begitu aku
dapat memandang langsung ke arah selangkangannya itu. Bulu-bulu
kemaluan yang tumbuh di
padang rumput tipis yang menghiasi wilayah sensitif itu begitu menggelora nafsu
birahiku. Aromanya yang segar dan harum membuat nafsuku itu kian
meninggi. Kudekatkan mulutku ke bibir vaginanya dan kujulurkan lidahku
untuk mencicipi lezatnya lubang itu. Tubuh Ibu Lilis terlonjak keras
ketika kucucukkan lidahku ke dalam liang senggamanya. Kukorek-korek
seluruh permukaan lorong yang gelap itu. Begitu hebat rangsangan yang
kubuat pada dinding lorong kenikmatan tersebut, membuat
air bah segera datang membanjirinya.
"Ooohh.. uuhh.. aahh.." terdengar rintihan Ibu Lilis dari mulutnya yang megap-megap setengah membuka.
Kemudian aku berdiri. Dengan tangan bertumpu ke atas kasur, kucoba
mengarahkan ujung penisku ke lubang vagina yang lumayan sempit yang
tampak licin dan basah milik Ibu Lilis. Berhasil. Perlahan-lahan
kuhujamkan batang kemaluanku ke dalam liang senggama itu. Tubuh Ibu
Lilis berkejat-kejat dibuatnya merasakan nikmat penetrasi yang sedang
kulakukan saat ini.
"Aaahh.. oohh.." tak ayal jeritan-jeritan mengalir dari mulutnya.
Akhirnya batang keperkasaanku amblas semua ke dalam liang gelap
yang berdenyut-denyut milik Ibu Lilis diiringi dengan jeritannya.
Kenikmatan ini kian bertambah menjadi-jadi setelah aku melakukan
penetrasi lebih dalam dan intensif lagi. Gerakan memompa dari batang
kejantananku di dalam kemaluan Ibu Lilis semakin kupercepat. Terdengar
suara kecipak-kecipak dan lenguhan kami berdua karena terlalu asyiknya
kami bersenggama. Seiring dengan tangan yang kembali meremas-remas
perbukitan indah yang menjulang tinggi di dada Ibu Lilis, batang
kejantananku terus melakukan
serangan-serangan yang tanpa henti di dalam lubang senggamanya yang bertambah kencang
denyutan-denyutannya. Vagina memerah yang terus berdenyut-denyut dan
amat licin akibat begitu membanjirnya cairan-cairan kenikmatan yang
keluar dari dalamnya, terasa menjepit bnatang kejantananku. Demikian
sempitnya ruang gerak penisku di dalam lorong gelap itu, menjadikan
gesekan-gesekan yang terjadi begitu mengasyikkan. Ini merupakan sensasi
sendiri bagiku yang merasakan batang keperkasaanku seperti merasa
diurut-urut oleh seluruh permukaan dinding vaginanya. Mulutku pun tak
henti-hentinya menyuarakan desahan-desahan kenikmatan tanpa bisa
dihalangi lagi.
"Oiihh.. Soonn.. ohh.." Ibu Lilis menjerit-jerit tidak karuan, sementara tubuhnya juga melonjak-lonjak dengan keras.
Sekuat tenaga kuhujam-hujam penisku dengan lebih ganas lagi ke
dalam liang senggamanya. Rasanya hampir habis tenaga dan nafasku
dibuatnya. Tetapi nafsu birahi yang begitu menggelora tampaknya
membuatku lupa pada kelelahanku itu. Ini dibuktikan dengan sodokan
kejantananku yang berusaha menusuk sedalam-dalamnya. Bahkan
berkali-kali ujung batang kejantananku sampai menyentuh pangkal liang
tersebut, membuat Ibu Lilis menjerit keenakan.
"Soonn.. Soonn.. Aku.. mau.. keluar.." Ibu Lilis melenguh kencang.
Ia merasakan sudah tidak bisa menahan klimaksnya lagi. Akan tetapi,
aku belum merasakan klimaks sedikit pun. Langsung kutambah kecepatan
genjotan-genjotan batang kejantananku di dalam liang senggamanya.
Begitu buasnya sodokan-sodokanku itu, membuat tubuh Ibu Lilis
bergoyang-goyang hebat, dia merintih.. merintih.. dan merintih.
Akhirnya saat yang diharapkan itu tercapai. Aku melenguh panjang
merasakan
laharku muncrat, menyusul Ibu Lilis yang sudah terlebih dahulu memperoleh
orgasmenya. Begitu nikmatnya orgasme yang kurasakan itu sehingga
membuat
laharku bagaikan air bah menerjang masuk ke dalam liang
senggama Ibu Lilis. Kami berdua mengejang kencang saat titik-titik
puncak itu tercapai. Tapi kenapa batang kejantananku tidak mau
istirahat, dan masih terlihat perkasa.
Dengan segera aku berlutut di atas ranjang. Kuminta Ibu Lilis
untuk berlutut juga membelakangiku dengan tangan bertumpu di kasur,
jadi dalam posisi
doggy style.
Kemudian Lilis kudorong sedikit ke depan, sehingga pantatnya agak naik
ke atas, yang lebih memudahkan batang kejantananku untuk melakukan
penetrasi ke dalam lubang senggamanya. Setelah itu langsung kusodok
kemaluan yang sekarang sudah terlihat agak merekah itu dengan batang
keperkasaanku dari belakang. Tubuh Ibu Lilis terhenyak hingga hampir
terjungkal ke depan akibat kerasnya sodokanku itu, sementara mulutnya
menjerit keenakan. Dalam sekejap,
senjata-ku itu seluruhnya
ditelan oleh vagina itu dan langsung menjepitnya. Jepitan liang
senggama Ibu Lilis yang berdenyut-denyut menambah gairah birahiku yang
memang sudah menggelora.
Dengan cepat, kutarik kejantananku sampai hampir keluar dari dalam
liang senggamanya, lalu kutusukkan kembali dengan cepat. Kemudian
kutarik dan kusodok lagi, seterusnya berulang-ulang tanpa henti.
Doronganku yang keras ditambah dengan sensasi kenikmatan yang luar
biasa membuat Ibu Lilis beberapa kali nyaris terjerembab. Namun itu
tidak menjadi masalah sama sekali. Bahkan sebaliknya, membuat permainan
kami berdua menjadi kian panas.
Lalu, "Aah.. ah.. ah.. ah.." nafasku terengah-engah.
Kurasakan sekujur tubuhku mulai kehabisan tenaga. Tenagaku sudah
begitu terkuras, tetapi aku belum mau berputus asa. Kucoba mengeluarkan
sisa-sisa tenaga yang masih ada semampuku. Dengan sedikit mengejang,
kugenjot batang kejantananku kembali ke dalam luabng kenikmatannya
sekuat-kuatnya. Ibu Lilis pun tidak mau kalah, dia maju-mundurkan
tubuhnya dengan ganasnya. Akhirnya, Ibu Lilis melenguh panjang,
muncratlah
lahar-nya, disusul beberapa detik kemudian oleh kemaluanku.
Lalu secepat kilat kukeluarkan penisku dari dalam lubang kenikmatan Ibu
Lilis dan langsung jatuh terkapar di kasur. Lalu, Ibu Lilis langsung
meraih batang kejantananku itu dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Ibu
Lilis mengocok penisku itu di dalam mulutnya yang memang agak kecil.
Namun Ibu Lilis berhasil melumat batang keperkasaanku dengan nikmatnya.
Gesekan-gesekan yang terjadi antara kulit kemaluanku yang sensitif
dengan mulut Ibu Lilis yang basah dan licin ditambah dengan
gigitan-gigitan kecil yang dilakukan oleh giginya yang putih karena
pakai
"Smile-Up Man",
membuat aku tidak dapat menahan diri lagi. Muncratan-muncratan lahar
kenikmatan yang keluar begitu banyaknya dari batang keperkasaanku
langsung ditelan seluruhnya, hampir tanpa sisa oleh Ibu Lilis. Sebagian
meleleh keluar dari mulutnya dan jatuh membasahi kasur. Belum puas
sampai disitu, ia masih menjilati sekujur batang kejantananku sampai
bersih total seperti sediakala. Bukan main!
Lalu kami berdua tergolek di atas tempat tidur dengan tubuh telanjang yang dibasahi oleh keringat dan
lahar kami. Kemudian aku tertidur.
Tiba-tiba, "Aaauuwww..," kepalaku sakit sekali, terus aku terbangun
tetapi samar-samar aku melihat 3 orang sudah berada di sekelilingku.
Semuanya memakai seragam putih-putih. Satu cowok dan 2 cewek. Setelah
itu penglihatanku mulai jelas, dan benar dugaanku, aku sekarang berada
di rumah sakit. Tapi bagaimana bisa..? Terus apa yang kulakukan tadi
itu gimana..?
Agar aku tidak penasaran, kubertanya pada dokter. Lalu dia
menerangkan bahwa aku mengalami kecelakaan, terus terjadi gegar otak
ringan di kepalaku. Jadi apa yang kulakukan tadi itu hanya
MIMPI. Ohh.. betapa malangnya nasibku, ya nasib, ya nasib.