Kami dua bersaudara. Aku dan abangku Yunus. Kini dia kelas 3 SMU, 18 tahun dan aku kelas 1 SMU. Kamu satu sekolah. Teman-temanku cewek banyak yang naksir abangku. Banyak yang titip salam buat abangku. Kalau kami jalan berdua di luar sekolah, seperti belanja atau ke mall, orang selalu melirik kami. Secara tersamar, aku selalu mendengar orang mengatakan, aku dan abangku, seperti piang dibelah dua. Yang satu cantik dan yang satu ganteng lagi. Abangku sangat sayang padaku. Kalau kami berjalan, aku selalu memeluk tangan abangku, atau terkadang abangku memeluk bahuku. Abangku juga mendengar bisik-bisik remaja lainnya yang mengatakan kami pasangan serasi.
Aku dan abangku permisi pada mama dan papa untuk nonton film setelah ujian, dengan alasan selama ini kami sudah memeras otak. Mama dan papa megizinkannya dan memberi kami uang untuk beli tiket. Kami nonton di sebuah bioskop. Sebelumnya kami membeli makanan ringanutuk kami berdua. Filmnya bagus. Kisah percintaan dan mengharukan. AKu membayangkan, andaikan aku adalah perempuan dalam film itu dan abangku Yunus yangjadi pemudanya, alangkah bahagianya aku, bathiku.
Dalam bisoskop aku menyandarkan kepalaku dengan manja kepada abangku. Itu biasa kami lakukan. Abangku pun meremas-remas telapak tanganku.
Ini yang tak biasa kami lakukan. Dan tau-tau abangku memelukku kemudian dia mencium pipiku dengan lembut. Aku terkejut sekali. Tapi aku sebenarnya ingin mendapatkan kecupan itu sekali lagi.
Film habis, kami langsung masuk resto. Kamu makan malam di resto itu dan bercerita tentang keindahan cerita film itu. Sangat menyentuh.
"Apa kamu tidak menginginkan kekasih seperti di film itu," abangku memulai pembicaraan. Aku tersenyum dan menatapnya. Aku pun keceplosan.
"Maudong. andaikan ada laki-laki sebaik dalam film itu, aku mau jadi pacarnya," kataku.
"Apa kamu tak ada laki-laki yang mendekatimu?"
"Banyak."
"Lalu kenapa kamu tidak pacaran dan belum punya pacar?"
"Bang Yunus juga kenapa belum punya pacar?"
"Aku hanya mencintai seorang perempuan saja."
"Nah.. kenapa abang tidak kenalkan padaku?"
"Kamu sudah kenal kok?"
"Siapa?"
"Ya... kamu sendiri. Kamu mau gak jadi pacar ku?"
Dadaku berdegup kencang. Apa benar apa yang dikatakan Bang Yunus? Apa benar dia mencintaiku, seperti aku mencintainya? Lalu bagaimana status kami? Kami adalah abang dan adik. Bagaimana ini?
"Kok kamu diam Lin?"
"Apa kakak serius?"
"Ya. Aku serius. Bukankah banyak orang mengatakan kita seperti pinang dibelah dua?"
"Lalu kita bagaimana? Kan kita abang-adik?" Mana mungkin kita menikah?"
"Siapa bilang kita menikah? Kita pacaran. Nanti kalau kamu udah dapat laki-laki yang sesuai denganmu, ya kamu menikah saja
dengannya. Bagaimana? Setuju?" Entah kenapa aku langsug menggaunguk tanda setuju. Kami bersalaman dan sejak itu, aku
Evelina dan abangku Yunus resmi jadian. Kami tersenyum. ABangku menyuruhku pindah tempat duduk. Tadinyaaku di depannya,
kini ke sampingnya. Makanan kami sudah habis.
Bang Yunus memeluk bahuku dan merapatkan tubuhku ke tubuhnya. Kami pun pergi ke pinggiran kota, tempat yang indah yang selalu dijadikan tempat pacaran oleh para remaja. Suasana malam yang meremang denganlampu kecil, kami duduk di sebuah sudut. Sebuah bangku di bawah pohon ceri.
Bang Yunus merangkulku dan menarik tengkukku, lalu menciumbibirku. Duh... darahku berdesir. Sudah lebih dua tahun aku menginginkan kecupan Bang Yunus. Aku langsug membalasnya secara refleks.
Padahal sebelumnya aku belum pernah berciuman. Kami kembalingobrol. Ternyata Bang Yunus pun mkengatakan, diajuga baru pertama kali berciuman. Kami tersenyum bersama. Kami merasakan dunia ini sangat indah sekali. Sampai kami akhirnya berjanji, untuk sama-sama menjaga karena tak seorang pun boleh tahu, kami berpacaran. Aku setuju.
Percintaan kami sangat indah. Kamar kami bersebelahan. Jika kami tak bisa tidur, aku mengirimi Bang Yunus SMS dan dia membalasnya. Sampai pada malam pukul 03.00 kami sama-sama tak bisa tidur. Akhirnya bang Yunus meminta agar aku membuka pintu kamarku. Tak lama Bang Yunus memasuki kamarku dan kami berciuman sepuasnya.
Setelah puas, Bang Yunus kembali ke kamarnya dengan mengendap-endap. Dia menutup pintu kamarnya dengan perlahan sekali. Kami pun bisa tertidur pulas. Besok paginya (minggu) mama menggedor pintu kamarku dan kamar Bang Yunus. Kami terbangun. Mama menyuruh kami mandi. Aku melihat mama dan papa sudah rapi sekali, katanyamau kondangan ke rumah tante Mila teman sekantor papa. Mereka pun pergi. Aku dan Bang Yunus sangat senang sekali ditinggal berdua di rumah.
Bersambung...