"Bu saya masih ingin. Saya belum keluar nih," kataku berbisik sambil meremas pelan susunya.
"Iya.., ibu hanya ke kamar mandi sebentar kok," ujarnya sambil mencubit tanganku yang nakal.
Tidak begitu lama ia kembali masuk kamar. Tidak seperti di babak pertama dimana ibu mertuaku agak canggung, di babak kedua dia lebih santai. Ia sama sekali tidak menolak ketika tubuhnya langsung kupeluk dan kulepaskan handuk yang melilit tubuhnya.
Bahkan masih sambil berdiri, ketika tanganku menggerayangi pantatnya yang besar dan meremas-remasnya, ia membalas dengan meremasi dan mengocok kontolku yang mengacung. Pantat ibu mertuaku agak basah dan ada wangi sabun mandi yang merebak. Pasti ia telah menyabuni bagian bawah tubuhnya saat di kamar mandi.
Lepas dari pantatnya, aku mulai menggerayangi buah dadanya. Susunya yang bentuknya mirip pepaya menggelantung itu, kendati ukurannya cukup besar tetapi terasa lembek dalam remasan tanganku. Ia mulai mendesah saat mulutku mulai meneteknya. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman terasa mengeras dalam hiasapan mulutku. Ah, sudah lama aku tidak menetek susu Neni istriku. Maka meski payudara ibu mertuaku sudah lembek, aku tetap dengan rakus meneteknya.
Saat tubuhnya kudorong ke ranjang, ia langsung tiduran telentang. Pahanya dibuka lebar mengangkang hingga kemaluannya yang besar membukit tempak merekah menanti batang zakarku. Tampaknya ibu mertuaku hanya mengenal posisi konvensional dalam bersetubuh.
"Ibu jangan mengangkang, nungging saja. Biar saya tusuk dari belakang," kataku.
"Memang bisa Hen? Ada-ada saja kamu," ia memang tampak kaget dengan posisi doggy style yang kuminta.
Tetapi tanpa menolak, wanita berusia 53 tahun itu langsung memenuhinya. Dalam posisi menungging, pantat ibu mertuaku tampak lebih merangsang. Besar dan menggunung. Lubang anusnya coklat kehitaman, sementara kemaluannya yang gundul nampak menyembul di bagian bawah di antara kedua pahanya.
Tanpa menunggu terlalu lama, aku yang memang sudah cukup lama menahan gairah langsung mengarahkan kepala penisku ke lubang nikmatnya dari belakang. Mula-mula hanya kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya lalu sedikit demi sedikit kutekan, hingga kepala penisku yang membonggol besar mulai masuk. Setelah mendapatkan jalan, langsung kudorong hingga amblas terbenam sampai seluruh batangnya melesak ke dalam. Ibu mertuaku agak tersentak dan tubuhnya sedikit mengejang.
Mengentoti ibu mertuaku dengan menusuk dari belakang ternyata lebih menggairahkan. Sambil mengokocok-kocok lubang memeknya dengan batang penisku, aku bisa meremasi pantatnya yang besar. Sesekali kuulurkan tanganku untuk menggerayang dan meremas susunya yang menggelantung dan terayun-ayun. Wanita itu kembali mendesah dan terkadang merintih. Nampaknya ia mulai merasakan nikmatnya sodokan batang penisku. Aku jadi tambah bersemangat, sodokanku semakin kupercepat.
"Ahh.., ah.. Ah, Hen enak sekali punyamu Hen. Kontolmu enak banget, ah... ah..... Sshh.. aakkhh," mulut ibu mertuaku terus meracau.
Mendegar lenguhan dan desahannya yang bak orang kepedasan, aku kian bersemangat. Aku ingin ia benar-benar puas oleh layananku. Syukur kalau sampai ketagihan. Hingga tak perlu pusing walau Neni mangkir melayani kebutuhan biologisku. Kocokkan kontolku di memek ibu terus kupercepat sampai menimbulkan bunyi yang khas.
Cloop.. Cloop.. Cloop. Dan bunyi khas itu benar-benar ikut menyemangatiku untuk terus menancap dan menarik rudalku di dalam lubang nikmatnya. Sampai akhirnya, pertahannan ibu mertuaku kembali jebol. Kembali ia meraih orgasmenya hingga tubuhnya kembali mengejang dan akhirnya tubuh mertuaku ambruk tengkurap di kasur.
"Ibu capai Hen, istirahat sebentar yah. Kamu kuat banget dan punyamu juga besar banget, Neni beruntung bersuamikan kamu," di sela nafas beratnya.
Keringat terlihat mengucur di dahi dan tubuhnya. Ia pasti kelelahan. Selama ibu tengkurap melepas lelah, aku juga memanfaatkannya untuk memulihkan tenaga dengan tiduran di sampingnya. Aku tidak tega kalau harus memaksakannya terus melayaniku meskipun sebenarnya tadi hampir kuraih ejakulasiku.
Namun melihat ketelanjangan tubuh mertuaku, tanganku seperti tak mau diam. Bongkahan pantatnya yang besar membusung mengundangku untuk meremas-remas dengang gemas. Bahkan sesekali jari tengahku sengaja menelusup di antara buah pantatnya dan kumasukkan ke dalam lubang memeknya. Akibatnya ia menggelinjang dan membalikkan tubuh menjadi telentang.
"Geli Hen, tangan kamu nakal!" Ujarnya sambil memencet hidungku.
Kembali bagian tubuhnya yang mengundang gairahku langsung menjadi sasaran tanganku. Perut mertuaku yang sudah tidak rata bahkan sedikit bergelombang kuusap. Lalu susunya yang sudah agak kendur kuremas dan kupilin pentilnya yang besar. Namun saat aku bangkit dan hendak menindihnya ia mencegah.
"Kamu telentang saja. Sekarang giliran ibu yang melayani kamu. Tapi ibu ke kamar mandi sebentar," ia bangkit dan langsung keluar ke kamar mandi.
Saat mertuaku kembali, ia membawa termos yang biasa untuk menyimpan air panas, baskom plastik dan handuk kecil. Tidak mungkin ia akan membuatkan kopi dengan peralatan seperti itu. Tetapi untuk apa?
Pertanyaan itu terjawab setelah ibu mertuaku kembali telanjang dan mulai menjalankan aksinya. Ternyata, handuk kecil itu setelah dicelup air hangat digunakan untuk menyeka tubuhku seperti mengompres tetapi dilakukan di sekujur tubuh. Dimulai dari telapak kaki terus naik ke atas dan menyeka hampir seluruh permukaan kulitku. Hanya wajah dan rambutku yang tidak dikompresnya.
"Enak kan Hen? Ini membuat peredaran darahmu menjadi lancar dan menambah semangat," katanya sambil terus menyeka bagian-bagian tubuhku.
Aku merasa sangat dimanjakan olehnya.
"Dulu Bapak (maksudku almarhum ayah mertuaku) juga suka dibeginikan kalau main sama ibu?"
"Ini idenya malah dari bapak," jawab ibu mertuaku.
Tubuhku terasa sangat segar dan gairahku kian meninggi setelah diseka seluruh permukaan kulitku dengan handuk hangat. Terakhir, secara khusus ibu mertuaku mengompres cukup lama kontolku yang masih tegak mengacung. Bahkan biji-biji pelirku pun ikut disekanya juga sampai ke lubang duburku.
Dan puncaknya, setelah handuk dan baskom diletakan di meja, giliran mulutnya yang digunakan untuk mengerjai kontolku. Dijilat-jilatnya kepala penisku yang membonggol besar, lalu dikulum dan dimasukannya ke mulutnya. Hanya setengah batang penisku yang berhasil masuk ke mulut ibu mertuaku. Mungkin terlalu panjang ukurannya. Tetapi terasa sangat nikmat saat ia mulai menghisap-hisapnya.
"Aakhh..... Enak sekali Bu. Sshh.. Oohh," rintihku tertahan.
Hisapan dan jilatan mulut Neni tak sampai senikmat ibu mertuaku. Tidak hanya batang penisku yang disosor dengan mulutnya. Namun biji pelirku pun ikut dikulum dan diseka dengan lidahnya. Bahkan, lidah ibu mertuaku bergerilya menyeka sampai ke lubang duburku. Nikmatnya tak terkira. Aku menggelinjang, tubuhku meliuk-liuk menahan nikmat.
"Aahh, sshh.. Aahh, enak sekali Bu. Ouuhhkhh.. Sa... sa.. Saya mau keluar Bu," rintihku akhirnya karena tak mampu menahan gairah lebih lama.
Ibu mertuaku langsung tanggap. Dihentikannya kuluman dan jilatan pada penisku. Diambilnya posisi berjongkok persis diatas pinggangku dengan kedua kaki berada diantara tubuhku yang telentang. Kulihat memeknya yang ukurannya cukup besar nampak membuka lubangnya lalu ia mulai menurunkan pantatnya.
Kurasakan bibir kemaluannya menyentuh kepala penisku yang tegak mengacung. Dan akhirnya, bblleess.. Batang kontolku masuk ke kehangatan lubang memeknya. Aku kembali mengerang menahan nikmat yang kudapatkan.
Terlebih saat ibu mertuaku mulai menaik turunkan pantatnya. Nikmat yang kurasakan terasa semakin menggila. Mungkin juga karena sudah cukup lama aku tidak bersetubuh sejak Neni istriku menolak melayani. Hanya yang pasti memek ibu terasa lebih mantap, kesat dan lebih menjepit.
Sesekali ibu mertuaku berhenti menaik turunkan pantatnya berganti gerakan dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya secara memutar. Sepertinya ia ingin mengeluarkan semua jurusnya untuk memuaskan dahagaku. Aku semakin kelimpungan dibuai kenikmatan yang diberikan.
Satu hal yang tidak kutemukan pada Neni, istriku, memek ibu mertuaku terasa lebih legit. Dinding bagian dalam kelaminnya mampu meremas dan mengempot batang kontolku, setiap kali ia menggoyang pantat dan menekannya. Puncaknya, ketika goyangan pantat mertuaku semakin cepat, gairahku semakin tak tertahan.