Cerita ini bermula dari suatu kebetulan yang
tidak disengaja. Sampai saat ini aku suka tertawa sendiri kalau
mengingat awal kejadian ini. Bermula dari suatu Sabtu siang, aku
janjian ketemu dengan salah seorang teman chat-ku. Namanya Fenny,
mahasiswi tingkat akhir di salah satu PTS di Jakarta Barat. Teman
chat-ku yang satu ini cukup misterius. Aku nggak pernah tau dia tinggal
dimana, dengan siapa, bahkan aku tak pernah dikasi nomer telepon
rumahnya. Kampusnya pun aku nggak yakin kalau yang disebutnya benar.
Saat janjian dengan Fenny pun hanya lewat SMS. Biasanya aku nggak
pernah meladeni teman-teman chat yang janjian ketemu via SMS. Kapok,
dulu pernah dibo'ongin. Tapi entah kenapa aku penasaran sekali dengan
Fenny. Akhirnya kami janjian untuk ketemu di Mal Kelapa Gading,
tepatnya di Wendy's. Resenya, Fenny juga nggak mau kasi tau pakaian apa
yang dia pakai dan ciri-cirinya. Pokoknya surprise, katanya.
Itulah kenapa hari Sabtu siang ini aku bengong-bengong ditemani
baked potatoenya Wendy's sambil menunggu kedatangan Fenny. Sudah hampir
satu jam aku menunggu tapi tidak ada kabar. SMS-ku nggak dibales-bales,
mau telepon pulsa udah sekarat. Aku hanya duduk sambil memperhatikan
sekelilingku yang cukup sepi. Mataku tertuju pada seorang wanita
keturunan Chinese berumur kira-kira 30-an yang duduk sendirian di salah
satu sudut. Herannya sejak tadi wanita tersebut memperhatikanku terus.
Aku sempat berpikir apa dia yang bernama Fenny. Tapi rasanya bukan.
Akhirnya karena bete menunggu aku pun meninggalkan Wendy's.
Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk bahuku dari belakang. Aku
menoleh dan melihat wanita yang kuperhatikan tadi tersenyum ke arahku.
"Rio ya?" tanyanya. Aku terkejut. Kok dia tau namaku. Jangan-jangan wanita ini benar Fenny. Aku mengangguk.
"Iya, mm.. Fenny?" tanyaku. Wanita itu menggeleng sambil mengernyitkan kening.
"Bukan, kok Fenny sih? Kamu Rio yang di Kayuputih kan?" aku tambah bingung mendengarnya.
"Bukan, lho tante bukan Fenny?".
Kemudian wanita itu mengajakku berteduh di salah satu sudut sambil
menjelaskan maksud yang sebenarnya. Aku mendengarkan, lantas aku juga
gantian menjelaskan. Akhirnya kami sama-sama tertawa terbahak-bahak
setelah tau duduk persoalannya. Wanita itu bernama Linda, dan dia juga
sedang janjian dengan teman chat-nya yang juga bernama Rio, seperti
namaku. Akhirnya kami malah berkenalan karena orang-orang yang kami
tunggu tak kunjung datang juga. Aku memanggilnya Ci Linda, karena dia
menolak dipanggil tante. Kesannya tua katanya.
Siang itu Ci Linda malah mengajakku jalan-jalan. Aku ikut dengan
Altis-nya karena aku tidak membawa mobil. Ci Linda mengajakku ke butik
teman maminya di daerah Permata Hijau. Tante Wiwin, sang pemilik butik
adalah seorang wanita yang sudah berusia di atas 50 tahun, tubuhnya
cukup tinggi dan agak montok. Kulitnya yang putih bersih hari itu
dibalut blus transparan yang bahunya terbuka lebar dan celana biru tua
dari bahan yang sama dengan bajunya. Agak-agak eksentrik. Dasar
desainer pikirku. Karena hari itu butik Tante Wiwin tidak begitu ramai,
kami bertiga ngobrol-ngobrol sambil minum teh di salah satu ruang
santai.
"Aduh Yo.. maaf.." seru Tante Wiwin. Wanita itu menumpahkan teh
yang akan dituangnya ke cangkirku tepat di celanaku bagian pangkal
paha. Aku sedikit mengentak karena tehnya agak panas.
"Nggak pa-pa Tante.." jawabku seraya menepuk-nepuk kemejaku yang
juga kena tumpahan teh. Tante Wiwin reflek menepis-nepis bercak teh
yang membasahi cenalaku. Ups.. tanpa sengaja jemari lembutnya menyentuh
batang kemaluanku.
"Eh.. kok keras Yoo? Hihihi.." goda Tante Wiwin sambil
memijit-mijit kemaluanku. Aku jadi tersenyum. Ya gimana nggak keras
sedari ngobrol tadi mataku tak lepas dari bahu Tante Wiwin yang mulus
dan kedua belah paha Ci Linda yang putih.
"Iya.. Tante sih numpahin.." jawabku setengah bercanda.
"Idih.. Tante Wiwin kumat genitnya deh.. biasa Yo, udah lama
nggak.. aww!!" Ci Linda tak sempat menyelesaikan celetukkannya karena
Tante Wiwin mencubit pinggang wanita itu.
"Iya nih Tante, udah numpahin digenitin lagi. Pokoknya bales
tumpahin juga lho hihihi.." aku gantian menggoda wanita itu. Tante
Wiwin malah tersenyum sambil merangkul leherku.
"Boleh, tapi jangan ditumpahin pake teh ya.." bisiknya di telingaku. Aku pura-pura bego.
"Abis mau ditumpahin apa Tante?" tanyaku. Tante Wiwin meremas batang penisku dengan gemas.
"Ya sama 'teh alami' dari kamu dong sayang.. mmhh.. mm.." Tante
Wiwin langsung mengecup dan melumat bibirku. Aku yang memang sedari
tadi sudah horny menyambut lumatan bibir Tante Wiwin dengan penuh
nafsu. Kedua tanganku memeluk pinggang wanita setengah baya itu dengan
posisi menyamping. Sementara tangan Tante Wiwin yang lembut merangkul
leherku. Ah.. lembut sekali bibirnya.
Ci Linda yang melihat adegan kami tidak tinggal diam. Wanita
berkulit putih mulus itu mendakati tubuhku dan mulai memainkan kancing
celana jeansku. Tak sampai semenit wanita itu sudah berhasil melucuti
celana jeansku sekaligus dengan celana dalamnya. Tanpa ampun lagi
batang penisku yang sudah mulai mengeras itu berdiri tegak seolah
menantang Ci Linda untuk menikmatinya. Ci Linda turun ke bawah sofa
untuk memainkan penisku. Jemarinya yang lembut perlahan-lahan mengusap
dan memijit setiap centi batang penisku. Ugghh.. birahiku semakin naik.
Lumatan bibirku di bibir Tante Wiwin semakin bernafsu. Lidahku
menjelajahi rongga mulut wanita setengah baya itu. Tante Wiwin merasa
keasyikan.
Aku yang semakin terbakar nafsu mencoba menularkan gairahku ke
Tante Wiwin. Dari bibir, lidahku berpindah ke telinganya yang dihiasi
anting perak. Tante Wiwin menggelinjang keasyikan. Dia meminta waktu
sebentar untuk melepas anting-antingnya agar aku lebih leluasa. Lidahku
semakin liar menjelajahi telinga, leher dan bahu Tante Wiwin. Tampaknya
wanita itu mulai tak kuasa menahan birahinya yang semakin memuncak. Dia
melepaskan diri dari tubuhku dan memintaku untuk melorotkan celananya.
Tanpa disuruh kedua kalinya aku pun langsung melucuti Tante Wiwin
sekaligus dengan bajunya, hingga tubuh wanita itu bersih tanpa sehelai
benang pun.
Gila, udah kepala empat tapi tubuh Tante Wiwin masih kencang.
Kulitnya yang putih betul-betul terasa halus mulus. Sambil bersandar
pada pegangan sofa, Tante Wiwin merentangkan kedua belah pahanya yang
mulus dan memintaku melumat kemaluannya yang bersih tanpa bulu. Tanpa
basa-basi aku langsung mendekatkan wajahku ke vaginanya dan mulai
menjilati daerah pinggir kemaluannya.
"Hhhmm.. sshh.. teruss Yoo.." desah Tante Wiwin keasyikan. Aku
terus menjilati vaginanya sambil tangan kananku membelai pangkal
pahanya yang mulus. Di bawah, Ci Linda masih asyik mempermainkan
kemaluanku. Kelima jemarinya yang lentik lincah sekali membelai dan
mengocok batang penisku yang ujungnya mulai basah. Sesekali lidahnya
membasahi permukaan penisku. Sebagian batang penisku tampak merah
terkena lipstik Ci Linda. Kepala wanita itu naik turun mengikuti ayunan
kenikmatan di penisku. Ahh.. lembut sekali mulut Ci Linda mengulumnya.
Saking asyiknya tak sadar aku sampai menghentikan permainanku dengan
Tante Wiwin untuk merasakan kenikmatan yang diberikan Ci Linda. Tante
Wiwin tersenyum melihat ekspresiku yang mengejang menahan nikmat.
Wanita itu merengkuh kepalaku untuk melanjutkan tugasku memberi
kenikmatan untuknya.
Aku semakin buas melumat kemaluan Tante Wiwin. Jemariku mulai ikut
membantu. Liang kemaluan Tante Wiwin sudah kutembus dengan jari
tengahku. Sambil kukocok-kocok, aku menjilati klitorisnya. Wanita itu
menggelinjang tak karuan menahan rasa nikmat. Kedua tangannya yang
lembut menjambak rambutku.
Tanpa kusadari, Ci Linda sudah melucuti dirinya sendiri sampai
telanjang bulat. Tiba-tiba wanita itu naik ke atas tubuhku dan bersiap
mengurung penisku dengan vaginanya yang lembut. Kedua tangannya
merengkuh leherku. Tubuhnya mulai merendah hingga ujung penisku mulai
menyentuh bibir vaginanya. Dengan bantuan tangan kiriku, perlahan
penisku mulai masuk ke dalam liang kenikmatan itu, dan.. ssllpp
blleess.. Amblas sudah penisku di liang kemaluan Ci Linda. Sambil
memeluk bahuku, tubuh Ci Linda naik-turun. Ugghh.. nikmat sekali. Aku
sampai nggak bisa konsen ngelumat vagina Tante Wiwin. Tapi aku nggak
mau kalah. Yang penting Tante Wiwin mesti diberesin dulu.
Sambil menahan birahiku yang sudah di ubun-ubun gara-gara Ci Linda,
aku terus melumat vagina Tante Wiwin. Jari tengahku yang kini sudah
dibantu jari manis semakin cepat mengocok-ngocok di dalam vagina Tante
Wiwin. Lidahku semakin liar menjelajahi klitoris dan bibir vaginanya.
Tubuh Tante Wiwin pun semakin menggelinjang tak karuan. Sepertinya
wanita itu sudah tak kuasa lagi menahan kenikmatan yang kuberikan. Aku
pun mulai merasa dinding vaginanya berdenyut.
"Ssshh.. oohh.. Riioo..aahh.." Tante Wiwin mendesah meregang nikmat
sambil meremas kepalaku yang masih menempel ketat di vaginanya. Aku
merasakan rembesan lendir yang cukup deras dari dalam sana. Hmm.. aroma
vagina yang begitu khas segera tercium. Aku pun menghirup lendir-lendir
kenikmatan itu sambil menjilati sisa-sisa yang menempel di vagina Tante
Wiwin. Setelah puas melepas kenikmatannya, Tante Wiwin mengangkat kedua
pahanya dari tubuhku dan membiarkan aku leluasa menikmati permainan
dengan Ci Linda.
Bebas dari tubuh Tante Wiwin, kini Ci Linda yang mendekap tubuhku
erat. Payudaranya yang bulat dan montok menempel ketat di dadaku. Ahh..
kenyal sekali. Aku semakin merasakan kekenyalannya karena tubuh Ci
Linda naik-turun. Sementara bibir kami asyik saling melumat.
"Mmhh..ssllpp..aahh..mm.." berisik sekali kami berciuman. Tante
Wiwin sampai geleng-geleng melihat kami berdua yang sama-sama dipacu
birahi.
Kemudian kami bertukar posisi. Tubuh kami berguling ke arah
berlawanan sehingga kini tubuh Ci Linda duduk bersandar di sofa dengan
posisi kedua kaki mulusnya yang mengangkang. Sambil bertumpu pada lutut
di lantai, aku bersiap memasukkan penisku lagi ke dalam liang kemaluan
Ci Linda. Ugghh.. kali ini lebih mudah karena vagina Ci Linda sudah
basah. Pantatku maju mundur seiring kenikmatan yang dirasakan Ci Linda.
Wanita itu bahkan sudah tak kuasa memeluk tubuhku. Kedua tangannya
direntangkan untuk menahan rasa nikmat yang dirasakannya. Aku semakin
menggoyang pantatku dengan keras. Aku tahu bahwa sebentar lagi Ci Linda
akan mencapai klimaks, namun aku juga tahu bahwa Ci Linda tak mau kalah
denganku. Aku melihat ekspresinya yang berusaha menahan nikmat.
"Terus Yo.. bentar lagi tuh.. hihihi.." goda Tante Wiwin. Aku
tersenyum kemudian mengecup bibir wanita yang sedang duduk di samping
Ci Linda tersebut. Tante Wiwin malah membantuku dengan menjilat,
mengisap dan mengulum payudara dan puting Ci Linda.
"Aahh.. Yoo.. sshh.." akhirnya Ci Linda meregang kenikmatannya.
Aku merasakan cairan hangat membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku
mendekap tubuh Ci Linda yang hangat.
"Hh.. gila kamu Yo, aku pikir bakal kamu duluan.." ujar Ci Linda. Aku tersenyum sambil melirik ke arah Tante Wiwin.
"Ya kan berkat bantuan Tante Wiwin.." jawabku seraya mencubit hidung Tante Wiwin. Wanita itu memelukku.
"Nah, sekarang giliran aku lagi Yo, kamu kan belum puasin aku
dengan pentunganmu itu hihihi.. Ayo, kali ini pasti kamu udah nggak
tahan.." Tante Wiwin menantangku bermain lagi. Tanpa diminta dua kali
aku langsung menjawab tantangannya. Aku pun melakukan hal yang sama
seperti dengan Ci Linda tadi. Kali ini aku mengakui permainan Tante
Wiwin yang jauh lebih liar dan berpengalaman. Akhirnya kami klimaks
bersama-sama. Aku klimaks di dalam vagina Tante Wiwin yang hangat.
Ruang santai itu memang betul-betul hebat. Tak seorang karyawan pun
yang mengetahui apa yang baru saja kami lakukan. Setelah puas bermain,
kami bertiga mandi bersama. Tadinya setelah mandi kami mau melanjutkan
lagi di kamar tidur Tante Wiwin. Tapi karena sudah sore, sebentar lagi
suami Tante Wiwin pulang. Untungnya Ci Linda punya ide untuk
melanjutkan di hotel. Tante Wiwin pun setuju, namun aku dan Ci Linda
berangkat duluan.
Malam itu kami check-in di salah satu hotel di daerah Thamrin. Aku
dan Ci Linda lebih dulu melanjutkan permainan. Satu jam kemudian Tante
Wiwin baru datang melengkapi kenikmatan kami. Dan yang bikin aku
surprise, malam itu Tante Wiwin mengajak teman seprofesinya yang
umurnya kira-kira lebih muda 3 atau 5 tahun, namanya Tante Ida. Malam
itu aku betul-betul puas bersenang-senang dengan mereka bertiga. Kami
melepas birahi sampai jam 3 pagi. Kemudian kami tidur sampai jam 9
pagi, lantas kembali menuntaskan permainan. Aku betul-betul tidak
menyangka kalau gara-gara salah orang bisa sampai seperti ini.
Sampai kini aku nggak pernah ketemu dengan Fanny, teman chat-ku.
Kami pun nggak pernah SMS-an lagi. Entah kemana perginya Fanny. Tapi
yang jelas semenjak kejadian itu, aku terus keep contact dengan Ci
Linda, Tante Wiwin dan Tante Ida. Sekarang Ci Linda sudah menikah dan
tinggal di Australia dengan suaminya. Tapi kami masih sering kontak.
Sedangkan dengan Tante Wiwin dan Tante Ida, aku masih terus berhubungan
untuk sesekali berbagi kenikmatan. Tadinya mereka ingin memeliharaku
sebagai gigolo, namun aku menolak karena aku melakukannya bukan untuk
uang dan materi, tapi untuk kesenangan saja. Kadang kalau Ci Linda
sedang di Indonesia, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi butik
Tante Wiwin bersama-sama untuk melepas birahi. Tempat Tante Wiwin
sering dijadikan tempat affair kami agar suaminya tidak curiga.
Oke, segitu dulu pengalamanku. Salam manis buat Ci Linda yang lagi
hamil 3 bulan. Mudah-mudahan kesampean dapat anak laki-laki. Buat Tante
Wiwin dan Tante Ida, thank's buat kehangatan yang diberikan. Juga buat
Fanny, my mysterious friend yang udah membuka jalan hehehe.. Lain kali
kalau ada pengalaman yang berkesan, aku akan ceritakan lagi di situs
ini.