Kegiatanku bersama Anneke sebelum dia mulai bekerja adalah seks, seks,
seks dan seks. Kami benar-benar memuas-muaskan diri tanpa jeda, kecuali
menyiapkan makan pagi bersama Mas Adit, nyiram pohon dan bunga di pagi
hari, masak untuk makan hari itu. Anneke sendiri melakukan kontak
telpon kesana-sini dalam kaitan persiapan masuk kantornya.
Untuk mengisi waktu sementara menunggu masuk kantor barunya Anneke
minta aku menemani ke beberapa tempat rekreasi yang sangat dikenal oleh
masyarakat di kotanya. Sesudah ke Taman Mini, Dufan dan Sea World di
Ancol, dia pengin mengunjungi Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu.
Dengan se-ijin Mas Adit, pada pagi-pagi hari jam 6.30, kami telah siap
di dermaga Marina Ancol untuk diantar speedboat menuju ke pulau
Bidadari. Karena hari itu adalah hari kerja tidak banyak tamu yang
menuju Pulau Bidadari. Saat naik ke speedboat baru ketahuan hanya ada 2
rombongan, pertama kami ber 2 orang dan yang lain adalah seorang ibu
muda dengan 2 putra dan putrinya yang masih remaja. Selama di speedboat
kami tidak bisa banyak bicara. Suara mesin dan gelombang yang pecah
oleh speedboat kami lebih keras dari omongan kami.
Ternyata perjalanan lautnya sangat pendek. Sekitar 10 menit dari
dermaga Marina Ancol kami sudah merapat di dermaga Pulau Bidadari.
Dengan gaya pakaian kahs Hawai yang telah kami sandang sejak dari
Marina Ancol tadi, kami turun dengan tas cangkingan berisi pakaian
cadangan mengikuti petugas yang menjemput kami untuk masuk ke cottage
sesuai dengan pilihan kami, sebuah bangunan beratap jerami, berdinding
gedek bambu dengan beranda yang santai menghadap ke laut. Nun jauh
disana nampak pulau Edam dengan mercu suarnya yang gagah menjulang.
Dengan hanya memakai BH dan lilitan kain berkembang-kembang, kami
duduk diberanda bak orang-orang kaya yang sudah memiliki segalanya.
Beberapa saat kemudian kami dengar suara kentongan tanda makan pagi
telah siap dihidangkan. Ini merupakan paket tour lengkap meliputi
sarana transportasi, akomodasi termasuk makan minum 3 kali sehari. Dan
nampaknya karena hanya ada 2 rombongan kecil, mereka menyambut kami
dengan sedikit lebih dari hari-hari saat banyak tamu memenuhi pulau
ini. Hal itu nampak atensi mereka pada setiap tamunya. Saat seperti ini
mereka berkesempatan untuk menunjukkan keramahan pelayanannya secara
maksimal.
Di ruang makan yang terbuka untuk menikmati panorama dan angin laut
kami jumpa lagi teman kami rombongan yang lain, si ibu muda, yang
selanjutnya kami memanggil dia dengan Mbak Ambar, dengan putra-putri
remajanya tadi. Dan karena memang tidak ada tamu lain, kami langsung
saling akrab. Mbak Ambar, yang usianya kuperkirakan sekitar 32 tahunan,
nama lengkapnya adalah Ambarwati adalah campuran China Pontianak dan
ibunya orang Jawa. Saat ini sedang dia bersama anaknya datang ke
Jakarta untuk menghadiri acara hajatan keluarga besarnya. Seperti
halnya Anneke selama seminggu di Jakarta mereka mengisi waktu, dengan
mengunjungi tempat-tempat rekreasi khususnya rekreasi kelautan yang
memang merupakan kesenangan utama anak-anaknya.
Sang ibu menceritakan bahwa anak-anak remajanya itu sangat senang
menaiki perahu selancar. Di Pontianak mereka telah berhasil
mengumpulkan beberapa piala lomba selancar antar pelajar. Ketika mereka
mendengar bahwa pulau Bidadari juga menyediakan pelayanan bagi para
pecinta perahu selancar, anak-anaknya minta diajak berkunjung ke pulau
ini. Dan kami memang telah melihat, petugas pulau sedang sibuk
menyiapkan perahu selancar untuk anak-anak ini. Mereka akan berlatih
dan bermain didampingi para pelatih yang disediakan oleh managemen
pulau ini. Anak-anak itu nampak sudah tidak sabar untuk selekasnya
terjun ke laut. Dan sang ibu nampak sangat bahagia melihat semangat
anak-anaknya dan merasa aman karena pelayanan pulau Bidadari yang
ramah, lengkap dan aman.
Aku dan Anneke sendiri lebih memperhatikan ibunya. Kami sepakat
untuk berpendapat bahwa ibu muda yang saat ini memakai celana pendek
dan blus katun casual yang putih bersih kecantikkannya cukup mempesona.
Kulit Pontianak yang banyak dipengaruhi kulit China itu sangat nampak
pada penampilan mereka. Sesudah selesai sarapan dan ngobrol sana-sini
kami berpisah. Aku dan Anneke berniat mengelilingi pulau. Kami dapat
petunjuk dari petugas untuk mengikuti jalan setapak kalau ingin
mencapai beberapa obyek dan lokasi yang menarik di seputar pulau itu.
Sesudah agak menjauh kami saling memeluk pinggang kami dengan
sesekali bibirku mendarat di bibirnya dan bibirnya mendarat di bibirku.
Kami menganggap dan merasa perjalanan ini akan menjadi wisata seks dan
bulan madu kami. Jalan setapak ini menuntun kami menuju sebuah benteng
kuno peninggalan VOC. Tampaknya sangat artistik sekali. Kami menaiki
tangga batu bata kuno hingga tiba di sebuah ruangan bulat yang sudah
hancur dan terbuka. Terasa sepi di sana. Angin laut menggoyang
pepohonan di sekitarnya, dari tempat itu kami melihat jauh ke utara
nampak pulau Seribu di kejauhan. Anneke memepetkan aku ketembok Kompeni
itu dan melumat bibirku. Aku menyambutnya dengan penuh gairah. Kami
saling melumat dan bertukar lidah dan ludah. Tangan-tangan kami saling
meremas dan terkadang mencubit kecil atau mencakar bagian-bagian erotis
kami. Kami termanjakan oleh suasana di sekeliling kami. Sungguh sangat
romantis rasanya.
Kami sedang asyik berpagutan saat suara langkah kaki lembut
terdengar, dan saat kami berpaling, ternyata Mbak Ambar, ibu dari 2
remaja itu telah berada di teras benteng tua ini.
"Ehh, maaf, saya mengganggu?", dia nampak kaget.
"Eeh.. nggak, silahkan Mbak", Anneke cepat menyahut.
Aku merasa tertangkap basah. Tetapi Anneke justru tidak, dia bertanya pada ibu cantik itu dengan santai.
"Mau joint?", gila Anneke ini.
Apakah dia sudah memikirkan apa yang dia ucapkan itu? Tetapi yang
lebih mengagetkanku adalah jawaban yang disertai senyuman manisnya si
ibu muda itu.
"OK, kenapa tidak. Anda berdua sangat cantik dan menarik hatiku.
Sejak di speedboat tadi aku sudah berniat untuk mendekati dan bisa
enjoy bersama anda", sambil dia mendekat hingga Anneke bisa meraih
pinggulnya dan langsung mendaratkan bibirnya di bibir Mbak Ambar, si
ibu 2 putri itu.
Aku sepenuhnya mengakui Mbak Ambar ini memang cantik dan memiliki
sex appeal yang tinggi. Dan lebih dari itu dia nampak sangat
berpengalaman dalam berhubungan seksual dengan sesama perempuan.
Pagutan Anneke disambutnya dengan panas. Dia memutar-mutar kepalanya
untuk mendapatkan lumatan yang lebih dalam. Dan Anneke mengejutkan aku
dengan ke-liar-annya. Tangannya langsung merogoh buah dada ibu itu dan
meremasinya. Aku mulai mendengar lenguh dan desahan ibu cantik ini,
yang tangannya juga menggapai pantat Anneke dan meremasinya. Aku jadi
ikut terhanyut. Tetapi aku mencoba menahan diri untuk tidak melakukan
intervensi.
Ketika nampak makin memanas Anneke menghentikan lumatannya dan
melepas remasan di buah dadanya. Dia dorong ibu itu untuk ganti memeluk
aku. Dan tak urung, aku langsung terlibat dalam nafsu birahi cinta segi
3 bersama mereka. Tangan Mbak Ambar yang langsung merogohi BH-ku dan
meremasi buah dadaku membuat aku menggelinjang dalam nikmatnya birahi
cinta segi 3 ini. Terus terang bermain cinta ber-3 macam ini bukan hal
yang pertama kali buat aku, tetapi melakukan di alam terbuka dan
disebuah pulau macam ini merupakan sensasi sendiri yang baru kali ini
aku mengalami. Sangat eksaiting.
Anneke tak mampu menahan dirinya. Dilepasinya celana pendek Mbak
Ambar dan diperosotkannya hingga ke ujung betisnya hingga tinggal
celana dalamnya yang juga putih bersih membungkus bokong sensualnya
Mbak Ambar. Anneke langsung menciumi bokong seksi itu. Hidungnya
didesak-desakkannya ketepian celana dalam seakan ingin meraup seluruh
aroma bokong Mbak Ambar. Mulut Mbak Ambar yang sangat wangi mendesis
dan memagut bibirku dengan sangat binalnya. Dia melampiaskan kenikmatan
ciuman Anneke di bokongnya dengan cara melumat dalam-dalam mulutku. Dia
peluk pundak kemudian punggungku. Dan aku menerima kenikmatan itu
dengan langsung mengembalikan kenikmatan pula kepada Mbak Ambar.
Tanganku kiriku meraih nonoknya yang kulihat begitu menggunung
sementara tangan kananku masih terus meremasi buah dada dan pentilnya.
Angin laut Pulau Bidadari menjadi saksi desahan dan rintihan nikmat
kami ber-3. Dan di kejauhan sana di tengah laut nampak putra-putri Mbak
Ambar sedang mengadu kecepatan perahu selancarnya didampingi
pelatihnya.
Ketika akhirnya Anneke melepasi celana dalam Mbak Ambar juga dan
menenggelamkan wajahnya ke celah bokongnya, Mbak Ambar tak tahan lagi
untuk meraih kepala Anneke, menarik rambutnya dan mendesakkan celah
pantatnya agar wajah Anneke lebih dalam tenggelam ke pantatnya. Bokong
dan pinggul Mbak Ambar bergoyang maju mundur dan sedikit naik turun
menahan kegekian nikmatnya merasakan jilatn dan kecupan Anneke di celah
bokongnya itu.
Kami para perempuan kalau dilanda nikmat birahi mulutnya tak bisa
diam dengan mengeluarkan suara yang nyaring bernada tinggi. Kini di
tengah bangunan tua VOC dan hutan kecil di Pulau Bidadari ini 3 suara
perempuan yang ditimpa nikmat birahi saling bersahutan bak
burung-burung pipit mencari sarangnya. Dan aku menyusul dilanda ketidak
sabaran pula. Merasakan remasan tanganku pada jembut Mbak Ambar yang
demikian rimbun melebat menutupi nonoknya yang menggunung aku menjadi
sangat tergoda. Aku bergerak jongkok untuk menciuminya.
Aku langsung membenamkan wajahku ke selangkangan Mbak Ambar dan
bibirku menjemput nonoknya yang tersembunyi di balik jembutnya yang
tebal ini. Seketika hidungku menyergap bau nonoknya yang sangat wangi
itu. Lidahku berusaha mencari kelentitnya untuk aku isap dan jilati.
Aku bisa membayangkan bagaimana derita nikmat yang harus di tanggung
Mbak Ambar saat di pantat belakang wajah Anneke terbenam di sana dan di
selangkangannya aku terbenam di situ. Tangan kanan meremasi rambut
Anneke dan tangan kirinya meremasi rambutku. Dia mendesah dengan
hebatnya sambil pinggul dan pantatnya terus menggelinjang-gelinjang
menahan terpaan nikmat birahinya.
Aku sudah menangkap cairan birahinya yang asin mulai meleleh keluar
dari lubang vaginanya. Tanganku kini mulai melakukan eksplorasi pada
lubang kemaluannya dan aku rasa tangan Anneke pun sudah sibuk untuk
berusaha menembusi lubang anal Mbak Ambar. Saat jari-jariku menusuk
masuk ke vaginanya yang semakin membasah kudengar suara lenguhnya yang
disertai jambakkan tangannya pada rambutku yang semakin menyakitkan
kulit kepalaku. Aku sogok-sogokkan jari-jariku ke lubang itu sambil
lidah dan bibirku terus mengulum, menciumi dan menyedoti bibir vagina
dan kelentitnya. Sementara Anneke sudah demikian asyik menjilati dan
mengecupi lubang anus Mbak Ambar yang terdengar dari suara-suara
kecupannya.
"Sudah, sudah, sudah, aku nggak tahan lagi, sudah, sudah..", terdengar permohonan Mbak Ambar penuh harap.
Anneke menghentikan desakan lidah di lubang duburnya dan bangkit
berdiri, demikian pula aku melepaskan tusukkan dan jilatan jari dan
lidahku dari nonoknya. Tenyata keinginan kami sama, aku dan Anneke
langsung berpagutan, aku menciumi aroma wajah dan bibirnya yang barusan
tenggelam di belahan pantat Mbak Ambar, dan Anneke berusaha menyedoti
bibir dan mulutku yang sebelumnya tenggelam dalam nonok Mbak Ambar.
Rasanya kami memerlukan tempat yang lebih mungkin untuk tingkat
lanjutannya yang lebih jauh menuju menuju puncak-puncak nikmat birahi.
Dan Mbak Ambar sendiri saat ini masih terpecah perhatiannya pada
anak-anaknya yang nampaknya sedang bergerak menepi untuk naik ke
dermaga.
Bersambung...