Baru tiga bulan aku menikah dengan seorang
gadis cantik keturunan Chinese bernama Tiara, pangilannya Rara. Aku
sendiri pria keturunan Chinese bernama Reno, dengan tinggi badan 185
cm, atletis. Aku memimpin suatu perusahaan yang aku rintis sendiri
bersama dengan kawan-kawanku dan lumayan sukses. Usiaku saat ini 28
tahun. Tiara adalah seorang gadis yang berwajah oriental dan cantik,
yang berusia 25 tahun. Dengan kelembutannya, dan tinggi badan 170 cm,
berat 47 kg, kulit putih mulus dan dada berukuran 34C, membuatnya
sempurna untukku. Pernikahanku yang baru seumur jagung ini tentulah
sangat dipenuhi oleh kemesraan dan kegembiraan yang nyata dalam
kehidupan kami. Fasilitas rumah besar dan dua mobil mewah dari orang
tua kami melengkapi semuanya itu.
Kehidupan sex kami juga cukup luar biasa, dimana hampir setiap
malamnya (dan terkadang paginya) kami lalui dengan cumbuan, foreplay
dan orgasme demi orgasme yang sangat memuaskan kami berdua. Tapi aku
punya suatu fantasi yang agak keterlaluan sebetulnya; yaitu aku ingin
menonton istriku yang cantik ini disetubuhi oleh lelaki lain yang dalam
bayanganku adalah seseorang yang berusia muda, ganteng, tegap, dst. Aku
ingin melihat istriku mengalami orgasme dan memberikan kepuasan kepada
lelaki itu di hadapanku. Fantasi itulah yang biasanya selalu berhasil
mengantarku ke orgasme yang hebat, baik pada saat aku sedang
bersanggama dengan istriku, maupun pada saat aku sedang melakukan onani
seorang diri.
Pernah kusampaikan kepada istriku pada saat kami sedang berhubungan
seks di suatu malam, dan tampaknya fantasi itu juga memicu birahinya,
terbukti dengan bertambah terangsangnya dia saat itu. Ceritanya
begini.. Pada saat posisinya di atas, dan penisku berada di dalam
vaginanya dan sedang seru-serunya dia bergoyang, kuremas lembut buah
dada 34C-nya dan kukatakan dengan napas terengah-engah karena kurasakan
orgasmeku hampir tiba dan vaginanya juga sudah mulai mencengkram batang
penisku.
"Sayanghh, aku ingin melihatmu ngentot sama cowok lainhh.. aahh..".
"Hmmhh? Emangnya boleh, say? Hmmhh?" Katanya sambil bergoyang dan memutar mutar pantatnya yang membuatku mendelik keenakan.
"Kalo boleh kamu mau? Ohh baby.. memek kamu ngejepit nihh. Ahh.."
ujarku lagi sambil terus meremas dan mengelus putingnya yang sudah
sangat tegang dan merah kecoklatan itu.
"Ahh.. tau ahh.. kamu ngaco ajahh.. ohh baby, kontol kamu udah makin keras. Gede banget, say. Oughh.."
"Aku pengen lihat kamu sepongin dia dan dia jilatin memek kamu.. Ouuhh yess.. terus sayangghh, puter terus pantat kamu.. aahh."
"Terushh? aahh.. kamu nggak cemburu emangnya? Ahh.. oohh.. gila,
kontol kamu enak banget sih, say?" Goyangannya makin hot dan seru,
sedangkan vaginanya makin mencengkram keras batangku.
"Nggak, babe.. aku nggak cemburu.. oohh.. aku udah mau sampai
nih.. aku pengen kamu dientot cowok lain sambil aku tontonin.. aahh
baby.. aku keluarr.. aagghh.."
Maniku menyembur di dalam vaginanya dengan deras sambil tanganku
mencengkram erat pinggulnya. Dan tampaknya hal itu dan fantasiku ikut
memicu orgasmenya juga.
"Ohh yess.. oohh yess.. aku keluar juga, sayangghh.. aagghh.."
Tubuh mulus istriku ambruk di atas tubuhku, matanya terpejam dan vagina
berkedutan cukup lama juga, sambil kupeluk dan kuelus punggung dan
pantatnya.
Beberapa saat setelah itu, dengan tubuh basah berkeringat, kami
berciuman mesra. Hawa AC yang dingin merasuki tubuh kami. Dengan
gayanya yang khas dan manja, Tiara menyusup kebalik selimut dan tidur
di dadaku. Tangannya mengelus-elus dadaku dan aku mengelus rambutnya,
meresapi apa yang baru saja kami nikmati bersama.
Tiba-tiba dia sedikit mengangkat tubuhnya dan memandangku
dalam-dalam, lalu berkata, "Yang kamu bilang tadi beneran apa cuma lagi
napsu doang sih, say?" Tangannya yang iseng menarik-narik jembutku yang
kusut dan basah terkena cairan vaginanya campur keringat.
"Emm.. beneran dong. Kenapa?" Aku iseng juga dan kupencet
hidungnya yang mancung. Dengan bercanda dia berontak dan pura-pura mau
menggigit tanganku yang iseng tadi.
"Gila ih. Itu kan nyeleweng dong artinya? Kok kamu malah nganjurin aku buat nyeleweng?"
"Nyeleweng atau nggak itu sih terserah deh. Namanya juga fantasi.
Boleh dong?" Aku menjawab sekenanya lalu beranjak bangun dari ranjang
mau ke kamar mandi. "Udah, mandi dulu, yuk? Udah gitu kita bobo." Dia
kembali tiduran dan bengong memandangi langit-langit kamar.
*****
Besok paginya aku terbangun oleh ciuman di bibirku. Istriku tampak
baru selesai mandi dengan rambut yang masih basah dan tubuh hanya
terbalut g-string putih.
"Jam berapa nih, kok udah keren?" kataku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
"Yee.. udah jam 6 lho. Ayo bangun, nanti telat ngantor. Sikat gigi gih. B-a-u deh mulutnya. Hihi."
"Salah sendiri nyium. Pasti bau dong. Namanya juga fresh from the oven. Ngapain pake g-string segala?"
"Aku mau pake rok mini putih hadiah dari mami kamu. Itu rok rada tipis deh kayaknya. Kalo pada cel-dal biasa nanti jelek."
"Apa boleh ngantor pake rok seksi macam gitu?" tanyaku polos.
"Nggak tau juga. Biar aja ah. Model-modelnya kan juga suka pake
mini-minian begini. Aku nggak mau kalah ceritanya. Hahaha." Rara
bekerja di salah satu perusahaan advertising terkemuka di Jakarta, yang
memang sering menggunakan jasa para model (amatir dan pro).
Aku nggak jawab lagi dan langsung lompat ke kamar mandi yang
kebetulan ada di dalam kamar tidur kami. Iseng, kucolek buah dadanya
yang masih telanjang dan selalu bikin mataku jelalatan dan penisku
tegang, sambil tangan yang satunya lagi mengelus buah pantatnya.
"Idih, amit-amiit! Pelecehan seksual tuh, tau! katanya pura-pura marah, sambil nyentil penisku. Aku meringis kesakitan.
"Aduh.. atit ya, cayang?" katanya menyesal sambil mengelus penisku.
"Sini aku sembuhin.." Sambil berkata begitu, dia melorotkan celanaku
dan penisku yang memang tegang sejak bangun tadi, diremas dan
dikulumnya sambil lidahnya berputar di kepala penisku.
"Oh my God.." aku kaget banget api seneng juga. Tapi baru beberapa isapan, dilepasnya lagi.
"Udah ah.. nanti dia GR. Kalo GR, dia suka pusing dan muntah lho!" katanya sambil mengedipkan matanya lucu.
Aku jadi gemas dan penasaran, tapi kulihat jam terus bergerak, dan
aku ada janji ketemu seseorang untuk breakfast. Oleh karenanya
kubiarkan dia lolos kali ini, dan terus bergegas mandi.
*****
Tepat aku lagi mulai meeting direksi di kantorku jam 2 siang, telepon genggamku berbunyi. Tiara meneleponku.
"Halo?"
"Hi, sayang.. lagi ngapain kamu?"
"Aku lagi meeting nih. What's up, babe?" Para anggota direksiku saling lirik dan tersenyum.
"Pak Romi mesra banget ya? Maklum pengantin baru sih." Pak Jerry, direktur operasiku bercanda sedikit. Aku cuekin saja.
"Sayang, nanti malem temenku Si Ayu ngajakin double date di
Fountain Lounge Grand Hyatt." Tiara menjawab renyah. "Mau ya?
Pleasee.."
"Acara apaan sih? Ya OK lah. Dia mau traktir emangnya?"
"Tauk. OK ya, Jam sembilan kita ketemu mereka di sana. Have fun with the meeting, say. Bilangin direkturmu jangan iseng."
"Iya, iya. See you, babe." Kututup teleponku sambil melotot ke Pak Jerry yang tetap cengar-cengir.
Ayu ini sebenarnya adalah istri dari sahabatku, Sonny, yang adalah
putra satu-satunya dari seorang pilot senior Garuda Indonesia yang
sekarang menjabat sebagai direktur di salah-satu perusahaan
penerbangan. Beliau ini masih keluarga keraton Solo, tapi sudah amat
sangat liberal dan sudah nggak ada lagi tanda-tanda kekeratonannya.
Apalagi Sang Sonny sendiri yang cuek luar biasa di dalam pergaulan dan
topik pembicaraan. Kalau obrolan yang menyerempet soal seks, Sonny ini
juaranya. Aku kenal dia sejak masih SMP di bilangan Menteng. Orangnya
sangat ganteng dan berpenampilan macho. Perawakannya tidak jauh berbeda
denganku, hanya dia lebih pendek sedikit saja. Ayu berperawakan
rata-rata wanita Indonesia. Yang paling menarik darinya menurutku ialah
bibir yang ranum dan matanya yang bulat cantik.
Sorenya kujemput istriku di kantornya di daerah Kuningan (kantorku
sendiri di daerah Kebayoran Baru). Di perjalanan dia tertidur pulas
sekali sambil merebahkan kepalanya di bahuku. Aku duduk sambil membaca
majalah Times. Kulirik sopirku. Dia kelihatan mulai senewen dengan
kemacetan Kuningan. Maklumlah hari Jumat sore. Sudah pasti rush hour
gila-gilaan. Sopirku ini sudah menjadi sopir pribadiku sejak aku kelas
2 SMA. Aku sudah sangat akrab padanya. Dia adalah keponakan dari sopir
papaku, usianya sekarang 34 tahun. Namanya Hermansyah, kusingkat Maman.
Wajahnya cukup ganteng, tapi orangnya rada kecil untuk cowok. Tebakanku
tingginya cuma 160 saja. Tapi badannya jadi. Maklum, dia kubuat jadi
teman sparringku di kelas tinju dan fitness. Dia lulus SMA, ingin
kuliah, tapi nggak ada biaya. Lalu jadilah dia sopirku.
"Santai aja, Man. Tapi kalo nabrak gue timpe lu. Mobil mahal nih."
"Iye, bos (dari dulu manggil aku dengan "Bos"). Udah, ente tidur
aja kayak Mbak Rara. Ane jagain mobilnye. Lagian kalo kagak mahal,
bukan mobil ente dong. Hehehe"
"Nah lu tau tuh. Hehehe. Bisa aja lu, Man. Gue kasih bonus deh lu. Gaji lu gue potong 25%."
"Waduh, bos. Apa kata bos aja dah. Ma kasih ye, bos!" Sambil
ngomong gitu dia nengok ke belakang sambil matanya melirik ke paha
istriku yang terbuka 1/2-nya akibat rok mini putih nan tipis itu.
Kudiamkan saja.. penisku malah tegang. Aku rasa aku benar-benar punya
kelainan seks.
*****
"Hei, Son!" aku sedikit berteriak ke arah sahabatku yang celingukan mencari-cari kami di Fountain Lounge.
Kulihat Ayu berpenampilan cukup seksi dengan gaun malam coklat muda
panjang sampai ke tengah betisnya, tapi dengan belahan cukup dalam
sampai ke tengah pahanya. Waktu duduk ia menyilangkan kakinya dan
posisiku cukup jelas untuk melihat paha putih mulusnya yang sedikit
tersingkap.
"Rom, mata lu juling banget lihat paha bini gue." Sonny menyentakku. Sialan nih orang, pikirku.
"Ah, nggak.. gue kan dikasih lihat, bukannya ngelihat. Banyak bedanya lho."
Kami pun berderai-derai tertawa. Kulirik istriku, Rara, hanya mesem-mesem aja. Mungkin gondok juga kali dia.
Rara juga terlihat seksi dengan celana hitam ketat dan baju hijau
muda tanpa lengan yang berdada agak rendah. Ditambah sepatu hak tinggi
hitamnya, dia kelihatan sangat sophisticated.
"Bini lu makin mengkilap aja nih, Ren. Ra, peju Si Reno cocok buat lu ya?" Sonny menyambar cepat.
Memang begitulah orangnya. Bicaranya kacau abis.
"Gila lu, Son. Kalo orang denger, dikirain elu mabok kali." Rara
menyahut kesal, tapi tetap bercanda, karena sudah tahu adat dan gayanya
Sonny.
Kami pun minum-minum sambil ngobrol ke sana-kemari dengan serunya.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 11 pm. Aku bangkit pengen pipis.
"Gue ke toilet dulu ah. Birnya mulai bekerja nih," kataku santai.
"Gue juga, man. Cewek-cewek tunggu di sini ya. Kalo ada yang nawar,
kasih harga tinggi. Nanti Om Sonny yang atur persenannya buat you
berdua. Hahahaha."
"Mau pipis aja kok heboh sih kamu, Mas." Intan berkata sambil
mengeleng-gelengkan kepalanya dan memandang suaminya, Sonny, dengan
tatapan setengah tidak percaya. "Cepetan ya. Nanti ada yang nawar
beneran, baru tahu rasa."
Di toilet aku melirik Sonny yang sedang pipis di sebelahku, dan
bilang, "Son, gue rasa gue punya kelainan seks. Gue punya fantasi
pengen ngeliat bini gue digituin sama cowok laen. What do you think,
man?"
"Yang bener lu? Hehehe, dari dulu gue udah rasa lu rada maniak.
Tapi baru sekarang gue yakin. Ini fantasi dikala horny aja apa
beneran?"
"Gue yakin ini beneran."
"Sarap lu ye. Gue bantuin deh lu. Mau kagak?"
"Rara sama lu? Bisa-bisa gue impoten ntar abis ngeliat. Thanks but
no thanks, bro. Hehehe. Kenapa? Lu horny ya ngeliat bini gue? Sama
dong. Hahaha."
"GR lu. Mau kagak? Gue banyak pesenan laen nih. Ini antara temen aja, free trial, gitu. Hahaha."
"OK."
"Hah? OK? Bener nih ya. Awas lu nyesel. Tapi bini gue gimana? Kagak
boleh buat lu, setan. We're not exchanging anything here, buddy."
"Yah, terserah lu lah. Tapi gue pesen satu aja: pake kondom."
"Off course, my man. You think I'm dumb?"
"Yes. Hehehe. Let's go back out. Caranya gue serahin sama lu aja."
"Sip. Let's go."
Sekembalinya kami dari toilet, kulihat para istri kami sedang asik
ngobrol dengan tiga orang lelaki keturunan India. Ayu diapit oleh dua
orang dan yang seorang lagi duduk di sebelah Rara. Dari gayanya, kami
tahu bahwa India-India iseng itu mengira istri-istri kami adalah
cewek-cewek gampangan. Tangan seorang yang duduk di sebelah Ayu malah
sudah diletakkan di atas paha Ayu. Kulihat Ayu mencoba menepisnya, tapi
tidak dengan sepenuh hati. Mungkin dia suka juga? Yang duduk di sebelah
Rara masih agak sopan, dan hanya memeluk bahunya. Kulihat Rara agak
menjauh sedikit dan melotot galak ke arah India gokil itu.
"Wow, dude.. bisa keduluan sama India-India bangsat itu nih, gue."
Sonny nyeletuk asal sambil bergegas ke arah Ayu dan Rara. Aku
mengikutinya perlahan. Kupikir, the more, the merrier. Kulihat Sonny
berbicara sesuatu dengan orang-orang itu, dan lalu mereka ngeloyor
pergi sambil tertawa-tawa. Kedua istri kami pun ikut tertawa lebar.
"What's up, Son?" tanyaku setelah duduk lagi, kali ini di sebelah Ayu.
"Nggak, gue bilangin aja kalo dua cewek ini udah kita sewa buat
seminggu. Udah lunas, pula. And we're sorry but we're not sharing them
with anybody."
"Emang gila deh lu, Son." Rara berkomentar sambil masih tertawa.
"Tapi suka kaann.." Sonny memandangi wajah Rara begitu dekatnya. Rara jadi rada kikuk, dan kulirik Ayu malah mesam-mesem doang.
"Idiihh.. apaan sih lu. Jauhan dong.. mulut lu bau. Jangan
deket-deket muka gue. Reenn.. tolong dong. Temen kamu sinting nih.
Minumnya cuma segelas, maboknya kayak minum sepetii."
Tawa kami meledak mendengar ucapan Rara. Dan kira-kira pukul satu, kami memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, Sonny sempat membisikiku, "Ren, besok siang gue ke
rumah lu. We will start to realize your fantasy, man." Penisku langsung
tegang membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
*****
Pukul 11 siang bel rumahku berbunyi. Aku sedang menonton TV di
kamarku. Rara mungkin sedang membantu Mbak Wani, salah seorang pembantu
RT kami memasak makan siang kami. Aku mengintip dari kamarku yang di
lantai dua yang kebetulan menghadap ke jalan dan ke pagar rumahku.
Sonny sudah di depan muka rumah bersama Ayu membawa keranjang berisi
jeruk dan pisang. Segera aku bergegas turun dan membukakan pintu utama
rumah kami.
"Siang, bos. Wah, gue kirain elu belom mandi. Ternyata sudah keren.
Makanannya udah ready nih?" Si Sonny nyerocos begitu melihatku di pintu
muka.
"Ampirlah. Masuk yuk. Wah, bawa pisang nih." Langsung kuambil
keranjang buah itu dari tangan Ayu dan kucomot sebuah pisang yang
langsung saja kumakan.
"Raa.. Mas Sonny dan Mbak Ayu udah dateengg." Setengah berteriak aku memanggil istriku yang sedang masak di dapur.
Rara melongokkan dari arah dapur. Astaga! Ternyata dia masih
memakai baju tidurnya yang berupa kaos you-can-see dan hot pants warna
biru muda dengan kaki telanjang. Bodynya yang aduhai hanya tertutup
sepertiganya saja kalau begini.
"Bentar ya, sodara-sodara. Aku masih masak nih. Yu, bantuin gue
yuk! Cobain nih kurang apa." Rara menyahut dengan semangat. Ayu
langsung ngeloyor masuk dapur. Aku perhatikan Si Ayu memakai rok span
warna merah darah dan kaos tanpa lengan warna kuning muda.
"So, what's up, my brotha, what do you have in mind?" Aku langsung
saja sambil mengedipkan mataku ke Sonny yang duduk bersamaku di ruang
tamu.
"Just chill, bro. I told you I'll handle it, I will handle it." Sonny mengangguk yakin kepadaku.
Nggak lama kemudian.."Cowok-cowok, lunch is served." Ayu memanggil
kami di ruang tamu dengan gaya seorang chef kawakan dengan celemek dan
serbet makan yang disampirkan di lengannya sambil setengah membungkuk.
"Nah, gitu dong. Although I'd rather eat you, love." Sonny berkata
begitu sembari beranjak bangun menuju ke ruang makan sambil mencubit
pipi istrinya mesra. Aku meringis saja.
"Kalian makan duluan deh. Gue mau mandi dulu sebentaar aja." Kata Rara sambil lari kecil naik tangga ke kamar kami.
"OK, ma'am. Tapi kita tungguin deh, asalkan beneran cuma sebentaar
aja." Sonny menggoda istriku. Istriku meresponnya dengan memeletkan
lidahnya ke arah Sonny.
"Lu diam di sini dulu, ya. Nanti kira-kira lima menit, lu susul
gue ke kamar lu. OK?" Sonny membisikiku. Ayu kebetulan sedang ngobrol
dengan Mbak Wani dan tidak melihat ke arah kami.
"Hah? Sinting apa lu? Tapi whateverlah. OK." Kataku perlahan.
Benar, kira-kira lima menit setelah Sonny naik ke kamarku, aku
menyusulnya. Setibanya aku di depan pintu kamar mandi yang terbuka
sedikit.. wow.. kulihat Sonny sedang mengintip Rara yang sedang
melucuti bajunya yang hanya dua lembar itu satu persatu.
"Goddamn, bini lu bodynya bikin gue geregetan aja." Bisik Sonny.
"Eh, monyet, gue kagak pernah minta lu ngintip. Sial, lu." Aku agak kesal juga, merasa dikerjai.
"Tenang, broer. Ini step by step. Let the pro do it. You, horny bastard, just shut up and sit tight."
"Gue hajar lu. Kalo dia teriak, satu rumah denger, kita bisa cilaka, sompret."
"Soon! Reenn! Mana sih kalian?!" kudengar Ayu berteriak memanggil
dari bawah. Istriku juga pasti dengar, tapi cuek saja, lalu dengan
bertelanjang bulat masuk ke dalam bath up, siap-siap mau mandi. Kami
mashi terus mengintip.
"Lu turun dulu ke bawah, tenangin bini gue, OK?" bisik Sonny.
"OK." Aku beranjak perlahan pergi. Nggak tau mau ngomong apa ke Ayu, tapi penisku sudah tegang abis, seperti mau pecah rasanya.
"Yu, Si Sonny lagi nonton basket di kamar gue. Seru juga sih,
lagian Rara kan masih mandi. Lu mau nonton juga?" Aku yakin Ayu pasti
nggak akan berminat, karena dia paling benci sama yang namanya
pertandingan basket. Konyol, katanya.
"Nggak ah, gue di sini aja nonton TV di bawah. Buruan dong. Kan gue juga lapar nih."
"Beres, manis."
"Genit lu ya kalo nggak ada siapa-siapa." Ayu menyahut sambil
tersenyum manis. Aku nyengir aja, sambil lari lagi naik ke kamarku.
Sampai di sana, aku masuk dan kukunci kamarku perlahan.
"Gimana, Son?"
"Udah selesai mandi tuh. Wuih, gila, gue ngaceng berat nih, pren. Kagak nyesel nih lu?"
Aku diam saja. Nggak lama Rara keluar dari kamar mandi, seperti
kebiasaanya, telanjang total hanya bercelana dalam saja. Rambutnya
masih basah karena keramas.
"Aahh!" Rara menjerit kaget setengah mati melihat ada Sonny di
situ. Dia mau lari lagi masuk ke kamar mandi, tapi tangan Sonny cepat
menangkapnya. Rara meronta-ronta dan aku diam saja sambil menelan
ludah.
"Tenang, sayang.. tenang.. gue di sini cuma mau bantuin lakilu
memuaskan fantasinya." Sonny berujar perlahan sambil tangannya tetap
mencengkram tangan Rara.
"Ren, kamu bener-bener gila ya. Ini apa-apaan sih?" Rara marah sekali melihat ke arahku. Aku cuma membuang muka saja.
"OK, karena kamu benar-benar sinting, aku juga bisa sinting. Tapi
jangan menyesal nanti." Rara berkata begitu sambil memeluk Sonny dan
mencium bibirnya walaupun masih agak ragu. Tangan mereka bergerilya
kemana-mana. Buah dada Rara yang ranum menjadi target bibir dan lidah
Sonny yang dengan bernapsu menjilat dan menyedotnya. Rara menggelinjang
nikmat. "Mmhh.. Son.. remes dong Son.. pelan aja.. ahh.." Rara rupanya
naik juga birahinya.
"Mmhh.. yeaahh.." Sonny mendongak terpejam saat Rara meremas penisnya dari balik celana jeansnya. "Buka aja, sayang.."
Aku sudah napsu berat, kukeluarkan penisku, dan mulai mengocoknya
sambil masih berdiri. Kulihat Rara jongkok di depan Sonny, masih di
depan pintu kamar mandi yang terbuka sambil mengeluarkan penisnya dari
balik resleting dan mulai menyepongnya habis-habisan. Lidahnya bermain
di kepala dan kedua buah pelir Sonny. Dikulum, dihisap, dijilat, you
name it, she is doing it. Dia melakukannya sambil melirik Sonny dan aku
bergantian.
"Isep, sayang.. yeaah, gitu.. uuhh.. bini lu hebat, man.
Hebaatthh.. aahh.. jebol deh gue.. aarrghh!" Sambil berkata begitu, air
mani Sonny tumpah di dalam mulut Rara yang langsung ditelannya. Melihat
itu, aku nggak tahan lagi, dan air maniku pun langsung menyembur ke
lantai. Lemas, aku terduduk di ranjang. Rara pun bangkit berdiri sambil
memandang Sonny.
"Enak, Son? Hmm?" kata Rara setengah berbisik.
Sonny masih terpejam dan menganggukkan kepala sambil menelan ludahnya.
"Kalah deh Si Ayu. Sedotan lu gila banget, Ra. Ren, you're a lucky motherfucker, you know?"
"I know, man. Thanks berat. Ini rahasia kita aja ya." Sahutku santai.
"Yuk, turun. Nanti Ayu curigation, lagi. Ra, kamu turun dulu, say.
Bilangan Ayu "Pertandingan basketnya" sudah ampir selesai. Nanti kita
nyusul."
"OK." Rara bergegas berpakaian dan langsung turun. Aku sedikit lega karena sebagian fantasiku sudah terpuaskan.
"Reno, my man. If you need us to go any further than that, just
ask, buddy. Hehehe." Sonny ngomong gitu sambil membetulkan pakaiannya.
Aku ngangguk saja, ikut berberes, dan membersihkan lantai yang terkena
semburan maniku barusan.
*****
Seusai makan siang yang dipenuhi dengan canda dan obrolan seperti
biasanya, kami bersantai di kebun belakang rumah kami sambil makan
buah-buahan yang dibawa Sonny dan Ayu. Kami duduk di meja bundar yang
ada di tengah-tengah kebun kami. Aku, Rara, Sonny, Ayu. Sonny melirik
Rara yang pura-pura tidak melihatnya sambil terus ngobrol denganku dan
Ayu.
Tiba-tiba Rara beranjak bangun.
"Mau pipis", katanya.
Sambil berdiri begitu, sambil tangannya mengelus penis Sonny.
Kurasa Ayu tidak memperhatikannya karena sibuk berkomentar tentang
bunga-bunga yang kelihatan indah sekali sore itu. Sonny memandangiku
sambil nyengir. Kukedipkan mataku kepadanya sambil meladeni ocehan Ayu.
Sejam kemudian mereka pamit pulang.
*****
"Do you like it?" aku bertanya pada istriku sebelum tidur malam itu.
"Hmm? I think I do." Rara membalas menjawab sambil memeluk dadaku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
"Mau coba lebih lagi?" aku bertanya singkat.
"Terserah kamu, sayang." Balasnya sambil mengelus penisku yang sudah berdiri.
"Idih, kok udah ngaceng sih ininya?" katanya lagi sambil merogoh kedalam celana tidurku yang komprang tanpa celana dalam.
Dia mulai mengelus-elus kepala penisku dan mulai mengocoknya perlahan.
"Ahh, baby.. I want you to fuck him." Kataku dengan napsu yang sudah naik.
"I know, baby.." sambil berkata begitu, kepalanya menyusup kebalik selimut dan mengulum penisku.
"This is what I did to him. Tell me how you like it.." Kurasakan
air maniku segera terkumpul akibat sedotan, jilatan dan kulumannya di
penisku.
"Sayang, kamu bakalan bikin aku keluar nih.. telan ya.. mmhh..
oohh." Gila, belum pernah aku keluar secepat itu. Kurang dari 2 menit
saja! Istriku memang luar biasa tehnik oralnya. Maniku ditelannya.
"Baby, I need you to fuck me. Pleasee.." Rara menggelinjang sambil
tangannya meremas toketnya sendiri dan lalu mengelus vaginanya yang
sudah basah. Sejak kapan dia nggak pakai baju lagi?
"Aku nggak mau.. the next fuck you'll get will be from Sonny,
babe." Aku berkata dengan kejam sambil membereskan celanaku dan tidur
pulas.
*****
Dua hari kemudian, aku masih belum bersanggama dengan Rara. Malam
harinya, sekitar pukul 7, Sonny menelponku saat aku baru selesai mandi.
"Ren, bini gue lagi ke Yogya, ada sodaranya yang meninggal. Gue
udah cari alasan biar nggak ikut. So, I'll have 2 days Off. What's up?"
"Perfecto. Si Rara udah horny berat nih. Nggak gue masukkin udah dua hari. Lu dateng deh sekarang."
"Say no more, buddy." Sonny menutup teleponnya. Kira-kira setengah jam kemudian dia sudah sampai. Rara yang membukakan pintu.
Begitu melihat Rara, Sonny langsung memeluk dan mencium lehernya.
"Hello, doll. Miss me?" Ini orang cool juga, pikirku.
"Mmhh.." Rara menggelinjang senang. "A lot. You come for me, or what?"
"No, I come for my buddy. YOU will make me cum." Sonny menyeringai.
"And I will make you cum with me."
Sonny langsung menggandeng Rara ke kamar tidur kami. Aku mengikuti dari belakang.
"Strip for us. And masturbate, but stop when you are about to cum."
Sonny memerintah Rara sesampainya di kamar. Aku menyetel CD jazz yang
lembut untuk menunjang suasana.
Rara melucuti pakaiannya satu persatu sambil meliuk-liukan
tubuhnya yang sintal mulus itu. Mau tidak mau, kami berdua menelan
ludah berkali-kali. Lalu setelah bugil total, ia membelakangi kami dan
membungkuk. Dengan tersenyum ia menoleh ke arah kami dan menjilat jari
tengah kanannya. Lalu dengan sensualnya ia mengelus sepanjang bibir
vaginanya dan dengan perlahan memasukkan jari tersebut ke dalam
vaginanya keluar masuk kira-kira lima kali.
"Ouhh.. it's so wet, boys.." katanya seraya menjilat kembali jari itu.
"And it taste so yummy.." Kami kembali menelan ludah dengan tangan kami mengelus penis kami masing-masing.
Ia kemudian berbalik menghadap kami, dan berjalan menghampiri Sonny. Ia
lalu berjongkok di antara selangkangan Sonny yang duduk di pinggir
ranjang bersamaku menonton aksinya. Celana Sonny dibukanya dan penisnya
dielus dan diremas lembut.
Kulihat kepala penis Sonny sudah sangat basah, dan makin basah karena sekarang Rara mulai menjilatinya.
"Ahh, Raa.. terus sayanghh.." Sonny menggelinjang nikmat dan aku mulai mengocok penisku perlahan.
"Enak, Son? Hmm? Mau diisep lagi kayak kemarin?" Rara dengan seksinya melirik ke arah Sonny.
"Yess.. please, babe.. suck my cock.."
Tidak perlu disuruh dua kali, Rara mengulangi aksinya. Tapi kali
ini hanya sebentar saja. Mungkin dia takut Sonny keburu keluar lagi.
Tidak berapa lama kemudian, Rara menelentangkan tubuhnya di lantai
kamar yang berlapis kayu sambil meremas-remas dadanya, dan tangan yang
satunya bermain lincah di vaginanya. Kami ikut bertelanjang bulat
sambil duduk di sebelah kanan dan kirinya.
Beberapa saat kemudian Rara mulai mengerang dan menggelinjang.
Napasnya terengah-engah dan mukanya memerah. Pinggulnya
terangkat-angkat dan membuat gerakan memutar perlahan. Remasan di
dadanya mulai agak kasar. Puting susunya dipelintir olehnya sendiri,
dan vaginanya mulai mengeluarkan cairan kental dan berbau khas. Dia
sudah diambang orgasme. Sonny dengan sigap menangkap kedua tangannya
dan langsung menindihnya.
Dengan satu hentakan, penisnya menyeruak ke dalam vagina istriku. Pinggul Sonny mulai bermain.
"Aahh.. aahh.. yess.. oouuhh.." Rara meracau nggak karuan.
Aku juga hampir pingsan karena napsuku. Tanganku mengocok penisku dengan cepat.
"Ohh.. Soonn.. kontol lu gede banget banget, sayang.. aahh.. ahh..
ahh.. gue mau sampe nih, Soonn.. oouugghh.. gue keluar, Soonn..
aarrgghh!" Rara menjerit-jerit merasakan nikmat yang menhantam seluruh
sendinya.
"Ra.. di dalam apa di luar.." Shit.. aku baru sadar kalau Sonny
lupa pakai kondom! "Di mana, Raa?" Sonny mempercepat goyangannya.
"Di luar, Son.. uuhh.." Rara udah lemas sehabis orgasme. "Wow..
anget banget, sayang.." ucap Rara lembut saat penis Sonny berkedutan di
atas perut Rara yang putih dan rata. Tangan Rara cepat mengurut-urut
penis Sonny yang sedang memuntahkan laharnya.
"Ooh fuucckk.." Sonny ambruk di atas tubuh istriku. Aku juga mempercepat kocokanku dan nggak lama..
"Baby, I'm coming.." aku terengah-engah mengarahkan penisku ke mulut Rara.
"Sini, sayang.. aku mau kamu punya.." Rara membuka mulutnya lebar dan kusemburkan maniku ke dalam mulutnya..
"Telen sayang.. yeaahh.. agghh!" Orgasmeku menghantamku dan penisku
berkedutan di dalam mulut Rara. Dengan lembut Rara menjilati dan
mengulum penisku.
Seluruh adegan itu memakan waktu hanya 1.5 jam saja. Sonny lalu pamit pulang segera.
"Thanks, Son." Kataku waktu mengantarnya ke depan pintu. Rara sudah tertidur di kamar kelelahan.
"Anytime, buddy. Memek bini lu luar biasa."
"Ayu punya gimana? Emangnya nggak seenak Rara?" ujarku iseng aja sebenarnya.
"Hehehe.. lu coba aja sendiri. My treat. Tapi itu kalau dia OK. Later, man. Let's do lunch tomorrow."
Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepala.
*****
Besoknya aku makan siang bersama dengan Sonny di daerah Kemang.
Sambil ngobrol ngalor ngidul, Sonny berkata, "Besok malam Ayu sampai di
rumah. Still interested?"
"Well, gue sih OK banget kalo lu berdua OK juga. Rara gimana?" kataku pelan.
"Ajak aja besok. Gue punya rencana nih. Kita bisa nonton live show barangkali. Hahaha."
Deg. Jantungku berhenti sejenak. Sonny memang gila, kayaknya. Tapi kegilaan yang mengasyikan.
"Are you serious? Gimana caranya? Mana mau mereka?"
"Serahin aja sama Om Sonny. Lu tau beres dan ngecret aja deh
pokoknya. OK ya. Gue musti balik ke kantor nih. Masih ada urusan. See
you tonite."
"See you, bro."
*****
Akhirnya malam yang kunantikan tiba juga. Sekitar pukul 9 aku dan
Rara sudah sampai di rumah Sonny dan Ayu di Permata Hijau. Kukatakan
pada Rara bahwa another fantasy is waiting. Dia excited sekali dan siap
dengan busana yang sangat frontal memamerkan keseksian tubuhnya. Kaos
hitam yang hanya berupa kemben seperut dan rok mini hitam ketat dari
bahan kulit membalut tubuhnya. Sepatu hak tinggi hitam menghiasi
sepasang kaki panjang mulusnya.
Ayu membukakan pintu rumahnya dengan pakaian yang tidak kalah
seksinya. Rok sebetis dengan belahan di bagian belakang yang dalam ke
tengah pahanya dan atasnya kemeja tipis longgar tanpa BH sehingga kami
dengan jelas melihat putingnya yang tegak menantang.
"Come in," katanya seraya tersenyum manis pada kami.
"Kita main strip poker malam ini. I heard you guys were having a
grand time while I was gone. Curang! Kok nggak ngajak-ngajak sih?"
Kami cuma bengong saja mendengar penuturannya.
"Emangnya OK buat lu, Yu?" Tanyaku. Rara sudah merah padam wajahnya.
"Sure, sex is a sport. And I need to have some exercise. Hahaha." Busyet, udah ketularan lakinya nih, pikirku.
Tanpa ragu-ragu, Ayu menggandeng Rara dan mencium pipinya yang masih kemerahan karena kaget campur malu.
"Come on, girl.. don't be like that. What are best friends for? To
fuck each other brains out!" tawanya berderai-derai disambut dengan
tawa Sonny dari dalam rumah.
"Bisa aja lu, Yu.." Rara yang sudah santai kembali sekarang menyahut.
"Abis ini nih, Reno, gara-garanya."
"Tapi suka kaan.." sekali lagi Sonny yang tiba-tiba sudah disamping Rara mendekatkan wajahnya ke wajah Rara.
"He-eh. Suka banget." Rara berkata begitu sambil meremas penis Sonny.
"Kontol laki lu ini bikin gue kelojotan kemaren malem nih, Yu."
"Kalo gitu kontol lakilu musti bikin gue kelojotan dong malem ini,
biar satu sama." Ayu berkata sambil melirik nakal padaku. Aku jadi
tertawa kecil, namun penisku sudah tegang sekali rasanya.
"But first let's have dinner!"
*****
"Mmhh.. Ren.. jilat terus itil gue.. aahh iyaa.." Ayu mendesah
lembut ketika aku mulai menjilati kelentitnya yang sudah membesar di
atas sofa living roomnya. Rara dan Sonny menonton sambil keduanya
mengelus-elus sendiri tubuh mereka yang sudah telanjang bulat.
"God.. suck my clit, honey.. yess.. you're gonna make me come..
oouuhh!" Jeritan lirih Ayu cukup keras. Untung saja para pembantu RT
sudah di perintahkan untuk pergi keluar rumah malam ini. Jadi hanya
tinggal kami berempat saja.
Kusodok-sodokan lidahku kedalam vagina Ayu yang sedang
mengeluarkan cairan kenikmatannya. "Tell me what you want, babe."
Kataku sekenanya. Penisku sudah mulai mengeluarkan cairan dan terasa
hangat.
"I want you to fuck me and make me cum.. do it now.." Ayu meracau
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya akibat terserang birahi yang
bertubi-tubi.
Kulirik Rara dan Sonny yang sedang bergumul 69 di lantai di bawah
sofa itu. Erangan dan rintihan mereka cukup membuatku dan Ayu semakin
beringas. Segera kuposisikan penisku ke lubang kewanitaannya. Bless..
aahh.. hangat sekali di dalam sini. Ayu dengan ahlinya mengencangkan
otot vaginanya saat aku mulai menggenjotnya. Setelah beberapa kali
ayunan pantatku, aku rasakan maniku mulai membludak.
"Yu.. gue bisa nggak tahan kalo lu gituin terus memeknya.. oohh.. uuhh.." aku mulai merasakan denyutan di pangkal penisku.
"Hmmhh.. biarin.. gue juga udah dikit lagi sampai kok.. hh.. lepas
di dalem aja.. gue lagi aman kok.. aarrghh!" Ayu menjerit keras karena
tiba-tiba aku menggenjotnya keras berkali-kali.
"Shit.. Yu.. terima nih, sayang.. shiitt.. aahh.. aahh.. gilaa.." Aku ikut teriak karena orgasmeku datang secara tiba-tiba.
"Renn.. ohh.. I'm cumming, honey.. I'm cummiinngg.. iihh.. oohh.."
Denyutan memeknya sangat terasa memijat penisku. Aku ambruk di atas
tubuh Ayu dan kami berdua saling berpagutan French kissing dan kuhisap
dan kujilati toketnya yang montok berkeringat.
"Hhmm.. udah dulu dong, Ren.. ntar gue naik lagi nih." Kata Ayu lembut sambil menggelinjang geli.
"That's the idea, babe.. lihat tuh Rara sama Sonny.." bisikku di telinganya sembari menggigit kecil kupingnya.
Rara dan Sonny masih saling menjilat dan menghisap dengan serunya
dalam posisi 69. Tubuh Rara mulai bergetar, mengerang-erang, dan
tangannya mengocok penis Sonny dengan cepat. Tiba-tiba, Sonny yang
berada di bawah mendorong tubuh Rara ke samping.
"Stop dulu sayang.. hhuuhh.. stop.." Sonny berdiri perlahan-lahan.
"Kenapa, Son? Nggak enak ya? Ayo dong.. tadi gue udah ampir tuh..
aaduuhh.. jangan gini dong.. tega deh lu.." Rara merajuk bercampur
birahi yang membuat kepalanya pusing.
"Hehehe.. you can cum, but Ayu is the one that will do it to both
of us." Deg. Jantungku berdegup kencang. Jadi ini maksudnya Si Sonny
dengan live show.
Ayu tersenyum simpul mendengar itu.
"Ra, sekarang elu kangkangin muka gue. I'll take you there, honey." Ayu berkata dengan genitnya.
Rara yang sudah tidak sanggup lagi, diam sejenak, lalu mengangkangi wajah Ayu yang masih berkeringat.
"Aawwhh.. make me cum.. please make me cum.. ohh yeaasshh.. isep
itil gue, sayang.. iyaahh gitu.. iyaahh.." Ayu menjerit-jerit kecil
merasakan permainan lidah dan bibir Ayu di vaginanya.
Sementara itu Sonny kulihat memposisikan penisnya di vagina Ayu yang masih melelehkan air maniku.
"Aahh yess.. enak, Masshh." Ayu mulai merasakan genjotan suaminya.
"Honey.. I'm cumming.. oohh.." Rara mengerang dan mendesah panjang
saat orgasmenya datang. Pinggulnya begoyang maju-mundur menggosokkan
vagina dan kelentitnya ke bibir Ayu yang siap menyedot-nyedot cairan
vagina Rara yang mengalir deras. Tubuh Rara yang basah berkeringat
bergetar hebat dan tangannya meremas keras buah dadanya yang bergelayut
manja.
Kulihat paha Sonny mulai bergetar hebat dan ia memeluk tubuh Rara
dari belakang sambil terus menghentak-hentakan penisnya ke vagina
istrinya. Suara becek berkecipak di dalam vagina Ayu seksi sekali.
"Oohh.. fuckin' fuck.. aku keluar, sayaanghh.." Sonny memuntahkan
lahar panasnya yang pasti bercampur dengan milikku di dalam vagina Ayu.
Tubuh Sonny berkelojotan dan tangannya meremasi buah dada Rara yang
masih menikmati orgasme dashyatnya mengangkangi wajah Ayu.
"Yess.. anget sekali punya kamu, Masshh.. hheehh.." Ayu memejamkan
matanya menikmati sensasi yang luar biasa. Bibirnya belepotan cairan
Rara dan vaginanya berlelehan air maniku dan suaminya. Aku terhenyak
lemas di bawah sofa dengan penis terkulai lemas dan perasaan sangat
puas.
*****
Keesokkan paginya di rumah kami, aku terbangun mendapati Rara yang
tengah memeluku dari belakang. Kubalikan tubuhku, dan kulihat ada
senyuman lembut di wajahnya.
"Ra, baby?"
"Hmm? Udah bangun, sayang?" istriku menjawab lembut.
"Are you happy?" tanyaku tulus.
"Very. Sini, bobo lagi.. aku pengen dipeluk terus sama kamu. I love you so much, sayang."