Kisah kali ini memang sedikit ajaib, berawal dari saat dulu saat aku beserta mas Heru - suamiku merantau ke Kalimantan. Kami tinggal 2 tahun lamanya disana. Oya, namaku Ayu, saat itu sudah dikaruniai 2 orang anak yang masih kecil kecil. Banyak orang bilang wajahku cantik, aku asli Sunda,sedangkan suamiku dari Solo.
Kisah ini berarti telah lewat 12 tahun dari kejadian itu. Kini aku sudah sangat mapan dan menjadi pengusaha eksportir kain dan kerajian tangan. Tapi walaupun begitu, ada keinginan yang mengusikku untuk menceritakan kisah unik yang pernah kualami ini kepada kalian.
Tahun 2001, kami adalah salah satu keluarga menengah yang pindah ke Kalimantan dan memutuskan untuk membeli beberapa hektar tanah untuk berladang disana. Kami tidak sendirian karena ada beberapa keluarga lainnya yang juga melakukan hal yang sama.
Aku berusia 32 tahun waktu itu. Saat berangkat menuju kesana banyak harapan yang menggantung dipundakku dan mas Heru untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Namun apa lacur. 2 tahun berlalu tetapi ternyata mas Heru tidak berbakat berladang. Beberapa hektar ladang ternyata tidak sanggup dia kelola. Sebenarnya akupun tidak bisa menyalahkannya sepenuhnya. Beberapa dari tetangga kami memilih pulang ke Jawa daripada bertahan disana. Hanya tersisa 10 KK saat itu di sekitar rumah kami.
Saat itu kami sebenarnya sudah hendak pulang ke Jawa. Memasrahkan diri, sampai suatu ketika suatu tawaran dating ke rumah kami. Mas Herulah yang membawanya, dia bercerita padaku bahwa di desa seberang, tidak jauh dari rumah kami ada penawaran pengasuh hewan orang utan dengan gaji yang lumayan.
Singkat cerita kami menuju ke rumah sang panawar. Rumahnya besar seperti villa ditengah hutan. Pemiliknya seorang nenek-nenek usianya kira kira 60 tahunan, dia tinggal bersama dua orang anak perempuannya yang tidak menikah. Dua orang anak lakinya diceritakan tinggal merantau. Dia memiliki industri kain tenun namun letaknya terpisah dari rumahnya. Jadi kehadiranku disitu diharapkan dapat membantunya membersihkan rumah dan kandang serta merawat seekor orang utan jinak dan berbulu kuning emas yang bernama Tokang.
Uangngya lumayan besar, disamping itu rumahnya tidak terlalu jauh dan besar serta nyaman. Aku diminta tinggal selama seminggu, jadi hanya setiap hari sabtu dan minggu aku bisa pulang kerumah. Mulanya aku ragu, namun tawaran sang saudagar sangat sulit untuk ditolak, disamping itu kami butuh modal untuk memulai hidup lagi di Jawa. Akhirnya aku terima tawarannya.
Singkat cerita, aku mulai tinggal dirumah nenek, dan diperkenalkan dengan Tokang, orang utan asuhanku. Nenek menjelaskan segala cara mengasuhnya. Hari pertama kedua dan ketiga terasa menyenangkan karena Tokang sangat lucu dan tidak menyusahkan. Dihari keempat Tokang mulai rewel dan tidak mau makan.
Sang nenek pun menegurku dan berkata :
“ Ayu, Tokang sangat suka air susu wanita, tidakkah kamu bisa memberinya ? pengasuhnya yang dulu memberinya setiap hari jadi karena itu aku mencari pengasuh wanita yang sudah menikah.”
“hmm air susuku tentunya tidak keluar nek, kataku, karena sudah lama sejak aku melahirkan." jawabku.
Nenek mendekatiku dan berkata pelan, "hmm..tidak apa, disini, kami punya cara untuk memancing air susu supaya keluar tanpa hamil…, maukah kamu? Nanti nenek kasih bonus," katanya.
Akupun mengangguk dan mengiyakannya saja tanpa berpikir panjang.
Dihutan dekat sini ada bunga besar yang serbuk sarinya biasanya digunakan untuk memperbanyak air susu ternak. Nenek dan aku mencari bunga itu disekitar pemandian dekat sungai. Setelah kami menemukannya, nenek berkata :
"Ayu, ini yang disebut bunga besar, besarnya seukuran bunga bangkai, dan lihat kepala putiknya, dari situ keluar getah cairan “serbuk sari” namun cairan itu juga bermanfaat untuk membuat ternak-ternak betina kami birahi dan memproduksi susu lebih banyak, walaupun dia sedang tidak hamil,"
"Caranya bagaimana nek ?” tanyaku sambil menatap keherannan bunga itu.
"Kamu lihat kepala putik itu ? katanya..kepala putik bunga itu sebesar dua jari manusia, bentuknya kasar dan keras mirip buah Paya. “caranya sekarang adalah membuat tubuhmu terangsang untuk mengeluarkan air susu, cairan bunga ini bisa merangsangnya keluar. Tetapi untuk melakukannya harus dimasukan kedalam liang kemaluanmu… hal ini sering dilakukan penduduk disini, untuk menolong keluarnya air susu ibu yang baru melahirkan, namun hal ini hanya boleh dilakukan kepada wanita yang sudah menikah, karena… kau sudah tahu maksudku bukan?” katanya sambil tersenyum. "itulah sebabnya aku mencari pengasuh Tokang yang sudah menikah Ayu, kamu boleh menolaknya jika kamu keberatan.” pungkasnya.
Namun bagiku, hal seperti ini bukanlah suatu hal yang patut dibesar besarkan, nenek benar, aku telah menikah dan punya 2 orang anak, bagiku hubungan intim sudah bukan hal asing lagi, alat kelaminku sudah terbiasa karena mas Heru selalu gemas melihat kemontokan dan kesintalan tubuhku.
Memasukan benda kedalam liang vaginaku tentu merupakan hal aneh pertama yang kulakukan namun karena nenek menjanjikan memberikan modal usaha bagi suamiku, akupun bersedia untuk melakukannya.
Malamnya setelah mandi, aku membuka bungkusan “alat kelamin” bunga yang telah terpotong itu, nenek telah memotongnya dan membungkus rapat kepala putik itu. Sesaat kupandangi kepala putik itu, sepintas memang mirip alat kelamin manusia, ah tidak…mirip terong, warnanya ungu kehijauan, bergurat dan bentol bentol, ukurannya sebesar satu setengah jari manusia, panjangnya kira kira 15 cm. agaknya ukurannya mengkerut, mungkin karena dipotong, nenek juga berpesan agar kepala putiknya cepat cepat “dipakai” agar tidak layu.
Tanpa ragu lagi kuangkat rokku dan melepas celana dalamku. Dengan perlahan kumasukan kepala putik itu ke liang vaginaku, perlahan lahan namun pasti seluruh kepala putik telah masuk kedalam. Sementara itu aku masih berdiri mengangkang dengan sebuah benda terjepit di dalam liang kemaluanku. Lama kelamaan timbul keisengan untuk menggesek-gesekannya.
Sekali, dua kali..kupikir itu cukup menyenangkan untuk mengusir sepi. Beberapa menit kemudian benda itu agak membengkak dan mengeluarkan cairannya tepat didalam liang kemaluanku, croootttt ! semburannya ternyata cukup banyak. Sampai-sampai menetes keluar dan membasahi kedua paha putihku yang mulus. Nenek berpesan agar tidak mencucinya, jadi aku biarkan saja begitu dan pergi tidur.
Besoknya aku mendapatkan jatah pulang kerumah, sesampainya disana aku mendapati mas Heru sedang bersiap siap pergi ke Balikpapan untuk mengurus order pembelian pupuk, syukurlah dia mendapatkn rezeki baru, aku tidak khawatir dengan mas Heru karena dia lelaki baik baik. Selama 2 hari dia akan menempuh perjalanan jadi hari sabtu dan minggu aku dirumah mengasuh anak sedangkan hari senin kami harap urusan mas Heru sudah selesai dan dia bisa mengantikan aku tinggal dirumah selama aku bekerja di rumah nenek.
Haripun berlalu, cukup lama juga rasanya, aku pikir aku akan bisa kumpul dengan mas Heru hari itu, setelah kesepian selama beberapa hari, akupun sendirian dirumah, dan selama beberapa hari kedepan akan tetap sendiri.