Saya seorang pemain bola di kesebelasan tempat
tinggal saya. Karena terjadi tabrakan dengan teman, kaki saya mengalami
patah tulang ringan. Dan saya harus dirawat di rumah sakit. Saya berada
di kamar kelas VIP. Jadi saya bebas untuk melakukan apa saja. Saya
sebetulnya sudah sehat, tetapi masih belum boleh meninggalkan rumah
sakit. Makanya saya bosan tinggal disitu.
Pada pagi hari ketika saya sedang tidur, saya terkejut pada saat
dibangunkan oleh seorang suster. Gila..! Suster yang satu ini cantik
sekali.
"Mas Sony udah bangun ya..? Gimana tadi malam, mimpi indah..?" katanya.
"Ya Sus, indah sekali. Saya lagi bercinta dengan cewek cantik
berbaju putih Sus..? Dan mukanya mirip Suster lho..!" kata saya
menggodanya.
"Ah.. Mas Sony ini bisa aja.., habis ini Mas mandi ya..?" katanya lembut.
Lalu dia membawa handuk kecil, sabun, wash lap, dan ember kecil.
Suster itu mulai menyingkap selimut yang saya pakai, serta melipatnya
di dekat kaki saya. Terbuka sudah seluruh tubuh telanjang saya. Saya
dengan sengaja tadi melepaskan semua baju dan celana saya. Ketika dia
melihat daerah di sekitar kemalua saya, terkejut dia, karena ukuran
kelamin saya serta kepalanya yang di luar normal. Sangat besar, mirip
helm tentara NAZI dulu.
Lalu dia mengambil wash lap dan sabun.
"Sus.. jangan pake wash lap.., geli.. saya nggak biasa. Pakai tangan suster yang indah itu saja.." kata saya memancingnya.
Suster itu mulai dengan tanganku. Dibasuh dan disabuninya seluruh
tangan saya. Usapannya lembut sekali. Sambil dimandikan, saya pandangi
wajahnya, dadanya, cukup besar juga kalau saya lihat. Orangnya putih
mulus, tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri, sekarang ganti
tangan kanan. Dan seterusnya ke leher dan dada. Terus diusapnya tubuh
saya, sapuan telapak tangannya lembut sekali saya rasakan, dan tidak
terasa saya memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.
Sampai juga akhirnya pada batang kejantanan saya, dipegangnya
dengan lembut ditambah sabun. Digosok batangnya, biji kembarnya,
kembali ke batangnya. Saya merasa tidak kuat untuk menahan supaya tetap
lemas. Akhirnya batang kemaluan saya berdiri juga. Pertama setengah
tiang, lama-lama akhirnya penuh juga dia berdiri keras.
Dia bersihkan juga sekitar kepala meriam saya sambil berkata
lirih, "Ini kepalanya besar sekali mas.. baru kali ini saya lihat kaya
gini besarnya. Dikasih makan apa sih koq bisa gini mas..?" katanya
manja.
"Sus.. enak dimandiin gini.." kata saya memancing.
Dia diam saja, tetapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan
batang kemaluan saya. Sepertinya dia suka dengan ukurannya yang
menakjubkan.
"Enak Mas Sony.. kalo diginikan..?" tanyanya dengan lirikan nakal.
"Ssshh.. iya terusin ahh.. sus.. sampai keluar.." kata saya sambil menahan rasa nikmat yang tidak terkira.
Tangan kirinya mengambil air dan membilas batang kejantanan saya
yang sudah menegang itu, kemudian disekanya dengan tangan kanannya.
Kenapa kok diseka pikir saya. Tetapi saya diam saja, mengikuti apa yang
mau dia lakukan, pokoknya jangan berhenti sampai disini saja. Bisa-bisa
saya pusing nantinya menahan nafsu yang tidak tersalurkan.
Lalu dia dekatkan kepalanya, dan dijulurkan lidahnya. Kepala batang
kejantanan saya dijilatinya perlahan. Lidahnya mengitari kepala senjata
meriam saya. Semilyard dollar.. rasanya.. wow.. enak sekali. Lalu
dikulumnya batang kejantanan saya. Saya melihat mulutnya sampai penuh
rasanya, tetapi belum seluruhnya tenggelam di dalam mulutnya yang
mungil. Bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju
mundur.
Lama juga saya dikulumi suster jaga ini, sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi, dan, "Croott.. croott.." nikmat sekali.
Sperma saya tumpah di dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis.
Sisa pada ujung batang kemaluan pun dijilat serta dihisapnya habis.
"Sudah ya Mas, sekarang dilanjutkan mandinya ya..?" kata suster
itu, dan dia melanjutkan memandikan kaki kiri saya setelah sebelumnya
mencuci bersih batang kejantanan saya.
Badan saya dibalikkannya dan dimandikan pula sisi belakang badan terutama punggung saya.
Selesai acara mandi.
"Nanti malam saya ke sini lagi, boleh khan Mas..?" katanya sambil membereskan barang-barangnya.
Saya tidak bisa menjawab dan hanya tersenyum kepadanya. Saya serasa
melayang dan tidak percaya hal ini bisa terjadi. Terakhir sebelum
keluar kamar dia sempat mencium bibir saya. Hangat sekali.
"Nanti malam saya kasih yang lebih hebat." begitu katanya seraya meninggalkan kamar saya.
Saya pun berusaha untuk tidur. Nikmat sekali apa yang telah saya
alami sore ini. Sambil memikirkan apa yang akan saya dapatkan nanti
malam, saya pun tertidur lelap sekali. Tiba-tiba saya dibangunkan oleh
suster yang tadi lagi. Tetapi saya belum sempat menanyakan namanya.
Baru setelah dia mau keluar kamar selesai meletakkan makanan dan
membangunkan saya, dia memberitahukan namanya, rupanya Vina. Cara dia
membangunkan saya cukup aneh. Rasanya suster dimanapun tidak akan
melakukan dengan cara ini. Dia sempat meremas-remas batang kemaluan
saya sambil digosoknya dengan lembut, dan hal itu membuat saya
terbangun dari tidur. Langsung saya selesaikan makan saya dengan susah
payah. Akhirnya selesai juga. Lalu saya tekan bel.
Tidak lama kemudian datang suster yang lain, saya meminta dia untuk
menyalakan TV di atas dan mengangkat makanan saya. Saya nonton
acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang ditayangkan
tanpa konsentrasi sedikit pun.
Sekitar jam 9 malam, suster Vita datang untuk mengobati luka saya,
dan dia harus membuka selimut saya lagi. Pada saat dia melihat alat
kelamin saya, dia takjub.
"Ngga salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga..!" demikian komentarnya.
"Kenapa emangnya Sus..?" tanya saya keheranan.
"Oo.. itu tadi teman-teman bilang kalau punya Mas besar sekali kepalanya." jawabnya.
Setelah selesai dengan mengobati luka saya, dan dia akan
meninggalkan ruangan. Tetapi dia sempat membetulkan selimut saya, dia
sempatkan mengelus kepala batang kejantanan saya.
"Hmm.. gimana ya rasanya..?" manjanya.
Dan saya hanya bisa tersenyum saja. Wah suster di sini gila semua
ya pikirku. Jam 22:00, kira-kira saya baru mulai tertidur. Saya mimpi
indah sekali di dalam tidur saya karena sebelum tidur tadi otak saya
sempat berpikir hal-hal yang jorok. Saya merasakan hangat sekali pada
bagian selangkangan, tepatnya pada bagian batang kemaluan saya, sampai
saya jadi terbangun. Ternyata suster Vina sedang menghisap senjata
saya. Dengan bermalas-malasan, saya menikmati terus hisapannya. Saya
mulai ikut aktif dengan meraba dadanya. Suatu lokasi yang saya anggap
paling dekat dengan jangkauan tangan saya.
Saya buka kancing atasnya, lalu meraba dadanya di balik BH
hitamnya. Terus saya mendapati segumpal daging hangat yang kenyal. Saya
menelusuri sambil meremas-remas kecil. Sampai juga pada putingnya. Saya
memilin putingnya dengan lembut dan Suster Vina pun mendesah.
Entah berapa lama saya dihisap dan saya merabai Suster Vina, sampai dia akhirnya bilang, "Mas.. boleh ya..?" katanya memelas.
"Mangga Sus, dilanjut..?" tanya saya bingung.
Dan tanpa menjawab dia pun meloloskan CD-nya, dilemparkan di sisi
ranjang, lalu dia naik ke ranjang dan mulai mengangkangkan kakinya di
atas batang kejantanan saya.
Dan, "Bless.." dia memasukkan kemaluan saya pada lubangnya yang hangat dan sudah basah sekali.
"Aduh.. Mas.., kontolnya hangat dan enak lho.. ohh.."
Lalu dia pun mulai menggoyang perlahan. Pertama dengan gerakan naik
turun, lalu disusul dengan gerakan memutar. Wah.., suster ini rupanya
sudah profesional sekali. Lubang senggamanya saya rasakan masih sangat
sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan. Mungkin juga
karena saya masih sakit. Lama sekali permainan itu dan memang dia tidak
mengganti posisi, karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi.
Saya tidur di bawah dan dia di atas tubuh saya.
Sampai saat itu belum ada tanda-tanda saya akan keluar, tetapi
kalau tidak salah, dia sempat mengejang sekali. Tadi di pertengahan dan
lemas sebentar, lalu mulai menggoyang lagi. Sampai tiba-tiba pintu
kamarku dibuka dari luar, dan seorang suster masuk dengan tiba-tiba.
Kaget sekali kami berdua, karena tidak ada alasan lain, jelas sekali
kami sedang main. Apalagi posisinya baju dinas Suster Vina terbuka
sampai perutnya, dan BH-nya juga sudah terlepas dan tergeletak di
lantai.
Ternyata yang masuk suster Vita, dia langsung menghampiri dan
bilang, "Teruskan saja Vin.. gue cuman mau ikutan.. memek gue udah
gatel nich..!" katanya dengan santai.
Suster Vita pun mengelus dada saya yang agak bidang, dia ciumi
seluruh wajah saya dengan lembut. Saya membalasnya dengan meremas
dadanya. Dia diam saja, lalu saya buka kancingnya, terus langsung saya
loloskan pakaian dinasnya. Saya buka sekalian BH-nya yang berenda tipis
dan merangsang. Dadanya terlihat masih sangat kencang. Tinggal CD minim
yang digunakannya yang belum saya lepaskan.
Suster Vina masih saja dengan aksinya naik turun dan kadang
berputar. Saya lihat dadanya yang terguncang akibat gerakannya yang
mulai liar. Lidah Suster Vita mulai memasuki rongga mulut saya dan
langsung saya hisap ujung lidahnya yang menjulur itu. Tangan kiri saya
mulai meraba di sekitar selangkangan Suster Vita dari luar. Basah sudah
CD-nya, dengan perlahan saya tarik ke samping dan saya mendapatkan
permukaan bulu halus menyelimuti liang kewanitaannya. Saya elus
perlahan, baru kemudian sedikit menekan. Ketemu sudah klit-nya. Agak ke
belakang saya rasakan semakin menghangat. Tersentuh olehku kemudian
liang nikmat tersebut. Saya raba sampai tiga kali sebelum akhirnya
memasukkan jari saya ke dalamnya. Saya mencoba memasukkan sedalam
mungkin jari telunjuk saya. Kemudian disusul oleh jari tengah. Saya
putar jari-jari saya di dalamnya. Baru kemudian saya kocok keluar masuk
sambil memainkan jempol saya di klit-nya.
Dia mendesah ringan, sementara Suster Vina rebahan karena lelah di
dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya menggoyang kanan dan kiri.
Suster Vita menyibak rambut panjang Suster Vina dan mulai menciumi
punggung terbuka itu. Suster Vina semakin mengerang, mengerang, dan
mengerang, sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan
orgasme, dan semakin keras goyangan pinggulnya. Sementara saya sendiri
mencoba mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya,
karena dari tadi saya tidak dapat terlalu bergoyang, takut luka saya
menjadi sakit.
Suster Vina mengerang panjang sekali seperti orang sedang
kesakitan, tetapi juga mirip orang kepedasan. Mendesis di antara
erangannya. Dia sudah sampai rupanya, dan dia tahan dulu sementara,
baru dicabutnya perlahan. Sekarang giliran Suster Vita, dilapnya dulu
batang kemaluan saya yang basah oleh cairan kenikmatan, dikeringkan,
baru dia mulai menaiki tubuh saya.
Ketika Suster Vita telah menempati posisinya, saya melihat Suster Vina
mengelap liang kemaluannya dengan tissue yang diambilnya dari meja
kecil di sampingku. Suster Vita seakan menunggang kuda, dia menggoyang
maju mundur, perlahan tapi penuh kepastian. Makin lama makin cepat
iramanya. Sementara kedua tangan saya asyik meremas-remas dadanya yang
mengembung indah. Kenyal sekali rasanya, cukup besar ukurannya dan
lebih besar dari miliknya Suster Vina. Yang ini tidak kurang dari 36C.
Sesekali saya mainkan putingnya yang mulai mengeras. Dia mendesis,
hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya. Desisan itu sungguh manja
kurasakan, sementara Suster Vina telah selesai dengan membersihkan
liang hangatnya. Kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan telanjang
Suster Vita dan juga memainkan rambutku, mengusapnya. Kemudian karena
sudah cukup pemanasannya, dia mulai menaiki ranjang lagi.
Dikangkangkannya kakinya yang jenjang di atas kepala saya. Setengah
berjongkok gayanya saat itu dengan menghadap tembok di atas kepala
saya. Kedua tangannya berpegangan pada bagian kepala ranjang.
Mulai disorongkannya liang kenikmatannya yang telah kering ke mulut
saya. Dengan cepat saya julurkan lidah, lalu saya colek sekali dan
menarik nafas, "Hhhmm.." bau khas kewanitaannya. Saya jilat liangnya
dengan lidah saya yang memang terkenal panjang. Saya mainkan lidah
saya, mereka berdua mengerang bersamaan, kadang bersahutan. Saya lihat
lubang pantatnya yang merah agak terbuka, lalu saya masukkan jari
jempol ke dalam lubang pantatnya.
Suster Vina merintih kecil, "Auuwww.. Mas nakal deh..!"
Lalu saya jilati lubang pantatnya yang sudah mulai basah itu, tapi kemudian, "Tuutt..!"
Saya kaget, "Suster kentut ya..?" tanya saya.
Suster Vina tertawa kecil lalu minta maaf. Lalu kembali saya teruskan jilatan saya.
Lama sekali permainannya, sampai tiba-tiba Suster Vita mengerang
besar dan panjang serta mengejang. Setelah Suster Vita selesai, dia
mencabut batang kejantanan saya, sedang lidah saya tetap menghajar
liang kenikmatan Suster Vina. Sesekali saya menjilati klit-nya. Dia
menggelinjang setiap kali lidah saya menyentuh klit-nya. Mendengar
desisan Suster Vina sudah lemas dan beranjak turun dari posisinya, saya
menyudahi permainan ini. Saya lunglai rasanya menghabisi dua suster
sekaligus.
"Kasihan Mas Sony, nanti sembuhnya jadi lama.. soalnya ngga sempet istirahat..!" kata Suster Vina.
"Iya dan kayanya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya malem ini." sahut suster Vita.
"Kalo itu dibuat system arisan saja." kata Suster Vina sadis sekali kedengarannya.
"Emangnya gue piala bergilir apa..?" kata saya dalam hati.
Malam itu saya tidur lelap sekali dan saya sempat minta Suster Vina
menemaniku tidur, saya berjanji tiap malam, mereka dapat giliran
menemani saya tidur, tetapi setelah mendapat jatah batin tentunya.
Malam itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru dan
sama-sama polos. Sampai jam 4 pagi, dia minta jatah tambahan dan kami
pun bermain
one on one (satu lawan satu, tidak keroyokan seperti semalam). Hot sekali dia pagi
itu, karena kami lebih bebas tetapi yang kacau adalah setelah selesai.
Saya merasa sakit karena luka kaki saya menjadi berdarah lagi. Jadi
terpaksa ketahuan dech sama Suster Vita kalau ada sesi tambahan, dan
mereka berdua pun ramai-ramai mengobati luka saya, sambil masih ingin
melihat kejantanan dasyat yang meluluh lantakkan tubuh mereka
semalaman.
Setelah itu, sekitar jam 5:00, saya kembali tidur sampai pagi jam
7:20. Saya dibangunkan untuk mandi pagi. Mandi pagi dibantu oleh Suster
Vita dan sempat dihisap sampai keluar dalam mulutnya.
Pada pagi harinya, Dokter Vivi melihat keadaan saya.
"Gimana Mas Sony, masih sakit kakinya..?" katanya.
"Sudah lumayan Dok..!" kata saya.
Lalu, "Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya..!"
Dengan stetoskopnya, Dokter Vivi memeriksa tubuh saya. Saat
stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya, seketika itu juga
suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari, saya
rasakan batang kejantanan saya mulai menegang. Saya menjadi gugup,
takut kalau Dokter Vivi tahu. Tapi untung dia tidak memperhatikan
gerakan di balik selimut saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya,
apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati, semakin membuat
batang kejantanan saya bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di
balik selimut.
"Wah, kenapa kamu ini..? Kok itu kamu berdiri..? Terangsang saya ya..?" katanya.
Mati deh! Ternyata Dokter Vivi mengetahui apa yang terjadi diselangkangan saya. Aduh!
Lalu dia dengan tiba-tiba membuka selimut sambil berkata, "Sekarang saya mau periksa kaki mas.." katanya.
Dan, "Opss.. i did it again..!" terpampanglah kemaluan saya yang besar dihadapannya.
Gila! Dokter Vivi tertawa melihat batang kejantanan saya yang besar dan mengeras itu.
"Uh, kontol Mas besar ya..?" kata Dokter Vivi serasa mengelus kemaluan saya dengan tangannya yang halus.
Wajah saya menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat
dicegah lagi, senjata saya semakin bertambah tegak tersentuh tangan
Dokter Vivi. Dokter Vivi masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang
kejantanan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas biji
kembar saya.
"Mmm.. Mas pernah bermain..?" katanya manja.
Saya menggeleng. Saya pura-pura agar ya..ya..ya..
"Aahh.." saya mendesah ketika mulut Dokter Vivi mulai mengulum kemaluan saya.
Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir, digelitiknya
ujung kemaluan saya itu, membuat saya menggerinjal-gerinjal. Seluruh
kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Vivi yang cantik
itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya kemaluan saya. Terasa geli
dan nikmat sekali.
Dokter Vivi segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan
mengeluarkan kejantanan saya dari dalam mulutnya berulang-ulang,
naik-turun. Gesekan-gesekan antara kemaluan saya dengan dinding
mulutnya yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi saya.
"Auuh.. aahh.." akhirnya saya sudah tidak tahan lagi.
Batang kemaluan saya menyemprotkan sperma kental berwarna putih ke
dalam mulut Dokter Vivi. Bagai kehausan, Dokter Vivi meneguk semua
cairan kental tersebut sampai habis.
"Duh, masa baru begitu saja Mas udah keluar." Dokter Vivi meledek saya yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.
"Dok.., saya.. baru pertama kali.. melakukan ini.." jawab saya
terengah-engah (kena dia, tetapi memang saya akui hisapannya lebih
hebat dari kedua suster tadi malam). Dokter Vivi tidak menjawab. Ia
mencopot jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju di dekat
pintu. Kemudian ia menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga
celana jeans-nya. Mata saya melotot memandangi payudara montoknya yang
tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin meloncat keluar dari balik
BH-nya yang halus. Mata saya serasa mau meloncat keluar sewaktu Dokter
Vivi mencopot BH-nya dan memelorotkan CD-nya. Astaga! Sungguh besar
namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau
lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya. Masih
menggumpal bulat yang montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling
sempurna yang pernah saya lihat selama hidup ini. Saya merasakan batang
kejantanan saya mulai bangkit lebih tinggi menyaksikan pemandangan yang
teramat indah ini.
Dokter Vivi kembali menghampiri saya. Ia menyodorkan payudaranya
yang menggantung kenyal ke wajah saya. Tanpa mau membuang waktu, saya
langsung menerima pemberiannya. Mulut saya langsung menyergap payudara
nan indah ini. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi
itu, mengingatkan saya ketika menyusu pada kedua suster tadi malam.
"Uuuhh.. Aaah.." Dokter Vivi mendesah-desah tatkala lidah saya
menjilat-jilati ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang.
Saya permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini
dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting susunya itu. Tidak
cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Vivi menggelinjang
sambil meringis-ringis.
Tidak lama kemudian, saya menarik tangan Dokter Vivi agar ikut naik
ke atas tempat tidur. Dokter Vivi memahami apa maksud saya. Ia langsung
naik ke atas tubuh saya yang terbaring telentang di tempat tidur.
Perlahan-lahan dengan tubuh sedikit menunduk, ia mengarahkan kemaluan
saya ke lubang kewanitaannya yang di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu
lebat kehitaman. Lalu dengan cukup keras, setelah batang kejantanan
saya sudah masuk 2 cm ke dalam liang senggamanya, ia menurunkan
pantatnya, membuat senjata saya hampir tertelan seluruhnya di dalam
lubang surganya. Saya melenguh keras dan menggerinjal-gerinjal cukup
kencang waktu ujung kepala kemaluan saya menyentuh pangkal rahim Dokter
Vivi. Menyadari bahwa saya mulai terangsang, Dokter Vivi menambah
kualitas permainannya. Ia menggerak-gerakkan pantatnya, berputar-putar
ke kiri ke kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya
berulang-ulang dengan tempo yang semakin lama semakin tinggi. Membuat
tubuh saya menjadi meregang merasakan nikmat yang bukan main.
Saya merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang keperkasaan saya
sudah nyaris menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun saya mencoba
menahannya sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter Vivi
yang liar itu.
Akhirnya, "Aaahh.." jerit saya.
"Ouuhh..!" desah Dokter Vivi.
Dokter Vivi dan saya menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks
hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air mani saya di dalam liang rahim
Dokter Vivi yang masih berdenyut-denyut menjepit keperkasaan saya yang
masih kelihatan tegang itu.
Lalu, wajah, mata, dahi, hidung saya habis diciumi oleh Dokter Vivi sambil berkata, "Terima kasih Mas Sony, ohh.. endangg..!"
Kami tidak lama kemudian tertidur dalam posisi yang sama, yaitu
kakinya melingkar di pinggang saya sambil memeluk tubuh saya dengan
hangat. Nah itulah cerita saya.