Jadilah diri sendiri. Jangan mau jadi orang
lain atau makhluk lain. Berlakulah sebagai kodrat yang diciptakan oleh
Tuhan. Itu terus yang terngiang di telingaku, di pikiranku. Selagi aku
menghindar dari semua godaan yang aku senangi tapi tidak disenangi
Tuhan, bisikan-bisikan itu terus bersuara. Kadang pelan, kadang sampai
menghentak jantungku.
Sore ini aku pulang tidak terlalu malam. Sebenarnya, ini adalah
Ramadhan keduaku jauh dari teman-teman dan keluarga. Rasanya sedih
juga. Aku masih ingat suasana sahur yang tenang tapi asik, atau suasana
buka yang rame tapi masih tetap khusuk. Kesibukan kantor, membuat aku
menjalankan ibadah puasa lancar-lancar saja. Cuma ibadah lainnya yang
harusnya dapat kulakukan lebih intensif, tak dapat kulakukan penuh.
Pulang kantor yang sudah malam membuat aku jarang sholat tarawih di
mesjid.
Kamarku masih sepi dan gelap. Dimaz yang beberapa hari ini nginap
di tempatku belum pulang. Cowok ganteng, teman yang aku kenal ketika
sama-sama ikut pemilihan Foto Model sewaktu di Jogya, mengikuti seleksi
karyawan di salah satu kantor di kawasan Kuningan. Dia sendiri baru
saja selesai S1 Arsitekturnya di salah satu perguruan tinggi di Yogya
dan tinggal wisuda saja. Hari ini adalah hari kelima dia di kamarku.
Katanya hari ini dia test khusus, hanya diikuti 40 orang, setelah test
umum tertulis yang diikutinya dinyatakan lulus. Hebat dia. Dia
menyisihkan hampir 200 orang peserta yang ikut test. Kupikir, zaman
sekarang, seleksi semacam itu hanya basa-basi saja. Kolusi tetap ada!
Setelah mandi dan melakukan kewajibanku sebagai muslim, aku
tiduran. Sengaja aku tidak nyalakan TV. Rasa kantuk dengan cepat
menyerangku setelah menikmati kenyamanan di kasur. Hm.. Jakara yang
belum hujan dan puasa yang kulakukan tadi siang, membuat aku cepat
lelah.. Atau kekenyangan dengan menu buka puasa yang lumayan banyak
tadi sore.
"Maaf, udah tidur ya?" si ganteng Dimaz baru pulang. Aku lihat dia
sedang di depanku memperhatikan aku tidur bertelanjang dada dan
bercelana batik. Apakah dia sudah lama memperhatikanku?
"Nggak pa-pa," jawabku malas.
"Gimana testnya? Lancar?" tanyaku sekedarnya.
"Ya.. Lumayan. Maaf aku pulang kemalaman, jalan-jalan dulu, trus bingung naik kendaraan umumnya." jelasnya.
Aku menggangguk.
"Aku ngantuk berat nih.. Aku tidur ya.." kataku sebelum dia bercerita lagi. Mataku benar-benar sangat berat untuk dibuka.
Aku putar tubuhku untuk mengambil posisi tidur yang nyaman lagi.
Aku ingat, aku masih tidak pakai baju. Dengan segera aku raih kaos
oblongku di samping tempat tidur, dan memakainya dengan sedikit
mengangkat badanku agar dapat menyarungkan kaos ke tubuhku.
"Aku tidur dulu ya," pamitku lagi sambil melirik Dimaz yang sudah
membuka pakaiannya. Dia hanya memakai celana dalam dan berjalan
mengambil handuk. Mau mandi dia.
"Iya," jawabnya.
"Aku juga mau mandi dulu. Gerah sekali.."
Walau sudah biasa untuk menahan gejolak nafsu kalo lihat cowok
keren, aku tetap saja ser-seran. Untung aku sedang sangat ngantuk, kalo
tidak..? Terus terang saja, aku masih susah untuk menyetel otakku agar
'menganggap biasa saja' kalau lihat yang keren seperti Dimaz tadi.
Sholatku terasa sia-sia selama ini.. Aku belum bisa tunduk terhadap
aturan Tuhan, seperti janji-janjiku dalam surat-surat yang kubaca dalam
setiap kali sholat. Ah..
Ada yang aneh terasa yang membuat aku terbangun. Ketika mataku
terbuka untuk melirik jam dekat TV, kulihat bayangan yang membuat
jantungku berdegup kencang. Lampu ruangan memang tidak nyala. Jam di
dinding menunjukkan sudah setengah dua dan TV nyala sedang menyiarkan
sepakbola. Suara TV kudengar sayup-sayup saja, dan suara dengus dan
nafas yang tertahan membuat aku menggerakkan bola mataku mencari sumber
suara mesum itu.
Kutahan sekuat tenaga agar tubuhku tidak bergerak, walau tubuhku
terasa menggigil menahan nafsu. Kulihat Dimaz sedang setengah telentang
di depan TV, disiram cahaya TV yang menyala, telanjang! Benar-benar
telanjang polos! Dia telentang bersandarkan bantal lantai di atas
karpet vinyl. Tangan kirinya menyangga kepalanya, sedang tangan
kanannya memainkan kontolnya yang setengah tegang. Pemandangan yang
sangat indah di mataku, terasa aku bermimpi. Aku tidak mimpi. Ini
nyata, Yadi! Syetan sudah mulai menyapaku. Walau udara di kamarku
terasa agak panas, tapi tubuhku menggigil..
Kontol yang gemuk dan panjang itu bergerak-gerak seperti ikan lele
yang dipegang hanya bagian ekornya. Dia menjepit batangnya itu dengan
jempol, jari telunjuk dan tengah, Sedang jari manis dan kelingkingnya
di tekuknya. Karena pegangan yang sedikit itu membuat gerakan kontolnya
seperti menari-nari. Dia menggerakkan naik turun dengan jepitan yang
tidak begitu kencang. Jantungku tidak dapat diajak kompromi. Berdetak
makin keras melihat otot bulat panjang yang mengkilat itu
bergerak-gerak liar di tangannya. Tubuh Dimaz sudah berkeringat, dapat
kulihat tubuh indahnya yang mengkilat. Entah sudah berapa lama dia
memainkan barangnya itu. Kelihatan asyik sekali dan sangat menikmati.
Ah.. Nafasku tetap tak tertahankan dan kakiku menuntut untuk
digerakkan..
Dimaz melirik ke arahku ketika aku menggerakkan kakiku dan
mendengus. Sungguh, aku sudah susah mengontrol diri. Aku menggeliat dan
kembali keposisi tidur. Mungkin dia pikir aku masih tidur, dia kembali
mempermaikan kontolnya yang makin tegang dan sangat indah kulihat
dengan hanya cahaya TV. Sekarang kedua tangannya aktif dengan batang di
selangkangnya itu. Menariknya ke pinggul kanan, ke pinggul kiri,
memutarnya dan menekannya ke arah perut. Ujung kontolnya nyaris sampai
ke pusarnya. Ukuran di atas rata-rata. Sesekali dia mempermainkan
puting susunya yang mulai mengeras. Dengus nafasnya kudengar makin
keras. Aku bernafas kencang, seperti orang tidur nyenyak..
Cukup lama aku nikmati apa yang dilakukannya tanpa dia tahu.
Kontolku juga sudah menegang. Tapi kutahan diri untuk tidak
menyentuhnya.. kalau tanganku ikut melakukan seperti yang dilakukan
Dimaz, wah.. Dosa apa lagi ini? Mestinya aku menghentikan apa yang
dilakukannya. Atau aku alihkan mataku ke tempat lain. Tapi syetan yang
ada di otakku menyuruhku untuk terus menikmati live show ini.
Kulihat Dimaz tidak menonton TV yang di depannya Matanya kadang
terpejam, menikmati rangsangan yang dilakukannya. Kadang wajahnya
menoleh kesamping, seperti menahan nikmat yang ada. Tangannya makin
liar. Tangan kirinya mempermainkan pelirnya dan sesekali jarinya masuk
ke bibir anusnya. Tubuhnya melengkung agar tangannya dapat mencapai
daerah anusnya. Jari-jarinya terus mengelus pelan sekujur tubuhnya.
Ototnya menegang..
Kenapa ini kau biarkan Yadi! Akhirnya ada suara yang sangat keras,
membuat aku memutar tubuhku, membelakangi Dimaz yang makin nafsu
bermasturbasi. Walau aku tidak melihat langsung apa yang dilakukan
Dimaz, tapi dapat kurasakan apa yang sedang terjadi padanya. Ah.. Suara
keras nafasnya, dan geliat tubuhnya yang atletis itu menandakan kalau
dia orgasme dengan muncratan spermanya yang tumpah ke perutnya, ke dada
dan sebagian ke pahanya.
Usahaku untuk menghapus apa yang kulihat tadi dengan memejamkan
mataku sia-sia. Bayangan Dimaz yang sedang mengocok kontolnya dengan
cepat masih terlihat jelas di mataku. Kembali aku tutup mataku rapat,
sambil kutarik bantal untuk menutupi telingaku. Semua masih jelas.
Kenapa ini? Tubuhku menggigil dalam udara panas begini.. Dalam hati aku
menyadari kesalahanku. Tuhan pasti sedang mengujiku lagi.. Pelan aku
berzikir.. Mohon ampun..
Usaha yang kulakukan membuat aku sedikit tenang. Aku hela nafas
panjang. Aku nggak peduli Dimaz tahu apa tidak, kalau aku sudah melihat
dia bermaksiat tadi.. Aku pejamkan mataku.. Kuatur nafas agar tenang.
Sampai aku tertidur.
Syetan itu kembali datang membangunkanku untuk memutar tubuh
menghadap Dimaz yang sedang mempermainkan barangnya. Tubuhnya kilihat
sangat indah. Dadanya, lengan bahunya, perutnya, pahanya.. Ruangan
kamarku terasa sangat terang, sehingga aku dapat jelas melihat lekuk
tubuhnya.
"Sedang apa?"
Kok aku bertanya lagi? Dimaz seperti tidak merasa berdosa apalagi
malu. Dengan tenang dia terus mempermainkan kontolnya, dan spermanya
yang berlepotan di sekitar tubuhnya diratakannya. Senyum menggodanya
membuat jantungku berdetak kencang. Srr! Tangannya mengelus tubuhnya
seperti menari di mataku. Tubuh telanjangnya berkeringat..
"Aku sedang pusing. Dan aku sedang mendapatkan kesenangan.."
jawabnya. Sorot matanya seperti mengajakku untuk ikut serta. Aneh, aku
tidak berkomentar apa-apa.
Wuih! Akhirnya aku bangun sambil membuka kaosku dan celana batikku.
Aku berdiri berjalan ke depan Dimaz, telanjang! Kontolku sudah setengah
tegang. Dimaz mengangkat badannya untuk bersila. Akupun duduk di
depannya. Aku seperti sedang bercermin. Kami saling mengocok kontol
masing-masing. Pelan dan terasa sudah licin sehingga aku dengan mudah
naik-turunkan telapak tanganku yang menggenggam batangku. Barang kami
dan tubuh kami sama mengkilat.
Tubuh kami tak jauh beda dalam ukuran dan keindahannya. Dimaz
memang lebih tinggi 5 cm-dia 178 cm-dan lebih muda dua tahun dariku.
Tulang besar dan otot yang padat yang saling berhadapan ini, kami
perbandingkan, tanpa saling sentuh. Lama aku menatap tubuhnya, seperti
dia juga menatap seluruh tubuhku. Kami masing-masing-entah kenapa-bisa
menahan diri tidak saling sentuh dan raba. Kuperhatikan seluruh lekuk
tubuhnya yang indah itu.. Sampai akhirnya aku ejakulasi hebat. Kontolku
memuntahkan spermanya tanpa genggaman kencangku. Otot selangkangku
mengejang. Ah.. Nikmat sekali! Tumpah semua di depan Dimaz. Jaringan
syarafku terasa lega, setelah selama ini menegang kencang. Kutarik
nafas panjang.. Pelan kulelus batangku, usaha menormalkan rangsangan.
Kontolku masih tegang ketika aku bangkit untuk mengambil tisu,
maksudnya mau membersihkan spermaku yang tumpah tadi. Waktu melangkah,
terasa lututku terasa agak kaku. Tertatih aku melangkah. Kulihat Dimaz
kembali mengocok pelan kontolnya sambil telentang dan kaki ditekuk
mengangkang. Tapi lama-lama dia mempercepat gerakan tiga jarinya yang
sedang menjepit itu, sampai akhirnya.. Tumpah semua diiringi dengus
nafas dan gelinjang tubuhnya..
Azan subuh membangunkanku! Apaan ini? Aku mimpi basah, kataku dalam
hati, ketika tanganku menyentuh kontolku yang sudah tidak begitu
tegang. Cairan kental itu membasahi bagian depan celana batikku. Cairan
kental itu seperti ditumpahkan keselangkangku. Banyak sekali terasa.
Jantungku langsung kembali berdebar. Ada rasa berdosa timbul.. Aku
terlambat bangun untuk sahur. Tapi aku niatkan akan terus puasa.. Walau
tidak makan sahur.
Kulihat Dimaz juga masih tidur dengan hanya mengenakan celana
pendek katunnya di depan TV di atas karpet vinyl. Dada dan perutnya
yang padat itu bergerak naik turun. Dia tidur nyenyak dengan ekspresi
wajah tampannya yang kelihatan sedikit tersenyum. Indah sekali. Kulihat
sekitar tubuhnya ada bekas cairan sperma yang sudah mengering. Biasanya
aku bangunkan dia untuk sahur. Tapi karena udah waktunya imsak, ya
kubangunkan nanti saja. Ingin aku perhatikan tubuh indah Dimaz itu
lebih lama.. Tapi aku takut akan terjadi ' hal tak diinginkan' lagi.
Bayangan tubuh Dimaz yang telanjang polos, entah kenapa kembali
terbayang..