Laju sepeda motor yang dikemudikan Pak Irwan
semakin cepat dan menyalip mobil angkutan di depan kami. Aku hanya
diam, duduk dengan tenang di belakang boncengan, sesekali menjawab
pertanyaan laki-laki tersebut atau memintanya untuk mengulanginya,
karena suara bising kenderaan di sepanjang jalan membuat suara Pak
Irwan tidak begitu jelas terdengar.
Memang hari ini lalu lintas begitu padat, tidak biasanya. Kecepatan
sepeda Pak Irwan sedikit mulai stabil, tanganku yang sejak tadi terus
merangkul tubuhnya yang besar, sedikit nakal menggoda laki-laki
tersebut, dan memukul tanganku saat tanganku yang nakal meremas
kontolnya.
"Jangan main-main" ucapnya sambil tertawa.
"Sudah tak tahan Pak" bisikku dan Pak Irwan tertawa lagi.
Tanganku mengelus-elus dadanya yang dibalut oleh jeket tersebut,
badannya dan punggungnya tak lepas dari elusan tanganku. Laki-laki
tersebut tertawa dengan kekonyolan yang aku buat padanya, yang pasti
dia sangat menyukainya.
Cukup lama aku mengenal Pak Irwan. Laki-laki yang sangat baik dan
dermawan. Karena beliaulah aku dapat meneruskan sekolah ke Lanjutan
Pertama. Laki-laki tersebut membiayai sekolahku dari kelas 4 SD sampai
sekarang. Dan bukan itu saja ketiga adikku juga. Laki-laki tersebut
sangat budiman, aku banyak berhutang budi padanya. Inang tak bisa
menahan harunya saat Pak Irwan mengulurkan bantuan pada keluargaku dan
memberikan modal kepada Inang untuk membuka warung kecil-kecilan di
rumah.
Sejak meninggalnya Amang, kehidupan kami sangat memprihatinkan.
Inang harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keempat anaknya.
Sebagai anak laki-laki yang paling besar, aku sedikitnya terpanggil
untuk membantu meringankan beban Inang, walau usiaku masih
sangat-sangat muda untuk bekerja. Umurku 11 tahun dan sudah setahun
yang lalu sudah meninggalkan bangku sekolah karena faktor biaya.
Dari hasil barang-barang bekas yang aku dapatkan, sedikitnya
membantu Inang untuk memenuhi kebutuhan dasar kami. Dan seperti biasa
aku berkeliling mencari barang-barang bekas dari tempat-tempat sampah
orang kaya dengan karung goni yang selalu setia di atas pundakku,
sementara sebuah gancu mengaduk-aduk tempat-tempat sampah tersebut,
mencari barang bekas yang laku untuk dijual.
Setelah mengambil beberapa botol bekas yang berada di dalam bak
sampah dan memasukkannya ke dalam karung goni, mataku yang begitu awas
dengan barang-barang bekas melihat ember besar yang terletak begitu
saja dalam posisi terbalik, kelihatan pecah pada sisi pantatnya.
Dengan sangat hati-hati, mengecek keadaan sekeliling dan merasa
aman aku rasa bahwa tidak akan ada yang melihat akan aksi yang akan aku
lakukan nantinya dan ditambah dengan dorongan oleh bisikan-bisikan
nafsu untuk mengambil barang tersebut, aku langsung membuka kunci
grendel pagar rumah tersebut dan memasukinya. Begitu beraninya diriku
mengambil ember tersebut dan memasukannya ke dalam karung goni.
Keberanianku langsung menciut tatkala mendengar suara keras membentakku
dari arah belakang.
"He! Berani sekali kau mencuri di siang bolong begini".
Tubuhku langsung lemas dan sedikit gemetar, berbalik melihat
laki-laki di belakangku yang memandangku dengan tidak bersahabat,
melototkan matanya.
"Maaf, Bang" ucapku dengan sura terbata-bata.
"Aku pikir emer ini tidak dipakai lagi" dengan suara gagap ketakutan.
"Letakkan lagi di tempatnya semula, kalau tidak saya panggil polisi"
"Maaf, Bang, jangan.. Jangan panggil polisi Bang" ucapku lagi
memohon dan hampir menangis dan meletakkan ember bekas tersebut ke
tempatnya semula.
"Sini kau!" bentak laki-laki tersebut dan saat aku mendekatinya,
laki-laki tersebut langsung menarik kupingku, menjewernya dengan kuat.
"Kecil-kecil sudah jadi maling, besarnya mau jadi apa, ah?"
"Ampun Bang, aku pikir ember itu tidak dipakai lagi, aku baru kali ini melakukannya".
"Sudah mencuri, bohong lagi" bentak laki-laki tersebut dan semakin kuat tangannya menjewer kupingku.
"Ampun Bang, ampun" ucapku memohon menahan sakit sehingga aku menangis.
"Kurang ajar, apa tidak pernah diajarkan orang taua kau, ah"
Aku hanya diam menunduk, laki-laki tersebut melepaskan tangannya pada kupingku dan memeriksa karung goniku.
"Apa kau tidak sekolah, ah" bentak laki-laki itu lagi dan aku mengangguk menjawabnya.
"Malas, ah?, mau jadi apa kau ini, sudah tidak sekolah, maling dan sudah besarnya mau jadi rampok yah?"
"Tidak Bang" jawabku.
"Lalu apa?"
"Inang tidak punya uang untuk menyekolahkan kami"
Laki-laki tersebut menatapku tajam, menyimak perkataanku,
memastikan apa aku berbohong atau berkata benar padanya. Perasaan lega
saat aku di suruh pergi juga akhirnya dan memenuhi janjinya untuk tidak
akan menampakkan mulalu di sekitar rumahnya lagi. Berbagai sumpah
serapah aku ucapkan dengan pelan pada laki-laki tersebut sambil
meninggalkan pekarangan belakang rumahnya.
Sebulan kemudian tanpa sengaja aku bertemu dengan laki-laki galak
tersebut dan sedikit terkejut saat laki-laki tersebut mengajakku ke
rumahnya dan memberikan ember yang pernah aku incar beserta
barang-barang bekas lainnya. Mimpi apa aku semalam, begitu banyak
barang-barang bekas yang aku dapatkan hari ini, gumamku.
"Satu karung saja kau bawa dulu, yang satu tinggalkan dulu, nanti kau jeput"
Aku mengikuti saran laki-laki tersebut. Dan hari-hari berikutnya,
laki-laki tersebut memberikan barang-barang bekas yang tidak dipakainya
lagi kepadaku. Dugaanku ternyata salah, laki-laki tersebut ternyata
sangat baik dan selalu menasehatiku. Aku jadi malu mengingat kejadian
pertama kali itu dan beberapa kali meminta maaf padanya atas
kekeliruanku. Karena ember bocor aku jadi berniat mencuri, karena ember
bocor aku jadi malu dan karena ember bocor itu juga aku mengenal Pak
Irwan.
Suatu hari, Pak Irwan melihat sendir keadaan keluargaku.
"Hanya rumah berdinding tepas inilah peninggalan Amang anak-anak" ucap Inang.
"Ido sangat membantu saya, penghasilannya dari barang-barang bekas
itu bisa menambah untuk membeli beras dan lainnya, sementara sya
bekerja di pasar jadi kuli angkat barang atau membantu pedagang menjual
barangnya kalau dminta".
Singkat cerita, aku beserta adikku diangkat Pak Irwan sebagai anak
angkatnya, dan aku tidak perlu mencari barang-barang bekas lagi.
"Kau harus sekolah dan juga Adik-Adik mu, sekolah yang rajin biar
pintar dan suatu saat kalau sudah kerja kan bisa bantu Inang" pesan Pak
Irwan.
Walau aku bukanlah tergolong anak yang pintar, namun aku selalu
menurut, mengikuti nasehat Bapak angkatku itu, dan juga Bapak angkat
bagi ke tiga adikku, tapi bagimana dengan Inang? Apa Pak Irwan
mengangkatnya sebagai anak? Padahal Inang jauh lebih tua dari Pak
Irwan, atau Ibu angkat?, ah.. Mana mungkin, tapi jika Pak Irwan mau
mengawini Inang, pasti kami akan tinggal di rumahnya yang besar, kami
jadi orang kaya, tapi mana mungkin, Pak Irwan khan sudah punya isteri
yang cantik dan baik hati, yang pasti kalau Pak Irwan kawin dengan
Inang ceritanya akan berubah pastinya yah.
Karena usiaku yang sudah 11 tahun, aku dimasukkan Pak Irwan ke
kelas 4 SD, padahal kelas 3 pun aku belum tamat, tapi karena dia
seorang guru dan banyak kenalan, akhirnya aku diterima di kelas 4 SD
walau harus dalam masa percobaan terlebih dahulu. Kami hanya disuruh
belajar dan belajar, semua kebutuhan kami di subsidi Pak Irwan.
Laki-laki tersebut pun memberi modal kepada Inang untuk membuka warung
kecil-kecilan di rumah, sehingga lebih membantu kami lagi.
Kata-kata yang mengandung makna berupa nasehat selalu disampaikan
kepadaku sehingga memacuku untuk belajar lebih giat lagi agar
cita-citaku tercapai dan akan menunjukkan kepadanya bahwa
pertolongannya tidak sia-sia.
Setahun kemudian
Seperti biasa, sepulang sekolah aku mampir ke rumah Pak Irwan,
masuk dari belakang rumah, seperti layaknya seperti rumahku sendiri,
mencari keberadaan Pak Irwan, memberi kejutan kepadanya. Melihat
laki-laki tersebut yang sedang duduk santai di sofa sambil menonton TV,
akupun mendekatinya dengan perlahan.
"Kena" ucapku sambil menutup kedua matanya.
Pak Irwan menangkap kedua tanganku dan menariknya sehingga tubuhku
terangkat ke depan, tangan laki-laki tersebut memegang celanaku,
menariknya sehingga badanku terjatuh ke sofa. Pak Irwan ternyata tidak
memberikan ampun kepadaku lagi, badanku digelitikinya.
"Akhh.. Ampun.. Ampun Pak" ucapku tertawa, kegelian, meliuk-liukkan badanku.
Keakraban begitu memang sering kami lakukan. Pak Irwan seperti
Bapak kandungku, selayaknya keceriaan antara Bapak dan anak, dan hanya
dengan Pak Irwan baru aku dapatkan. Laki-laki tersebut terus
menggelitiki badanku, tidak menghiraukan aku yang memohon meminta ampun
untuk menghentikan permainannya, aku sampai mengeluarkan air mata
karena bahagia.
Laki-laki tersebut tersenyum, menghentikan permainannya, menatapku
sejenak dan dengan tiba-tiba tangannya langsung mencaplok kontolku,
meremas-remasnya.
"Geli.. Geli.. Pak.." ucapku lagi sambil tertawa.
Pak Irwan menarik tubuhku ke depan, meletakkan kepalaku di bantal
kursi yang berada di bawah pusarnya dan kembali tangannya menjangkau
kontolku, meremas-remasnya.
"Akhh.. Bapak gete (genit)" ucapku.
Laki-laki tersebut hanya tersenyum dan terus meremas-remas kontolku
yang berada di balik celana. Mendengar sura desahan-desahan, mataku
tertuju ke depan TV dan melihat permainan asyik laki-laki dan perempuan
di atas ranjang, dan dalam keadaan telanjang bulat.
Bapak angkatku ternyata sedang menonton film porno dan usiaku yang
baru 12 tahun, belum faham betul permainan tersebut. Aku menjadi
tertarik dengan tontonan di TV tersebut. Pak Irwan tersenyum melihatku
yang begitu serius menonton adegan ngentot.
"Seius sekali kau" ucap Pak Irwan memegang daguku.
Aku tersenyum, tersipu malu dan saat itu pula Bapak angkatku
mengangkat bantal kursi dari selangkangannya, kontolnya naik ke atas,
tegang dengan bulu-bulu yang lebat dan ikal. Pak Irwan tersenyum
menatapku, aku baru sadar, ternyata Bapak angkatku telanjang bulat.
"Bapak, tidak malu" ucapku mengejeknya sambil tersenyum.
"Kenapa malu?, khan hanya ada anak Bapak di sini" ucapnya sambil
tertawa, tangannya merangkul pundakku, kepalanya dirapatkan ke kepalaku
dan Pak Irwan mencium pipiku.
"Akhh, bapah tambah gete saja" ucapku dan menghapus pipiku yang habis diciumnya.
Pak Irwan tertawa lagi, meraih tanganku dan meletakkan ke kontolnya.
"Pegang kontol Bapak, kontol Arido Bapak pegang juga" bisiknya
Tanganku merasakan batang keras tersebut, sementara Pak Irwan
meremas-remas kontolku juga, merasa tak puas, laki-laki tersebut
membuka retsleting celanaku dan mengeluarkan batang kontolku yang
lemas.
"Wah, kontolmu ternyata panjang juga" ucapnya melihat kontolku yang menjulur dari lubang retsleting.
Tangan Pak Irwan menarik-narik ujung kontolku yang terkatup,
kuncup. Aku termasuk orang yang tidak sunat. Gerakkan-gerakkan tangan
Bapak angkatku yang meremas-remas dan mengocok-ngocok batang kontolku,
membuat kontolku semakin bereaksi, hidup, membesar pada diameter
batangnya dan semakin panjang dari bentuk semula dan kulit pada
ujungnya melebar, seiring kepala kontolku yang membengkak, membesar.
"Wah, kalau Bapak tahu lebih dulu kau punya batang kontol yang
besar dan panjang, Bapak langsung menggarap Ido" ucapnya sambil
tersenyum.
Pak Irwan mencium pipiku lagi sebelum pergi meninggalkanku dan
kembali tak lama kemudian dengan membawa boneka perempuan telanjang
bulat tinggi dan ramping. Laki-laki tersebut tersenyum dan kembali
duduk di sampingku.
"Bapak kenalkan dengan Madonna" ucapnya padaku memperkenalkan
boneka tersebut dan memberitahukan setiap organ tubuh boneka tersebut.
Aku menolak saat Pak Irwan menyuruh untuk menghisap-isap puting
payudara boneka tersebut, Bapak angkatku memberi contoh, dia langsung
mengisap-isap puting payudara boneka tersebut, menjilatinya dan
menarik-narik puting payudara boneka tersebut bergantian. Aku tertawa
melihatnya. Bapak angkatku seperti bayi yang sedang menyusu pada boneka
tersebut.
Beberapa lama kemudian, Pak Irwan memasukkan kontolnya ke dalam
mulut boneka karet tersebut yang menganga lebar, tersenyum melihatku,
tangannya terus menekan-nekan kepala boneka karet tersebut.
"Madonna mau merasakan kontol Arido, dia mau mengisap-isap kontol Arido" ucap Bapak Angkatku.
"Enak Pak?" tanyaku.
"Geli dan enak" jawab Pak Irwan sambil tersenyum dan membuka baju dan celana seragamku.
Aku merasakan kegelian saat mulut boneka tersebut keluar masuk memakan batang kontolku.
"Geli.. Geli.. Pak" ucapku.
Pak Irwan tersenyum sambil terus menggerak-gerakan kepala boneka tersebut.
"Pak.. Gelii" ucapku lagi.
"Akhh.." desahku pelan dan pendek.
Bapak angkatku mengangkat boneka karet tersebut, "Wah.. Air manimu,
tertinggal di dalam mulut Madonna" ucapnya menunjukkan cairan kental
seperti ludah namun lebih kental lagi.
"Anak Bapak, kecil-kecil sudah menghasilkan" ucap Pak Irwan lagi,
menambah kebingunganku lagi. Laki-laki tersebut memelukku sambil
mengelus-elus rambutku.
Pak Irwan mengajakku ke kamar mandi, mendudukkanku di sisi bak,
sementara Bapak angkatku tersebut jongkok, tangannya meraih kontolku
dan.. Dan.. Bapak angkatku tersebut menelan batang kontolku,
menarik-nariknya dengan mulutnya, dengan gerakan cepat sehingga
kontolku bertambah besar kembali dan memanjang. Pak Irwan
mengocok-ngocok batang kontolku, merapatkan kedua bibirnya sehingga
batang kontolku terjepit, hingga batang kontolku tenggelam samapai
pangkalnya. Tanpa pengetahuan dan tidak tahuanku, aku membiarkan Bapak
angkatku melakukannya. Kocokan-kocokan mulutnya pada batang kontolku
semakin enak saja, geli rasanya.
Pak Irwan mengeluarkan batang kontolku dari mulutnya, dan lidahnya
menari-nari, menjilati seluruh batang kontolku dari ujung, kepala
kontolku sampai pangkalnya dan yang lebih enak lagi, saat Bapak
angkatku menjilati biji kontolku, mengulumnya satu persatu sambil
menarik-nariknya dengan mulutnya dan kedua biji kontolku ditelannya
sekaligus dan menarik-nariknya untuk beberapa lama laki-laki tersebut
melakukannya dan kemudian menelan batang kontolku berikut kedua biji
kontolku secara bersamaan, kembali menariknya dengan pelan.
Akkhh.. Geli dan enak aku rasakan, hangatt..
Untuk beberapa lama Bapak angkatku melakukannya, mengisap-isap
kontolku dan terus.. Terus dia lakukan hingga hal yang sama aku
dapatkan seperti saat boneka karet tersebut menelan kontolku, aku
merasakan gelii.. Gelii yang mengenakkan dan Bapak angkatku
mengeluarkan batang kontolku dari mulutnya dan menunjukkan cairan
kental dalam mulutnya. Cairan mani kata Bapakku dan langsung
ditelannya.
Permainan berikutnya aku dapatkan, dengan waktu yang di atur oleh
Bapak angkatku sendiri, sementara aku merasa ketagihan dengan permainan
tersebut.
Hari yang telah ditentukan, rasanya aku ingin pelajaran sekolah
cepat selesai, supaya aku dapat menemui Pak Irwan dan memintanya untuk
mengajarkan permainan berikutnya. Seperti yang sudah di jadwalkan,
kembali aku merasakan permaianan Madonna dengan asuhan Bapak angkatku,
aku memperkosa lubang kemaluannya, akhh.. Sangat enak.. Enakk.. Enakk,
Pak Irwan menyuruhku mendesah jika aku merasakan nikmat.. Dan aku
melakukannya, sementara aku mengentot Madonna, Bapak angkatku
menciumiku, mencumbu, bibirku, melumat bibirku. Dengan tekhnik-teknik
dan ajarannya aku pun mulai membalas setiap cumbuannya. Hangat, nikmat
aku rasakan saat bibir Bapak angkatku menyentuh bibirku dan melumat
mulutku. Setelah selesai dengan Madonna, kembali Bapak angkatku
mengambil alih posisinya, seperti biasa menelan batang kontolku,
mengocok-ngocoknya dengan mulutnya, dan kembali air maniku muncrat di
dalam mulutnya, dan ditelan langsung oleh Bapak angkatku tersebut.
Malam itu, Pak Irwan menyuruhku untuk ke rumahnya dan saat yang aku
nantikan akhirnya tiba, kebetulan satu minggu itu aku tidak berjumpa
dengannya, Pak Irwan mengantar istrinya pulang karena ada urusan
keluarga katanya. Kami akan melakukannya malam itu sepuasnya, yah
sepuasnya. Aku juga sudah sangat merindukannya terutama kerinduan
mulutnya yang akan mengocok-ngocok kontolku yang membuatku kegelian,
keenakan, kenikmatan, hingga tubuhku mengejang seiring dengan air
maniku yang kental muncrat ke dalam mulutnya.
Pak Irwan langsung mengajakku masuk dan tanpa basa-basi lagi aku
menelanjangi pakaianku, sementara Pak Irwan yang sudah bertelanjang
dada dan hanya memakai sarung saja saat itu, langsung membuka sarungnya
dan Bapak angkatku sudah tidak memakai apa-apa lagi. Tubuhnya yang
bulat, padat berisi tanpa dibalut sehelai benangpun. Pak Irwan menarik
tanganku dan kami berbaring di atas air bad yang sudah terbentang di
depan TV. Bpak angkatku mengusap seluruh badanku dengan baby oil,
mengocok-ngocok kontolku dengan minyak tersebut hingga kontolku
bertambah besar dan panjang, berdiri tegak 90 derajat.
"Madonnanya mana Pak?" tanyaku.
"Kau tidak butuh lagi" jawab Bapak angkatku sambil tersenyum.
Bapak angkatku membaringkan badannya ke air bad, terlungkup dan
menyuruhku untuk mengoleskan Baby oil ke punggungnya, ke pantatnya,
kedua paha, betis dan kakinya, kemudian laki-laki tersebut menumpahkan
sisa baby oil pada belahan pantatnya, meraba-raba lubang pantatnya,
hingga terbuka lebar, dan aku pun menaiki tubuhnya sesuai
permintaannya, keadaan licin tubuhnya membuat tubuhku meliuk-liuk di
atas punggungnya.
"Enak Pak, enak sekali" ucapku memberi komentar, Pak Irwan
tersenyum, dan memintaku untuk memasukkan kontolku ke dalam lubang
pantatnya. Tanpa banyak tanya lagi aku melakukkannya dan menekan
pantatku hingga batang kontolku amblas di dalam lubang pantatnya.
"Aakkhh.." desahku, betul-betul enak.. Nikmat.. Enakk.. Gelii..
Aku mulai menggerakkan pantatku perlahan, namun dasar nafsuku yang
besar namun tenaga yang kurang, aku cepat mencapai puncak orgasme..
"Yah, istirahat dulu" saran Bapak dan akan aku lanjutkan kembali.
Aku tidak ingin berlama-lama beristirahat dan mengajak Bapak
angkatku kembali untuk menyodomi lubang pantatnya dan aku berhasil
melakukannya beberapa kali, sampai Bapak angkatku khawatir dengan
fisikku yang tidak akan mampu lagi untuk melanjutkan permainan.
"Jangan dipaksakan, kita masih banyak waktu" ucapnya.
Aku yang sudah merasakan enak, geli dengan permainan yang barusan
aku lakukan, meminta Bapak kembali untuk meyodomi lubang pantatnya dan
Bapak angkatku tersebut kembali melayaniku.
"Permainan ini, betul-betul enak, gelii, gelii, Pak" ucapku lagi.
Bapak angkatku hanya tersenyum. Dan hari-hari berikutnya aku
meminta Bapak untuk menyodominya, memuaskan nafsuku yang sangat besar,
dan Bapak dengan setia melayaniku, kami saling bercumbu, berciuman,
memacu nafsu kami yang tak habis-habisnya. Aku menyukai Bapak angkatku,
sama halnya dengan beliau lebih menyukaiku daripada istrinya, dia lebih
terpuaskan dengan laki-laki muda dengan kontol yang besar dan panjang.
Permainan kami terus berlanjut hingga sekarang, sepertinya terjalin
perasaan cinta di antara kami, rasa sayang dan saling menyukai bukan
antara anak dan Bapak lagi, tetapi mungkin seperti kekasih, kekasih
sejenis, tidak ada sang istri. Adakalanya Bapak bertindak sebagai istri
atau sebaliknya dengan diriku sendiri, kami saling memuaskan, memacu
gairah kami yang lagi panas, apalagi aku mulai tumbuh sebagai laki-laki
remaja, dengan perubahan diriku yang nyata, suara, tubuhku, dan
organ-organ tubuhku yang lainnya.
Kontolku semakin besar dan dengan panjangnya bertambah beberapa
senti, dengan bulu-bulu yang tumbuh subur di sekita kontolku dan selalu
di cukur Bapak angkatku, sehingga botak. Dia sangat menyukainya. Apa
yang dia sukai otomatis aku menyukainya, aku memberikan semuanya untuk
kesenangannya karena dia begitu banyak menolongku dan keluargaku. Atau
apa karena aku menyukai laki-laki tersebut sejak awal, atau mungkin
karena aku mencintainyakah?
Akhh, aku harap untuk selamanyaa..
E N D