Setelah mengeringkan badanku dengan handuk, aku melingkarkan hnduk itu dibadanku, menutupi buah dada sampai pahaku yang mulus. Kubiarkan Joki sendirian di halaman terbengong-bengong dengan apa yang baru saja dia lakukan padaku. Lebih tepatnya apa yang aku lakukan padanya.
Aku masuk kedalam kamarku bermaksud untuk berganti pakaian. Ketika pinti kututup, Tokang kecil sedang didalam, namun aku tidak terlalu memperhatikannya, sejak dia sekamar denganku, aku memang sering bugil didepannya, Tokang kecil sepertinya belum mengerti “kegunaan kelamin” jadi aku santai-santai saja telanjang dihadapannya.
Saat kubalikan badanku, monyet kecil itu melompat padaku (memang dia sering melakukannya karena dia sayang padaku). Kali ini Tokang dengan cekatan menyusupkan tangannya kebalik handukku, tujuannya sudah bisa kuduga, dia ingin menetek.
Namun bersamaan dengan itu ekor mataku menatap sosok lain di dalam kamar kami, seekor kera jantan bertubuh besar sedang berada disitu (belakangan aku tahu dia adalah kera yang baru dibeli nenek dan diberi nama Kororo, usianya sekitar kera remaja) entah kapan dan bagaimana dia disitu, aku agak gugup. Tapi semua sudah “agak” terlambat... Rogohan tangan Tokang membuyarkan ikatan handukku, praktis handuk yang satu satunya melindungi tubuhku terlepas dari ikatannya.
Handuk itu melorot kebawah secepat pikiranku yang tersadar kembali. Dengan sigap kutangkap ujung handuk itu dengan tangan kananku dan berusaha menutupi auratku yang terekspose bebas.
Agak risih rasanya, bagaimanapun aku seorang wanita yang telah menikah, dan seekor jantan asing yang (kupikir) telah siap kawin melihatku berbugil ria di sebuah kamar sempit 3 x 4 meter. Tentu saja tangan kananku berusaha menutupi kewanitaanku dengan handuk itu, walaupun kini bokongku terlihat bebas tanpa “pengaman”.
Hal yang buruk menyusul, tidak berhenti disitu saja, berat badan Tokang telah meningkat drastis, dengan melakukan lompatan seperti itu ke tubuhku dia membuat keseimbanganku goyang, aku tidak bisa berdiri dengan benar, dan masih untung aku terjatuh di bed tidur, dan semuanya terjadi begitu cepat.
Tokang tengkurap diatas dadaku, dia tidak peduli apapun, mulutnya dengan cekatan menyedot air susu dari putingku. Kubiarkan monyet kecil ini menikmatinya, menghisap hisap putting susuku, entah apa yang mas Heru lakukan jika dia tahu ini juga adalah bagian dari “paket bonus” pekerjaan yang kuterima.
Sesaat aku menjadi begitu sibuk dengan Tokang yang begitu bergumul dengan kedua payudaraku yang kencang dan mulus, kedua tanganku sibuk menjaga badannya agar berada dalam posisi “proporsional”. Tiba-tiba aku lupa memegang handuk yang menutupi auratku, karena konsentrasiku terfokus pada Tokang.
Tubuhku benar benar terkunci dibawah Tokang, tubuhnya yang berat tidak sanggup aku geserkan. Tiba tiba aku merasaan sesuatu. Monyet emas remaja (Kororo) itu membuka handuk penutup tubuhku satu satunya.
Aku terkejut bukan main, sementara Tokang sibuk membenamkan kepalanya di dadaku, monyet muda itu menghempaskan handukku ke lantai. Kini vaginaku terlihat sempuran olehnya. ya ! aku gugup setengah mati. Bagaimana jika monyet ini birahi terhadap liang kemaluanku ? jika Joki saja berkeinginan seperti itu, bagaimana dengannya ?
Sesaat matanya yang bulat hitam tampak tercenung melihat gundukan hitam yang terpampang dihadaannya. Bibir vaginaku yang gemuk memperlihatkan garis “membelah vertikal” yang sangat jelas, perlahan jantunku mulai berdebar saat tangan Kororo menyentuh kemaluanku. Menyentuh saja, menggesek dua, tiga kali…, wajahnya yang tanpa ekspresi membuatku berpkir jika Kororo juga seperti Tokang yang tidak tertarik dengan organ intim wanita manusia. Namun keyakinanku mendadak sirna ketika dia maju mendekat dan melebarkan kedua pahaku yang pasrah. Kini dapat kurasakan kedua bibir vaginaku terkuak lebar-lebar.
Ohh.. astaga.. jeritku dalam hati.. kenapa bisa begini ? Kupikir bersenggama dengan Joki akan menjadi yang terakhir bagiku, kini aku telah dihadapkan dengan situasi dimana aku tidak bisa mengelak untuk melakukannya sekali lagi.
Jari tengah kororo mengurut urut belahan memekku. Perlahan-lahan seiring hisapan Tokang pada putingku yang mengeras. Sesaat sensasi itu dengan “ insting tubuh wanita 33 tahunku” diresponse dengan cara yang tidak kuinginkan.
Tubuhku melonjak menikmati sensasi itu, dan tanpa sadar lubang memekku berkontraksi dan mengeluarkan cairan kecil, bersamaan dengan itu sisa sisa mani Joki juga ikut keluar. Kini vaginaku telah basah, dan nampak belepotan lendir mani yang menetes.
Kororo tampak sedikit terkejut, namun cairan itu justru memancing insting “keingintahuannya”. Dengan cepat kedua ibu jarinya menguakkan lebar-lebar memekku, sedangkan jari tengahnya mulai memasuki liang kewanitaanku yang tadinya diobok-obok Joki.
Aku tak dapat melakukan apa apa terkecuali membiarkan Kororo melakukan apa yang da inginkan, satu hal yang kuhindari adalah jika Tokang melihat semua itu, kupeluk dia dalam-dalam. Entahlah, rasa sayangku pada kera kecil ini sedemikian dalam sehingga aku tak ingin dia melihatku dipermalukan seperti itu.
Jari jari Kororo mengucek-ngucek vaginaku. Semakin lama bau mani Joki yang tersisa semakin mencuat. Aku merasa sangat dipermalukan. Aku, seorang wanita yang telah menikah telah menerima kenyataan liang peranakannya telah kedapatan dimasuki oleh jari jemari sekor orang utan... liang kemaluanku ..oh.. ..
Kororo sempat membau baui tangannya sendiri, dan sepertinya bau itu dia kenali dengan baik. Sekitar 10 menit aku dimasturbasi oleh Kororo si kera itu, namun yang terjadi di luar perkiraanku, Kororo bergerak menjauh dariku dan sesaat kemudia dia pergi keluar kamar.
Saat dia mendekati pintu, aku begitu girang. Dan yang kuharapkan benar benar terjadi, kera itu membuka pintunya dan pergi keluar. Sesaat kupikir mungkin kera ini adalah kera yang cerdas, buktinya Kororo dengan mudah bisa membuka pintu keluar. Sementara aku mendorong tubuh Tokang dan membersihkan diriku serta cepat-cepat mengenakan pakaianku kembali.
TAMAT.