"Ngapain lagi di sana? kalau untuk kerja, kenapa tidak di Jakarta saja,
kamu bisa melanjutkan bisnis Papi di sini, kasihan kan Risdam dan
anakmu ditinggalkan", ucap Papi.
Aku hanya diam, pusing juga memikirkannya, namun pikiran tersebut
hilang setelah malamnya aku berpesta lagi bersama temanku, menikmati
gejolak nafsu kami. Suatu saat Risdam dengan nekat mau menjemptku,
namun aku melarangnya dengan alasan macam-macam sehingga niatnya
tersebut tidak pernah dia lakukan.
Waktu sepertinya berlalu dengan cepat bagiku ternyata sudah 2 tahun
lebih aku meninggalkan Risdam dan anakku, hingga aku mendapatkan kabar
dari Mami yang aku harus benar-benar pulang hari ini juga. Di pesawat
aku berniat untuk ke rumah sakit dulu menjenguk Papi yang di opname
karena sakit jantungnya kambuh. Tiba di bandara Soekarno-Hatta, aku
menelepon Mami, namun HP-nya tidak aktif, akupun menelepon HP Risdam.
"Tidak usah ke rumah sakit Mas, langsung ke rumah saja, Papi sudah
tidak ada", ucap Risdam dengan suara terbata-bata dan isak tangisnya
yang kudengar. Aku segera meluncur pulang ke rumah yang ternyata sudah
ramai orang, aku langsung berlari menangis, memeluk jenazah Papi.
*****
Aku memohon maaf pada Mami, Mas-Masku, pada keluarga Risdam, dan
terutama pada istri dan anakku yang mulai tumbuh besar, lincah, bijak
dan tampan seperti papanya. Akhirnya kami kembali untuk bersatu lagi.
Aku berencana membuka usaha, aku menolak saat Mami menawarkan untuk
mengelola usaha Papi.
"Biarlah Mas Farma yang mengurusnya", ucapku.
Aku anak bungsu dari 5 bersaudara yang semuanya laki-laki. Papi
Risdam setuju bahkan menawarkan modal untuk usahaku, namun aku tolak
dengan baik. Aku melibatkan Robert temaku untuk menanam modalnya untuk
usahaku ini dengan pikiran temanku itu akan berkunjung ke Jakarta untuk
melihat perkembangan modal yang dia tanam di usahaku, dengan membawa
teman atau mengajak Howard yang menjadi kekasih gayku di Belanda dan
tentunya kami akan berpesta sex di sini. Robert setuju, akhirnya aku
membuka usaha bakery yang kupilih tersebut. Isteriku, Papi linda dan
Mami banyak membantu hingga berdirilah usahaku.
Aku mengundang artis saat peluncuran produksi bakery kami sebagai
promosi, aku juga mengiklankannya di surat kabar, majalah, televisi dan
media lainnya. Bulan pertama penjualan produksi bakery kami mendapatkan
keuntungan bersih 50%, aku menjadi senang, dan apalagi bulan-bulan
berikutnya penjualan produksi bakery kami juga mendapatkan keuntungan.
Saat itulah aku mulai berani untuk mendekati salah satu karyawan
laki-laki ku yang bernama Irwan, sudah lama aku tertarik pada laki-laki
tampan tersebut dengan tinggi 163cm, dengan kulit yang kuning langsat,
tubuhnya yang padat bulat dan lesung pipinya yang kelihatan saat dia
tersenyum, laki-laki tersebut benar-benar membuatku bergairah dan
bernafsu. Diam-diam aku sering memperhatikannya saat dia bekerja
menyajikan bakery ke meja pembeli.
Jam istirahat seperti permintaanku pada Maya, sekretarisku, Irwan datang ke kantorku.
"Selamat siang Pak"
"Irwan, mari duduk", sahutku melihat irwan masuk ke kantorku. Laki-laki tersebut duduk di depan meja kerjaku.
"Kamu sudah 3 bulan kerja di sini yah", ucapku berbasa-basi membuka-buka arsip.
"Benar Pak", jawab irwan mengangguk. Aku menatap Irwan, melepas kaca mata yang aku kenakan.
"Kamu menyukai pekerjaan kamu?", tanyaku lagi.
"Iya benar Pak, Saya suka dengan pekerjaan ini", jawab Irwan lagi.
"Masa percobaan kamu sudah habis, apabila saya angkat kamu menjadi
karyawan tetap saya, tanggung jawab kamu kepada perusahaan ini semakin
dituntut dan saya minta loyalitasmu, dan bersungguh-sungguh bekerja,
menjaga segala yang menjadi rahasi perusahaan dan juga inventarisnya".
Irwan mengangguk.
Aku berjalan ke depan, mengunci pintu kantorku.
"Kalau kamu bisa melaksanakannya saya tidak segan-seganmenaikan
gaji kamu atau bahkan mempromosikan kamu sebagai Supervisor produksi,
karena saat ini saya rasa kita membutuhkan satu orang yang dapat
mengontrol produksi dan mengawasi pekerjaan karyawan-karyawan lainnya",
ucapku menjelaskan.
Aku mendekati Irwan, menyentuh pundaknya, memijat-mijat bahu laki-laki tersebut.
"Promosi jabatan ini tidak saya umumkan dengan karyawan lainnya,
jika kamu mempunyai persyaratan tersebut, kamulah yang saya pilih,
karena setelah saya melihat kerjamu, saya menjadi tertarik dan ingin
memberikan jabatan tersebut kepada kamu".
"Terimakasih Pak", sahut Irwan. Aku menarik tangan Irwan dan mengajaknya duduk di sofa.
"Sudah makan?", tanyaku.
"Sudah Pak", Irwan menjawab.
Kami duduk berdekatan di sofa. Irwan mengambil rokok yang aku tawarkan kepadanya.
"Santai saja yah", ucapku.
Kami terus mengobrol, Irwan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan,
tentang dirinya dan keluarganya. Aku merangkul pundak Irwan, tangan
kiriku mengelus-elus pipinya, aku sangat bergairah dan sangat bernafsu
pada laki-laki yang sudah ada di dekatku itu. Nafsuku yang terpendam
selama ini perlahan namun pasti akan tersalurkan. Irwan hanya diam saat
aku mencium pipinya. Dia sedikit kaget.
"Pak?", tanyanya heran. Aku hanya tersenyum.
"Sudah pernah ngentot?", tanyaku.
Irwan dengan malu malu menjawabnya bahwa dia beberapa kali mengentot dengan pacar-pacarnya, sewaktu dia SMU dan sampai sekarang.
"Playboy juga kamu yah", ucapku tersenyum menarik hidungnya. Dia hanya tersenyum.
"Kalau Saya yang mengentot kamu, bagaimana?" tanyaku.
Irwan tersenyum memandangku. Aku langsung menciumi bibir Laki-laki
tersebut, menciumi pipinya, hidungnya dan cumbuanku kembali mengarah
kepada bibirnya, lama kau cumbui, tangankupun mulai mengarah ke
kontolnya, ku remas-remas. Irwan mulai bereaksi, dia membalas
cumbuanku, yang tadinya gugup, laki-laki tersebut mulai mengendalikan
dirinya mengikuti permainanku, Irwan mulai agak santai dan mengikuti
gerak bibirku saat melumat bibir atasnya, dia mengatup bibir bawahnya
sehingga mengenai bibir bawah bibirku, kami terus saling bercumbu.
"Akhh", desahku, menarik mulutku menjauh dari bibirnya, aku tersenyum.
Tanganku yang dari tadi meremas-remas kontolnya, kurasakan mulai
bereaksi, aku membuka talipinggang celananya, irwan cukup membantu
dengan berdiri sehingga aku dapat membuka celana dan kolornya
sekaligus, melihat totongnya yang sudah membesar, panjang dan tegang
aku mengocoknya menatap Irwan dan tersenyum, lalu aku langsung
mamasukan totong Irwan ke dalam mulut ku dengan mahirnya aku
mengocok-ngocok totong Irwan dengan mulutku. Irwan berkali-kali
mendesah kenikmatan, aku mengangkat batang buah jangkar kontol Irwan
dan aku jilati, aku isapi.
"Akhh", desah Irwan lagi, aku semakin bernafsu, aku membuka kemeja, dan celana.
Aku menarik tangan Irwan mengarahkan ke totongku, Irwan mengikuti
mengocok-ngocok kontolku, aku mengajak Irwan duduk di sofa kembali, aku
meremas totongku yang besar dan panjang, hitam dan mendekatkan ke
totong Irwan dan ku genggam kedua kontol tersebut, sambil ku
kocok-kocok, Irwan mendesah sambil menyaksikan permainanku, yang
beberapa lama, hingga laki-laki tersebut akhirnya melepaskan cairan
maninya yang kental.
"Wah, sudah loyo yah", ucapku tersenyum, Irwan hanya tersenyum.
Aku menarik tangan Irwan, menyuruhnya untuk nungging, dan dengan
posisi tersebut aku langsung menyodok lobang pantat Irwan dengan
totongku.
"Akhh", desahku merasakan keperawanan lobang pantat laki-laki tersebut.
Irwan menggigit bibirnya, mencekram sofa dengan kedua tangannya,
menahankan sakit. Aku terus menikmati lobang pantat Irwan yang terkoyak
dan berdarah, terus aku sodok-sodok, pantatkupun ku buat maju-mundur,
hingga beberapa menit kemudian aku mencapai klimaks, aku menghentikan
gerakan goyangan pantatku, memeluk punggung Irwan.
Aku menggigit telinga Irwan, menit-menit kemudian aku jilati
punggung Irwan, aku ciumi, aku jilati telinganya, aku mengajak Irwan
duduk kembali, kami berdua tersenyum, aku meremas-remas totong
laki-laki itu kembali, sambil menanyakan bagaimana keadaannya setelah
aku sodomi.
"Sakit Pak", ucapnya tersenyum, aku memeluknya menciuminya kembali, Irwan juga membalas cumbuan ku.
Kembali nafsuku bergairah lagi, aku minta Irwan untuk naik ke atas
pangkuanku, dengan perlahan Irwan duduk di atas pangkuanku, batang
totongku telah tenggelam ke dalam lobang pantatnya, aku
menggerak-gerakan tubuh Irwan, mengangkat-ngangkatnya sedikit, Irwan
menjadi mengerti, akhirnya laki-laki tersebut menggerak-gerakan
tubuhnya naik turun, sesekali batang totongku tidak tepat masuk kedalam
lobang pantatnya, aku memasukannya kembali, Irwan menggerakan tubuhnya
kembali, aku memeluk tubuh laki-laki tersebut, memain-mainkan puting
teteknya, mengocok-ngocok kontolnya, dan kembali mencumbui bibirnya,
beberapa menit kemudian aku meminta posisi lain lagi, karena melihat
Irwan yang sudah agak kelelahan dengan posisi tersebut. Aku
membaringkan tubuh Irwan di Sofa, ku angkat kedua kakinya dan
meletakkannya di atas bahu ku, aku pun mulai menerobos lobang pantat
Irwan dengan batang kontolku.
Aku mulai menyodok-nyodok lobang pantat Irwan, sesekali aku
turunkan tubuhku untuk mencumbu bibirnya, Irwanpun membalas cumbuanku,
lama aku lakukan dengan menyodok-nyodok lobang pantat Irwan dengan
cepat, sesekali aku menarik nafas mencegah agar permainan ku tidak
cepat berakhir, aku gerakan pantatku maju mundur dengan cepat lagi,
hingga aku tidak mampu untuk menahan puncak kenikmatanku lagi. Nafas
Irwan tersengal-sengal, sambil mengocok-ngocok kontolnya, aku mencabut
batang totongku dari lobang pantat Irwan, kudekatkan mulutku ke arah
totongnya, dan aku isap-isap, ku kocok-kocok dengan mulutku.
Irwan mendesah kenikmatan, aku terus membetot totong Irwan sampai
pangkalnya, kulepaskan kemudian dan kujilati kepala totongnya yang
merah tersebut, kembali kumasukan kedalam mulutku, akhirnya Irwan
mengejang, aku merasakan cairan maninya moncrot di dalam mulutku, aku
mengeluarkan batang totong Irwan dari mulutku perlahan, kedua bibirku
terus membetot batang kontolnya yang keras, hingga sampai ujung
totongnya telah keluar dari mulutku, aku menjilati kepala kontol Irwan
yang besar tersebut. Dia mendesah keenakan, aku tersenyum, demikian
juga Irwan. Kami menyelesaikan permainan kami, akhirnya nafsuku
terpuaskan dengan Irwan.
*****
Saya akan menceritakan lebih banyak permainanku bersama Irwan lagi,
bersama karyawanku yang lainnya seperti, Tony, Dani dan Edi.. so
nantikan saja. Hingga saat cerita ini tertulis, istri dan keluargaku
tidak mengetahui permainanku bersama karyawan-karyawanku, bahkan dengan
karyawan atau sekretaris ku yang cantik yang tidak pernah aku jamah
untuk kusetubuhi.
Terimakasihku untuk Irwan, Dani dan Edi yang sudah membahagiakanku, menghilangkan kejenuhanku selama ini.
Buat Tony, dimana kau sekarang..? Hubungi saya.. Akhirnya terimakasih buat semuanya.
E N D