Saat kelulusan hampir tiba, beberapa bulan ke depan mungkin aku
sudah menjadi mahasiswa, tapi itu tidak begitu aku pikirkan, karena
yang penting adalah ujian kelulusan, atau lebih dikenal dengan EBTA dan
EBTANAS. Karena jika belajar dengan serius sekarang, nanti saat ujian
masuk perguruan tinggi, kita akan lebih ringan belajarnya. Itu
prinsipku.
Dan aku punya pengalaman menarik sebelumnya.
Seperti biasanya menjelang ujian, seluruh murid diwajibkan untuk
melunasi semua tunggakan, karena bukan hal aneh di sekolahku, jika ada
yang menunggak SPP atau uang bangunan, bukan karena tidak mampu
membayar, karena rata-rata yang bersekolah di sekolahku, orang tuanya
cukup mampu untuk membiayai. Dan jika ada yang menunggak itu mungkin
dikarenakan uang yang telah orang tua mereka berikan untuk SPP dan
lain-lain mereka pakai untuk hura-hura.
Dan itu terjadi pada teman sekelas Widi pacarku, namanya Lia, ia
menurut Widi punya tunggakan SPP dan uang bangunan yang cukup besar,
dan dia tidak berani bilang pada orang tuanya karena sebenarnya uang
itu sudah mereka berikan beberapa bulan yang lalu, katanya sih sampe 1
jutaan, aku sendiri cukup terkejut, karena untuk SMU, uang segitu bukan
jumlah yang sedikit.
Lia sebenarnya ingin pinjam pada Widi pacarku, tapi karena dia
sendiri tidak punya uang, kemudian Widi menceritakan hal itu padaku,
dengan maksud agar aku dapat memberikan pinjaman pada Lia.
Awalnya aku bersedia meminjamkan dengan sukarela, tapi entah kenapa
belakangan pikiranku jadi 'ngeres', lagian biar jadi pelajaran untuk
Lia, bahwa tidak gampang cari duit. Orang tuaku sendiri, walau bisa
dibilang cukup mampu, selalu mengajarkan hal itu, walaupun mereka telah
mendepositokan uangnya untukku, agar tiap bulan bunga depositonya bisa
aku tabung atau aku gunakan bila perlu.
Entah berapa jumlah uang yang ayahku depositokan, tetapi yang jelas
secara otomatis, setiap bulan saldo di rekeningku bertambah, apalagi
beberapa bulan belakangan, setelah kerusuhan Mei, (yang katanya bunga
bank naik tinggi) entah berapa, yang jelas setiap bulan saldoku
bertambah sebanyak 300 ribuan. Saat itu saldoku memang cukup banyak
untuk ukuran anak sekolah, karena untuk sehari-harinya aku tetap diberi
uang jajan secara bulanan, jadi jika tidak perlu-perlu sekali aku tidak
perlu ambil dari tabungan.
Maka setelah kupikir-pikir, akhirnya aku telepon Widi, minta agar
Lia menemuiku langsung, agar semuanya jelas kataku, jadi bukan Widi
yang pinjam, tapi Lia.
Lia memang dikenal cukup gaul, modis karena badannya memang bagus
dan wajahnyapun cantik, kulitnya putih. Tapi mungkin karena pergaulanya
yang salah, (karena banyak selentingan kalo dia itu pecun istilah
sekarang, kalo dulu sih sebutannya perek), dia jadi seperti ini. Aku
sendiri sih tidak pernah ambil pusing sebelumnya, tapi sekarang lain
cerita.
Saat aku sedang berfikir, apa yang akan aku lakukan padanya sebagai
pelajaran buatnya, sekaligus memuaskan hobbyku yaitu senang melihat
cewek memamerkan tubuhnya, dan melihat wanita yang merasa dipermalukan
di depan orang banyak. (mungkin ini adalah trauma masa kecilku yang
pernah dipukul oleh ibuku, begitu sih yang aku dengar). Karena walaupun
aku sadar akan adanya perbedaan di dalam diriku, tapi aku belum pernah
ke psikiater, karena itu kuanggap hanya fantasiku semata. Dan lagi pula
apa yang salah dengan sekedar berfantasi.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
"Ya.. Siapa!"
"Saya Mas.., Slamet". Oh..
Ternyata Slamet pembantu di rumahku. Kami punya dua pembantu laki-laki di rumah ini.
"Ada telepon buat Mas yudi!" teriaknya dari balik pintu.
"Ya.. Aku turun" jawabku.
Kemudian aku turun ke ruang baca, karena di sanalah telepon
diletakan, di sebelah kiri sofa besar. Ternyata. Yang telepon adalah
Lia.
"Hallo Yurie ya..?, ini Lia", katanya.
"Ya.. Ada apa ya..?!", jawabku.
"Nggak tadi Widi telepon, kasi tau katanya kamu bisa pinjemin aku duit buat bayar SPP?!" sambungnya.
"Oh.. Iya, tapi berapa?!, soanya kalo banyak-banyak aku juga gak punya, tapi terus aku dapet imbalan apa nih..?!", pancingku.
"Terserah kamu deh, apa aja boleh!" jawabnya setelah terdiam beberapa saat. (mungkin dia mikir dulu)
"Soalnya kepepet nih, buat bayar SPP, aku butuhnya sih 750 ribu,
tapi kamu adanya berapa?!, ntar kalo kurang aku bisa pinjem ke temen
yang lain", sambungnya.
"Nggak kok, kalo segitu aku juga ada, tapi aku minta imbalan dan jaminan lho", jawabku memastikan.
"Ntar kalo kamu gak balikin duitku gimana?! Aku rugi dong!", lanjutku.
"Jaminan apa. Aku kan gak punya apa-apa?!", tanyanya kebingungan.
Sepertinya ia takut gak bisa dapet pinjaman uang dariku.
"Terserah kamu aja deh, apa imbalan dan jaminannya!" katanya lagi, dari nada suaranya terdengar kalau dia sudah putus asa.
Tiba-tiba aku dapat ide brilian.
"Gini.. Tapi itu kalo kamu mau, kalo nggak juga gak apa-apa, tadi
katamu terserah aku, sebagai imbalanya, aku minta nanti sore kamu ke
sini, tapi aku minta kamu hanya pake seragam sekolah, jangan pake
daleman lagi, jangan pake bra ataupun CD dan buka dua kancing atas
bajumu, awas kalo tidak, karena aku akan memantaumu!!" jelasku.
"Dan sebagai jaminannya aku ingin foto-foto kamu dengan pakaian minim, sexy, pokoknya seadanyalah!". Jawabku lagi.
Sekali lagi dia terdiam. Kali ini cukup lama.
"OK.. Gini, kalo kamu masih ragu, untuk 1 roll film aku kasih kamu 400 ribu, jadi 2 roll kamu dapet 800 ribu"
"Aku janji gak akan aku sebarin, cuman untuk jaminan aja, tapi kalo
kamu gak mau bayar, ya terpaksa aku sebarin ke temen-temen sekolah atau
aku jual aja itu foto-fotomu, Gimana..?!" jawabku menjelaskan, sambil
meminta kepastian.
"Mmhhmm.. Gimana ya..?!"
"Tapi kamu janji gak akan kamu sebarin kan..?!!" tanyanya memastikan.
"Nah kena nih!" batinku.
"Iya aku janji, tapi kalo kamu gak bayar, ya itu lain soal.
"Ok deh.. Ntar sore aku ke rumahmu!" akhirnya dia menyetujuinya.
Rumahku sore itu sepi, orang tuaku sore hari itu sedang ke Surabaya
naik kereta api, itulah sebabnya mengapa ia kusuruh datang sore itu,
sedang kedua pembantuku pasti tidaak berani mengusikku, lagi pula sore
begini kalau kebetulan orang tuaku tidak ada, mereka suka ke rumah
tetangga, pacaran dengan pembantu tetangga. Dan aku sudah mempersiapkan
segalanya. Termasuk handycam kecil milik kakakku yang kuliah di Yogya
(yang sebenarnya diluar perjanjianku dengan Lia, tapi who cares..?!!).
Aku kemudian menunggunya di ruang tamu, sengaja gerbang depan aku
tutup dan aku kunci, agar Lia tidak bisa langsung masuk ke halaman
rumahku, kebetulan rumahku ini ada di pinggir jalan besar yang ramai
dilalui pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang dan ada toko kecil
tak jauh di seberang rumahku yang cukup ramai pembelinya..
Tak lama kemudian tampak sebuah taxi berhenti di depan rumahku, aku
ambil teropongku dan kulihat siapa yang ada di dalam taxi, ternyata
benar yang ada di dalamnya adalah Lia, tampak ia keluar akan membayar
ongkos taksi, kuarahkan teropongku ke arah dadanya, tampak dadanya
sedikit terguncang karena tidak memakai BH, melihat dua bukit kembarnya
tersamar di balik bajunya, yang kuperkirakan berukuran 34D, ada rasa
tegang dan bergairah yang menyebabkan adik kecilku berdiri, kulihat dua
kancing bagian atasnya tidak dikancingkan, sehingga saat dia membungkuk
untuk membayar taksi, kupastikan jika si supirnya melihat ke arah si
Lia bukan ke arah uang yang Lia berikan, tentunya dia akan dapat
melihat bukit kembar si Lia yang ranum itu.
Dan teryata benar, setelah menerima uangnya si supir sekilas
melihat ke arah Lia, ada ekspresi terkejut di wajahnya, tapi pura-pura
tidak melihatnya, karena kemudian dia segera pergi.
Kemudian Lia berjalan menuju gerbang rumahku, sayang saat itu tidak
banyak orang lewat, yang dapat melihat goyangan indah payudaranya yang
bergerak saat ia melangkah, ia kemudian menjangkau bel yang ada di
samping pagar bagian dalam, karena ketinggian bell itu cukup tinggi
baginya yang kira kira hanya 165 cm (dulu sengaja letak bell itu di
tinggikan, karena banyak anak-anak yang iseng) tampak ia jinjit untuk
menjangkaunya, dan saat ia kembali menginjakkan kaki ke tanah tampak
goncangan dadanya makin kencang, ia tak sadar banyak orang yang lewat
melihat hal itu. Karena aku kurang puas, kubiarkan ia melakukanya
beberapa kali sampai akhirnya ia sadar karena banyak yang lewat terus
memperhatikan dari jauh padahal ia telah berjalan melewati Lia sedari
tadi, tapi Lia tampaknya pura-pura tak sadar diperhatikan.
Tapi rasanya aku ingin lebih mempermalukannya, langsung saja
kuambil HP dan menelepon ke HP-nya, mudah-mudahan ia belum menjual
HP-nya lagi, ternyata benar, dia mengangkat HP-nya.
"Lia, sebelum kamu masuk, tolong beliin aku tali pramuka di toko
depan dong", kataku, aku tahu di toko itu menjual tali pramuka, karena
aku sering belanja di toko itu, letaknya tidak persis di depan tapi
agak ke samping kira-kira 15-20 meter.
"Oh ya.. Sekalian beliin rokok mild ya, baru aku bukakan pagar, ntar aku ganti" kataku lagi, lalu menutup HP-ku.