Beberapa hari setelah malam kejadian pertama itu, aku berjumpa Hanny di mulut gang sedang menunggu angkot.
"Kemana Ibu Heni, eh.. Hanny?" tanyaku.
"Ini, mau ambil baju untuk dikreditkan. Bisnis kecil-kecilan".
"Han.. Ngghh boleh nggak aku.. Aaku.." tanyaku tergagap, bingung mau bilang mengajak bercinta lagi.
Ia mengerti keadaanku dan menukas, "Hmm.. Besok pagi jam sembilan kutunggu kamu di depan pintu masuk SM. Kita ke Puncak. OK?" katanya.
Aku berpikir sejenak. Besok ada jadwal kuliahku dua jam, tapi untuk mata kuliah ini aku masih belum pernah bolos dan rasanya aku sanggup untuk mengikuti ujian semester kalau hanya bolos satu kali.
"Setuju," jawabku .
"Dan jangan lupa nanti malam istirahat yang cukup. Besok pagi jam sembilan teet kamu sudah ada di SM".
Malam harinya aku sulit untuk memejamkan mata. Bayangan indah tubuh Hanny selalu melintas di khayalku. Adik kecilkupun juga menegang. Ingin rasanya kutumpahkan dengan berswalayan ria. Namun kutahan, mengingat besok pagi aku memerlukan stamina khusus yang prima. Akhirnya menjelang tengah malam akupun tertidur.
Esok harinya jam sembilan kurang sepuluh menit aku sudah di depan SM. Kikuk juga aku menunggu di sini. SM belum buka dan karyawan yang datang masih antri di depan pintu. Aku sedikit menyesali mengapa kemarin bikin janji di tempat ini. Jam sembilan lewat sepuluh aku sudah mulai gelisah, namun Hanny belum kelihatan juga.
Akhirnya lima menit kemudian kulihat ia datang. Hanny mengenakan baju lengan panjang tipis warna merah dengan motif bunga kecil-kecil. Ada gambar bunga tulip besar di dada kirinya. Bawahannya rok panjang di bawah lutut warna hitam dengan belahan di belakang sampai di atas lutut. Ia mengenakan sepatu dengan hak tinggi runcing, sehingga betisnya terlihat penuh bak padi bunting.
"Sudah lama nunggu ya? Sorry aku tadi ada keperluan lain, mendadak," katanya.
"Tiga puluh menit di sini, artinya itu sama dengan satu babak permainan bukan?" kataku pelan tapi agak ketus. Pura-pura saja, karena jangankan menunggu setengah jam, setengah haripun aku mau menunggunya.
"Sorry deh, nanti saya tambahin waktu untukmu. Kamu dapat lembur," suaranya merendah.
"Ayo. Jadi berangkat atau tidak.." katanya lagi.
Kami berdua segera berangkat. Di dalam angkutan sambil duduk berdempetan kami saling berbisik, ke mana kami akan beraksi. Akhirnya kami putuskan tidak usah terlalu jauh sampai ke atas, cukup di sekitar Ciawi saja. Lewat Ciawi sedikit, udara mulai terasa dingin. Akhirnya kami turun dan masuk ke sebuah hotel yang tidak terlalu mencolok.
"Berikan KTP mu, nanti aku yang urus di resepsionis," katanya meminta KTP-ku.
Kuberikan KTP-ku, aku maklum agaknya ia masih ada rasa segan untuk check in dengan menggunakan KTP-nya. Akhirnya kami masuk ke dalam kamar. Dia bilang kalau tadi harus mengantar baju pesanan temannya dua puluh potong. Sayang memang kalau rejeki ditolak.
Hanny tidak kelihatan kaku sama sekali masuk ke hotel ini. Setelah ngobrol dan kupancing-pancing tentang isu hubungan gelapnya dengan seorang pejabat akhirnya ia mengaku kalau dulu sering check in ke sini dengan pejabat teman selingkuhnya tersebut. Jadi ternyata benar selentingan yang pernah kudengar. Namun hubungan mereka sudah putus tiga tahun lalu, karena pejabat tadi terkena stroke. Kami memesan minuman dari dalam kamar, kemudian duduk di teras belakang kamar sambil melihat hijaunya Gunung Gede-Pangrango dari jauh.
"Room service!" terdengar ketukan di pintu kamar.
Minuman yang kami pesan sudah datang. Sambil nonton TV kami minum lemon tea pesanan kami. Sepatuku telah kulepaskan dan kutaruh di sudut ruangan. Hanny mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya dan menuangkan isinya ke dalam gelas kami masing-masing. Kucium gelas minuman. Ada aroma lengkeng.
"Kamu curiga minumannya kucampur racun ya?" Hanny menggodaku sambil menggelitik perutku.
"Bukan, takut kamu salah masukin obat tidur saja. Sia-sia jadinya jauh-jauh kita ke sini".
"Itu tadi madu lengkeng penambah stamina, jangan takut".
Sebentar kemudian ia sudah merapatkan badannya ke tubuhku sambil berkata.
" Puasin aku ya.. Aku percaya kamu sudah jauh lebih pintar sekarang ini".
Aku langsung merapatkan bibirku ke bibirnya. Kamu berciuman sangat bernafsu. Lidahnya masuk ke mulutku sambil menjelajahi setiap sudut dalam mulutku. Aku sangat terangsang, apalagi melihat tangannya mengusap-usap pangkal pahanya yang masih tertutup rok. Wanita ini nampaknya mempunyai nafsu seks yang besar, aku harus mengerahkan kemampuanku untuk memuaskannya.
Kuangkat badannya sehingga kami berdiri berdekapan. Aku membuka kancing bajunya dan langsung menyusupkan tanganku ke buah dada kirinya. Dia dengan cepat membuka tali branya sehingga menyembul dua bukit yang cukup besar. Kubuka bajunya dengan menggigit bagian krahnya dan menarik ke arah lengannya satu demi satu. Branya yang sudah kulepas kancingnya juga kuperlakukan demikian. Bibirku menyapu bahu dan lengannya yang mulus dan lembut sekaligus menggusur tali branya. Aroma parfumnya yang lembut membuat perasaanku menjadi rileks.
Branya dibiarkan jatuh di lantai, payudara bebas menantang di depanku. Aku langsung mengulum salah satu putingnya. Kurasakan makin lama makin keras. Kepalanya bergerak ke belakang menahan isapanku. Aku sangat menikmati ekspresinya ketika terangsang dan mengerang.
Begitu kancing dan ritsluitingnya kubuka maka roknya telah lepas dengan sendirinya. Ia kemudian membuka sepatunya. Kubisikkan aku ingin menikmati gaya seperti yang sering kulihat di film biru. Sambil berciuman ia membuka kancing bajuku dan melepaskannya dengan sedikit tarikan kasar. Kubuka ikat pinggang, kancing dan rilsuitingku dan langsung melorot. Dengan sebelah kakiku kuangkat bergantian maka celanaku telah teronggok di lantai lepas dari kakiku.
Tanganku telah masuk ke dalam celana dalamnya. Agak basah. Jari tengahku mengusap-usap klitorisnya yang masih terbungkus celana dalam. Ini membuat ia tak tahan. Kami saling mengisap sambil mengerang.
"Aaah.. Eeeh.. Haahh..".
Kutarik celana dalamnya ke bawah dan kulepas. Aku berjongkok di depannya sambil menciumi paha dan daerah sekitarnya. Kuangkat kaki kirinya ke atas bahu kananku dan bibirku segera mengulum klitorisnya, ia melenguh panjang keenakan.
"Aaauu.. Enak, To".
Ditekannya kepalaku semakin dalam ke sela-sela pahanya. Aku lakukan ini sekitar lima menit sampai Hanny menarik tubuhku dan gantian dia yang jongkok di depanku, dan mengulum, menjilati penis dan dua telur di bawahnya. Aku merasakan gairah kenikmatanku makin meningkat. Kepala penisku mengkilat oleh ludah dan cairan bening yang keluar dari lubangnya.
Hanny berdiri dan kudorong ke arah meja. Kupeluk dia dari belakang. Kedua tangan kami bertumpu pada bibir meja. Kutarik pinggulnya ke belakang hingga dia dalam posisi nungging dengan tangan tetap bertumpu pada meja.
"Ayo Anto, nggak tahan nih. Masukin cepet.."
Kuangkat kursi di dekatku, kutaruh bantal di atasnya dan kaki kanannya kulipat. Lututnya kuletakkan di atas kursi. Dengan lapisan bantal di atas kursi maka sudah kuperhitungan lututnya tidak akan merasa sakit.
Aku mencari posisi yang tepat, mengarahkan kejantananku ke liang senggamanya yang sudah sangat basah. Perlahan-lahan kupaskan pada lobang guanya dan kudorong masuk, meleset. Tangannya bergerak kebelakang menangkap penisku dan mengarahkan pada lubang vaginanya.
"Dorong To.. Tekan.. Enak sekali!"
Hanny melenguh, "Aaah.. Ya teruuss To".
Perlahan-lahan kupompa liang senggamanya sementara dia memaju-mundurkan pantatnya dengan gerakan cepat dan kaku. Ia ingin segera mendapatkan orgasme yang pertama.
"Terus To, aku suka sekali.. Enak.. Banget".
Kupompa makin cepat dan kuputar-putarkan kejantananku dalam liang senggamanya. Semenit kemudian badannya mengejang dan mulutnya berteriak..
"Aaah. sudah To aku sampai puncak. Aku dapat.. Aaah".
Aku menghentikan gerakanku agar ia bisa menenangkan napas dan detak jantungnya.
"Hebatth.. Sayang, Sudah kuduga pasti dalam waktu singkat kamu akan cepat belajar dan menghajarku habis-habisan. Enak sayang", katanya dengan manja setelah keadaan menjadi tenang. Kejantananku masih keras tertancap di liang vaginanya.
"Aku hanya mengikuti petunjukmu dan dengan menggunakan naluriku. Kita akan bertempur sampai tetes sperma penghabisan hari ini". Aku memulai memompa liang senggamanya lagi.
"Iya dong, kuharap kita dapat mencapai puncak bersama-sama. Terima kasih telah memuaskanku, mengantarku sampai ke puncak setinggi-tingginya", Hanny menjawab.
Kami telah bertempur lagi dan nampaknya Hanny telah kembali terangsang. Kadang-kadang aku memutar-mutar pantatku dengan arah yang berlawanan dengan putaran pantat Hanny.
"Aku capek yang, kita pindah ke ranjang.. Ouhh".
Kucabut penisku dan kurebahkan dia ke atas ranjang yang empuk, siap melanjutkan permainan kami. Ia mengangkat kedua kakinya dan membuka selebar-lebarnya. Ia kelihatan sangat seksi dalam keadaan seperti ini. Kuciumi sekujur betisnya dan kugigit bagian belakang lututnya. Ia merinding dan memekik.
"Ouuhh.. Kamu ppintar sekali. Puaskan a.. Kkk.. Ku!"
Kukocok penisku sebentar untuk mengembalikan ketegangannya dan kuarahkan ke vaginanya yang merekah merah. Sebentar kemudian penisku sudah mentok dan menyodok dasar rahimnya. Kuciumi dan kugigit dadanya. Kali ini dia menolak.
"Jangan To, nanti merah. Kemarin hampir ketahuan suamiku waktu aku berganti pakaian".
Kami benar-benar menikmati hubungan seks kami yang kedua ini. Suatu ketika tanpa sengaja kukencangkan otot perutku ketika kepala penisku dalam keadaan setengah masuk di bibir vaginanya. Aku terkejut merasakan efeknya. Penisku seperti membesar dan mendesak dinding vaginanya. Hannypun terkejut merasakan desakan pada vaginanya.
"Ouwww.. Nikmat sekali. Kamu apakan punyaku. Ouhh lagi dong.. Lagi" ia merintih.
Kembali kukencangkan otot perutku beberapa kali dan iapun memekik-mekik. Kaki kanannya kuangkat ke atas bahuku. Gerakan naik turunku semakin cepat dan lebih cepat lagi. Erangan, pekikan, rintihan dan desahan kami saling bersahutan. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang mengalir. Akhirnya aku hampir mencapai puncak.
"Hanny, .. Akk.. Kkku mau nyam.. Pppe. Uuiih.. Aaahh".
"Yaah.., aku juga!".
Kulepaskan kakinya dari bahuku. Semenit kemudian aku telah mencapai orgasme yang luar biasa sambil berteriak keras.
"Aaahh!!".
Kuhunjamkan penisku dalam-dalam. Hanny menyambutnya dengan mengangkat pinggulnya, kedua betisnya membelit pinggangku. Tangannya memukul-mukul kasur dan giginya tertancap di pundakku. Ia mencapai orgasmenya yang kedua sambil melenguh keras sekali.
"Aaauu.. Enak To.. To Uuffp. Aeeaahh".
Bahuku terasa sakit. Gigitannya tadi meninggalkan bekas, meskipun tidak sampai merah atau berdarah. Kami terdiam sejenak. Setelah reda, kami berciuman lagi secara lembut sekali. Kami mandi berendam bersama dalam bath tub sambil saling menyabuni dan sesekali saling menyentuh daerah-daerah sensitif sambil bersenda gurau dan tertawa cekikikan.
Sementara berendam dalam bath tub dan bercumbu, gairahku naik lagi lagi. Hanny juga terangsang karena penisku kugesek-gesekkan ke vaginanya ketika kami berpelukan. Setengah jam kemudian kami bercinta lagi. Kuangkat sebelah kakinya ke atas dinding bath tub. Aku ingin melakukan sambil berdiri. Karena sulit melakukannya, kami kembali ke tempat tidur untuk menyelesaikan satu babak permainan yang sangat seru dan lebih lama. Lagi-lagi kami melakukan mengalami orgasme yang sangat luar biasa. Aku harus menahan orgasmeku karena Hanny belum siap untuk mencapai orgasme. Akhirnya kami mengalami orgasme bersama-sama. Kukunya kali ini mencakar dada dan punggungku.
"Aaahh.. Aaahh".
Kami tertidur sampai sore dan setelah terbangun, kami memesan makanan. Setelah makan dan mandi kami lalu berkemas-kemas untuk pulang. Ketika melihat Hanny sedang mengenakan bajunya, namun tubuh bagian bawahnya masih telanjang, aku merasakan getaran nafsu lagi. Kupeluk dari belakang dan kuajak bercinta lagi. Dia menolak tapi kudorong dengan kasar ke ranjang dan kutindih. Penisku yang sudah cukup beristirahat siap melakukan tugasnya lagi. Tanpa melepas bajunya kusetubuhi dia dengan cepat dan kasar. Ia meronta-ronta dan berteriak-teriak.
"Sudah.. Sudah. Brengsek kamu To.. Lepaskan aku!"
Payudaranya kugigit dari luar bajunya. Kubisikan dengan lembut tapi penuh tekanan.
"Sorry Hanny, tapi sekali ini lagi saja.. Please!"
Iapun diam dan menurut. Ketika kutanya dengan pelan apakah ia ingin menikmatinya, Hanny menjawab hanya akan mengimbangi dan mengantarku ke klimaks, ia tidak berminat untuk mendapatkan orgasme lagi. Jadi dengan cepat kuselesaikan partai tambahan ini.
Akhirnya kami pulang setelah membersihkan diri lagi. Hanny masih sedikit marah dengan perlakuan terakhirku. Aku minta maaf dan kukecup bibirnya dengan lembut. Akhirnya dia luluh dan bahkan kejadian ini menjadi inspirasi bagi kami dalam berbagi kenikmatan pada waktu berikutnya.
TAMAT