Sodokan Joseph langsung keras menerjang segala rintangan yang ada, dikocoknya vaginaku dengan kerasnya, tentu saja buah dadaku bergoyang semakin hebat, beberapa penonton terlihat menelan ludah menahan napas tanpa bisa berbuat apa apa, terjebak permainannya sendiri. Aku semakin menikmati wajah wajah mereka yang menahan nafsu tinggi, 2 orang sudah orgasme tanpa bisa berbuat banyak, kecuali minta bantuan ketrampilan tangannya sendiri, mungkin lainnya menyusul tak lama lagi.
Tak ada yang bersuara kecuali kami berdua, semua menahan nafas dan gejolak nafsunya sendiri sendiri, kuimbangi gerakan Joseph dengan gerakan pantat yang berlawanan sambil memutar mutar pantat. Joseph semakin liar mengocokku, keringat mulai membawahi tubuhnya, dinginnya AC tak mampu meredam panasnya nafsu yang menggelora.
Aku merasa Joseph sudah dekat ke puncak kenikmatan, tapi aku tak mau secepat itu meski kami sudah bercinta lebih 15 menit. Kuminta berganti posisi, sekedar menurunkan tegangannya, tanpa minta persetujuan kucabut penis dari vaginaku dan aku langsung telentang di atas karpet di dekat kaki para penonton. Spontan mereka melongo sejenak melihat tubuh telanjangku telentang di kaki kaki mereka, tapi tak lama, Joseph sudah menutupi tubuhku dengan tubuh gendutnya. Aku kembali mendesah nikmat menerima kocokan Joseph, mereka melihat expresi desahanku dari celah pundak Joseph.
Kuangkat kakiku ke pundaknya, dengan posisi agak jongkok Joseph mengocokku, penisnya serasa semakin dalam mengisi liang vaginaku, para penonton semakin mendekat, bahkan Indra sudah dalam jarak jangkauan tanganku, kalau aku mau bisa saja kuraih dan kumainkan penisnya yang sudah keluar dari celananya, tapi itu diluar kesepakatan. Aku bisa menikmati wajah wajah yang terbakar birahi tinggi, wajah wajah putih terlihat kemerahan seperti udang rebus.
Joseph sudah tak mempedulikan lagi teman temannya yang bergerak semakin dekat, dia terlalu berkonsentrasi padaku, dan tak lama kemudian diapun menjerit seiring kurasakan denyutan kuat pada vaginaku, tubuhnya mengejang sambil meremas buah dadaku, akupun menjerit kaget dan nikmat, denyutan demi denyutan menghantam dinding dinding vagina dan akhirnya Joseph terkulai lemas di atas tubuhku dengan keringat yang deras membasahi tubuh kami berdua.
Riuh tepuk tangan kembali bergema di ruangan itu, aku masih memejamkan mata saat Joseph meninggalkan tubuh telanjangku yang masih telentang di atas karpet lantai, ketika kubuka mataku, ternyata aku tengah dikelilingi para penonton yang berdiri dengan penis yang teracung keluar, sungguh pemandangan unik.
Segera aku berdiri, tak bisa dihindari lagi ketika tubuh telanjangku bersinggungan dengan mereka, bahkan kurasakan beberapa menepuk atau meremas pantatku saat aku melewatinya, kubalas dengan senyum menggoda.
"Kamar mandi dimana?" tanyaku, serentak mereka menunjuk ke sudut ruangan seakan terlupa kalau penis mereka masih mengacung tegang.
Hanya dengan berbalut handuk yang ada di kamar mandi, aku kembali ke ruangan dan langsung duduk kembali di pangkuan Joseph. Mereka sudah merapikan pakaiannya kembali kecuali Joseph yang hanya mengenakan celana dalam.
"Masih bisa lanjut?" bisikku, meskipun aku belum orgasme, tapi aku puas melihat mata mata liar yang takluk dalam permainanku, seakan aku berhasil menaklukan mereka 8 orang sekaligus tanpa harus bersetubuh.
Entah berapa orang yang sudah orgasme hanya dengan melihat permainanku dengan Joseph.
"Sialan, dia sih jauh lebih hot dari yang kalian berikan ke aku tempo hari, rugi aku, kirain waktu itu dia yang terbaik tapi ternyata ini jauh melebihi," protes salah seorang disambut tawa dari lainnya.
Sambil beristirahat, kami bersantai, mereka saling meledek, baik tentang pribadi, istri istri mereka ataupun pacar dan mantan pacarnya. Botol botol kosong bir hitam sudah berserakan di meja. Akupun berputar dari satu pangkuan ke pangkuan lainnya tanpa mereka boleh menyentuhku, itulah aturannya.
"Kita lanjutin di kamar" kata Indra mengingatkan.
Kamipun berame rame menuju kamar yang ditunjuk Indra, selaku tuan rumah. Sebelum aku mencapai pintu kamar, seseorang menarik lepas handukku hingga aku telanjang. Aku hanya tersenyum melihat kenakalan mereka, tanpa mempedulikan tubuhku yang tanpa selembar penutup, aku santai saja berjalan menuju kamar mengiringi para laki-laki itu.
Kamar itu begitu besar dengan ranjang King Size, designnya bagus seperti kamar hotel suite, namun aku tak bisa memperhatikan lebih lanjut karena Joseph sudah memelukku dari belakang sebelum aku mencapai ranjang. Dia menciumi tengkukku sambil tangannya meremas remas buah dada, tubuhku lalu disandarkan menghadap dinding kamar, kubuka lebar kakiku karena aku tahu dia ingin menyetubuhiku dari belakang dengan posisi berdiri.
Penisnya mulai disapukan ke daerah kewanitaanku, namun berulang kali dia mencoba berulang kali pula dia gagal melesakkan penisnya mungkin terganjal perut.
Aku mengambil inisiatif, kutuntun Joseph menuju sofa dimana teman temannya duduk bersiap melihat permainan berikutnya. Kuminta salah seorang yang duduk di sofa panjang itu untuk bergeser, akupun duduk diantara mereka, berhimpitan di sofa panjang itu. Kuraih penis Joseph yang sudah berdiri di depanku dan langsung kumasukkan ke mulutku, mereka mulai bersiul melihat aku mulai beraksi, begitu dekat jarak antara mereka dengan mulutku yang sedang mengulum penis Joseph, hingga kurasakan dengus napas berat menerpa wajahku.
Joseph berlutut didepanku, kubuka kakiku lebar dan menumpangkan ke paha disampingku, dengan sedikit sapuan pada bibir vagina, Joseph melesakkan ke dalam, mengisi liang kenikmatanku, desahan nikmatku menyambut sodokannya. Aku menggeliat sejenak, kuremas lengan lengan yang ada disampingku sementara mereka membalas dengan elusan elusan pada kakiku yang menumpang di pahanya.
Kocokan Joseph semakin keras dan cepat, desahanku pun semakin lepas, tanpa kusadari remasanku sudah beralih ke paha mereka, hanya beberapa centi dari selangkangan. Sejauh ini hanya Joseph yang telah menjamah tubuhku, tapi cengkeraman dan elusan tanganku pada paha membuat mereka semakin berani, seakan mendapat sinyal dariku.
Indra yang berdiri dibelakang sofa, tepat di atasku memasukkan jari tangannya ke mulutku, aku menyambut dengan kuluman seperti layaknya mengulum penis. Sementara mereka yang tepat berada disampingku menggeserkan tanganku ke selangkangannya, akupun menyambut dengan remasan pada penis mereka. Sebelah kanan mengambil inisiatif terlalu jauh, dikeluarkannya penisnya dari celana dan membimbing tanganku ke arahnya, seolah tak menyadari hal itu aku mulai meremas remas penis itu sambil menerima kocokan dari Joseph, mereka mulai mendesis bersamaan.
Ketika tangan Indra hendak menjamah buah dadaku, Joseph sepertinya tersadar, ditepisnya tangan tangan yang menggerayangi tubuhku, termasuk tanganku yang sedang mengocok penis orang lain.
"Boleh dilihat, tak boleh dipegang!!, tunggu giliran kalo mau," hardik dia pada temannya, disambut senyum kecut dari mereka, aku hanya tersenyum saja melihat expresinya yang marah bercampur nafsu birahi.
Kini aku telentang di atas meja, menerima sodokan demi sodokan dari Joseph, sementara teman temannya mengocok penisnya sendiri tepat di atasku sambil melihat bagaimana sobatnya yang sebentar lagi kawin menyetubuhiku dengan penuh gairah nafsu. Tanganku yang bebas bergerak sebenarnya bisa menggapai penis penis itu, tapi sepertinya Joseph tak mengijinkan aku melakukannya. Aku sangat yakin mereka ingin menumpahkan spermanya di tubuhku saat aku sedang menerima kocokan, tapi entahlah apa hal itu diperbolehkan, toh mereka tidak menyentuhku.
Dan keyakinanku terbukti saat salah seorang dari mereka menyemprotkan spermanya tepat mengenai wajahku, Joseph sempat protes tapi tentu saja tak bisa dicegah, dia mengalah dan semakin mempercepat kocokannya. Sebelum Joseph menumpahkan spermanya di vaginaku, 2 orang temannya kembali menyirami tubuhku dengan sperma secara beruntun, kali ini dia diam saja. Bahkan Joseph semakin bergairah saat kusapukan sperma sperma yang ada di tubuh dan wajahku ke mulut, untunglah Joseph segera menyusul, diiringi teriakan keras dia kembali membasahi liang kewanitaanku dengan vaginanya.
Tanpa menunggu habisnya denyutan, dia mencabut penisnya dan bergerak ke arah kepalaku, dimasukkannya penisnya ke mulutku, dan kusambut dengan kuluman dan permainan lidah. Satu lagi semprotan sperma kuterima di dada saat aku sedang mengulum Joseph.
"Real bitch," kudengar salah seorang berguman melihat keliaranku.
Joseph melempar handuk ke arahku untuk membersihkan sperma yang belepotan di tubuhku, aku beranjak menuju kamar mandi di kamar itu. Kamar mandi itu begitu besar dengan bathtub berbentuk seperempat lingkaran dilengkapi dengan whirpool dan sauna apalagi accessories lainnya tak kalah dengan kamar mandi di suite hotel bintang lima, sungguh rumah yang benar benar mewah.
Kurendam tubuhku di bathtub, air hangat terasa begitu segar menyirami tubuhku setelah tadi disiram sperma hangat. Tubuhku semakin nyaman saat Indra menghidupkan whirpool hingga serasa dipijitin, satu persatu mereka melihatku mandi hingga tak kusadari mereka sudah berdiri disekeliling bathtub.
"Tolong handuknya dong," pintaku pada salah seorang yang dekat denganku.
Mereka berbaris mengikutiku saat aku kembali ke kamar, aku duduk di tepi ranjang yang tidak pernah kupakai, mereka duduk teratur di depanku, hanya Joseph yang duduk disampingku, dia mengenakan piyama.
"So what next?" tanyaku menantang sambil merebahkan tubuhku yang masih berbalut handuk di ranjang.
"Terserah dia tuh, kalau sudah menyerah ya selesai tugasmu," jawab Indra sambil memandang ke temannya
"Tidak ada kata menyerah untuk urusan beginian, tapi aku harus segera pulang sebelum calon istri mencari, maklum sedang sibuk sibuknya menyiapkan acara, ini aja sembunyi sembunyi, untung HP habis baterei," jawabnya, berarti acara sudah selesai.
"Tapi kalau kalian mau melanjutkan ya silahkan, aku sampai disini saja," lanjutnya seraya mencium pipiku lalu beranjak keluar kamar meninggalkan kami.
"Oke siapa yang mau melanjutkan dengan Lily, tentu saja urusannya atur sendiri, itu diluar acara," kata Indra mengikuti Joseph.
Tak ada yang menjawab, entah karena sudah jenuh atau sudah tahu permainanku atau juga mungkin karena segan dengan teman lainnya, mereka hanya diam.
Bersama sama kami keluar kamar, Joseph yang sudah berpakaian rapi menyerahkan pakaianku.
"Aku tak menemukan celana dalammu," katanya.
"Nggak apa, mungkin ada yang nyimpan untuk kenangan," jawabku, didepan mereka kukenakan kembali pakaianku minus celana dalam.
"Bisa kita quickie sebentar?, Just to say goodbye," tanya Joseph sambil menarikku kembali ke kamar, akupun menuruti kemauannya.
Sesampai di kamar aku langsung nungging di atas ranjang, tanpa melepas pakaian, hanya menurunkan celana hingga lutut, Joseph mengeluarkan penisnya dari lubang resliting. Tidak seperti sebelumnya, kali ini agak susah untuk memasukkan penis itu ke liang kewanitaanku, mungkin karena belum terlalu tegang, vaginaku pun masih kering. Setelah kulumasi dengan ludahku, barulah dia bisa melesakkan penisnya dan langsung mengocok cepat dan keras, desahan kembali terdengar. Rupanya desahanku mengundang teman temannya ke kamar, satu persatu mereka masuk kamar melihat babak terakhir persetubuhanku dengannya. Hanya berlangsung 3 menit akhirnya Joseph menggapai orgasmenya yang terakhir denganku, diiringi tepuk tangan teman temannya. Setelah saling merapikan pakaian kami keluar kamar.
Kuantar kepergian Joseph hingga pintu, diapun benar benar pergi setelah memberikan goodbye kiss seakan melepas kepergian pacarnya ke tempat yang jauh.
"The best sex yang pernah kudapat," bisiknya sebelum pergi, aku hanya tersenyum melepas kepergiannya kembali ke calon istrinya.
TAMAT.