Kuminta ia menanggalkan roknya, yang merupakan satu satunya pakaian
yang masih melekat di tubuhnya. Kemudian kuminta ia melanjutkan aksinya
sebagai objek fotoku, sampai malam hari, tapi terlebih dulu, kuminta ia
untuk mengabari orang tuanya, bahwa ia akan pulang agak larut malam,
untuk belajar di rumah Widi. Sehingga orang tuanya tidak khawatir.
Orang tuanya malah menyarankan, bila terlalu malam, lebih baik Lia
menginap saja. Karena memang selama ini Lia sering menginap di rumah
temannya, terutama Widi yang sudah ia mereka kenal sejak kecil.
Sehingga orang tuanya tidak curiga.
Setelah Lia benar-benar telanjang bulat, kuminta ia turun untuk
mengambil tali dan rokok yang tertinggal di meja ruang tamu, dengan
tanpa sehelai benangpun Lia turun ke bawah menuju ruang tamu, tapi
tetap kupantau dari semacam balkon di lantai atas setelah mematikan
handycamku terlebih dulu setelah Lia keluar dari kamar. Aku ingin ia
melakukan semua aktifitas di rumahku ini tanpa mengenakan pakaian
secuilpun.
Setelah ia kembali ke atas, kuutarakan niatku padanya, bahwa sampai
ia pulang nanti malam atau kalau perlu besok (karena hari ini hari
Sabtu) ia harus terus bertelanjang bulat, apapun yang terjadi. Lia pun
menyanggupi karena merasa sudah kepalang tanggung bahwa aku sudah
melihat keindahan tubuhnya secara keseluruhan dan takut akan ancamanku
tadi jika tidak menuruti permintaanku. Lagi pula ia merasa hanya kami
berdua saja yang ada di rumah kala itu.
Aku hanya diam saja, kala ia berkata begitu, karena memang benar
bahwa saat itu memang hanya kami berdua saja yang ada di rumah, tapi
aku yakin menjelang maghrib nanti pasti para pembantu di rumahku akan
pulang dari mengunjungi pacar mereka yang juga bekerja sebagai pembantu
di sekitar rumahku ini. Dan memang itu sudah ada dalam pikiranku.
Mereka sebenarnya bukan seratus persen pembantu, karena sebenarnya
mereka masih ada hubungan saudara dengan ayah dan ibuku, tapi tepatnya
adalah saudara jauh, yang hubunganya juga tidak aku fahami benar,
saking jauhnya, maka aku memangil mereka dengan sebutan Mas, karena
sebetulnya usia mereka paling-paling masih seumuran dengan kakakku.
Mas Slamet ada hubungan saudara dengan keluarga ayahku, sedang Mas
Muji ada pertalian saudara dari keluarga ibuku. Mereka hanya membantu
kami untuk urusan yang memerlukan tenaga kasar mereka, sedang untuk
masak dan bersih-bersih rumah secara umum sudah dikerjakan oleh
pembantu perempuan, yang kemudian pulang siang harinya jika
pekerjaannya sudah beres. Biasanya mereka menggunakan pintu kecil di
halaman belakang untuk keluar masuk rumah.
Maka kuminta Lia berpose di samping kolam renang yang letaknya di
halaman belakang, dan melanjutkan aktivitasku memotretnya dan kali ini
dengan kamera digitalku. Tampaknya Lia tidak mengerti jika kali ini aku
menggunakan kamera digital. Tapi itu tak penting bagiku, karena aku
hanya ingin membiasakan Lia telanjang di depan orang yang belum ia
kenal.
Seperti yang sudah aku perkirakan, setelah beberapa lama aku
mengambil gambar Lia dengan pose bugilnya yang sexy, tiba-tiba
muncullah Mas Slamet dan Mas Muji dari balik tembok. Lia pun berteriak
terkejut sambil secara refleks menutupi bagian tubuhnya yang tak
tertutupi sama sekali, tampak ia shock dan bingung antara menutupi
dadanya atau daerah di sekitar lubang kewanitaannya.
Mas Muji dan Mas Slamet pun tadinya juga terkejut, tapi kemudian
tampak bersikap biasa, karena tidak mau mengganggu aktivitasku, tapi
aku tahu mereka juga pasti sangat terangsang melihat tubuh indah dan
sintal milik Lia, yang kini dapat mereka tonton dengan gratis langsung
di hadapan mereka tanpa terhalang apapun. Tubuh mulus Lia yang tanpa
tertutup oleh apapun kini menjadi santapan liar mata mereka.
Agar suasana kaku yang terjadi diantara mereka mencair, akupun segera memperkenalkan mereka pada Lia.
"Oh.. Mas Slamet dan Mas Muji sudah datang, Perkenalkan Mas.. Ini
Lia temanku, dia tadi ingin berenang, tapi nggak bawa pakaian renang,
jadi kusuruh aja berenang tanpa pakaian sekalian!" kataku sekenanya
pada Mas Slamet dan Mas Muji.
"Oh.. Lia namanya.., cantik ya! Mirip Dina Lorenza", kata Mas Muji dengan sangat wajar.
"Nama saya Wijianto, biasa di panggil Muji" katanya lagi sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
Lia yang kikuk dan bingung menutupi bagian tubuh tertentu. Kedua
tangannya masih menutupi dadanya dan bagian selangkangannya. Lia tidak
segera mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Mas Muji. Maka
akupun segera berkata..
"Ayo dong Lia, kenalin ini Mas Muji, dia juga tinggal disini" ujarku pada Lia.
Lia pun terpaksa melepaskan tangan kanannya yang menutupi dadanya dan mengulurkan tangannya, menjabat tangan Mas Muji.
"Li.. Li.. Lia" ucapnya tersendat karena malu.
"Lia, nama yang cantik dan indah, secantik wajahmu dan seindah
tubuhmu" kata Mas Muji tanpa melepaskan tangannya yang terus menjabat
tangan Lia dengan erat.
Sehingga kini Lia tidak bisa lagi menutupi keindahan buah dadanya
yang mencuat menantang, dengan puting susunya yang tampak mengeras,
mungkin karena gugup dan malu.
"Kenalkan juga ini, Mas Slamet, ia juga tinggal di sini seperti
saya", kata Mas Muji pada Lia, sambil menuntun tangan Lia untuk
menjabat tangan Mas Slamet, yang sudah terlebih dahulu, terjulur.
Dan kembali Lia tidak dapat menutupi dua payudaranya yang bergoyang
ketika mendekatkan diri ke arah Mas Slamet untuk berkenalan dan
berjabatan tangan. Tampak sangat indah payudara Lia yang
bergoyang-goyang ketika Mas Slamet berjabatan tangan dengan berkali
kali menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah selama bersalaman.
Dalam hati aku berkata, cerdik juga cara Mas Slamet bersalaman,
sehingga tampak Lia tambah malu dibuatnya. Lama juga Mas Slamet
bersalaman, sehingga payudara Lia makin bergoyang kencang.
Walaupun mereka statusnya seperti pembantu, tapi sebenarnya lebih
tepat kalo dikatakan sebagai orang kepercayaan keluarga kami, kadang
merangkap sebagai supir pribadi dan di saat tertentu jika dibutuhkan
bisa dijadikan ajudan jika Papa keluar kota untuk urusan yang lebih
bersifat pribadi.
Jadi tak heran jika aku cukup dekat dengan mereka, dan akupun tahu
kesukaan mereka, yang suka nonton film porno yang bersifat eksibisi dan
humiliated atau mempermalukan pasangan sexnya. Demikian juga aku.
Sehingga makin akrab saja hubungan antara kami, walaupun aku tetap
menunjukan bahwa aku yang lebih berkuasa dibanding mereka, dan mereka
mengakuinya.
"Begini Mas Slamet dan Mas Muji, malam ini Lia akan bermalam disini" kataku memecahkan keheningan di antara mereka.
"Dan selama di sini, Lia tadi telah meminta padaku agar dia
diperbolehkan untuk tidak mengenakan penutup tubuh sedikitpun, Iya kan
Lia..?!!", Tanyaku pada Lia, sambil tersenyum dan menggoyangkan
kameraku sebagai isyarat padanya.
Lia yang mengerti isyarat goyangan kameraku, hanya bisa mengangguk.
"Jadi kalian harus menuruti keinginannya dan kalian tidak boleh
menjamah tubuhnya, kecuali kuijinkan!" kataku untuk menunjukan siapa
yang berkuasa di situ.
"Jadi kalian juga harus merelakan Lia tidak berpakaian selama
tinggal disini. Kalian baru boleh menjamah tubuhnya jika Lia melanggar
apa yang kuperintahkan padanya, kalian mengerti!!", Tanyaku sedikit
keras, untuk kembali menunjukan pada mereka siapa yang berkuasa di
situ.
"Baik Mas". Kata mereka serempak hampir berbarengan.
"Nah sekarang sepertinya Lia ingin berfoto bareng dengan kalian!?" kataku pada mereka
"Iya kan Lia..?!" tanyaku padanya.
Dan Lia pun hanya bisa mengangguk, yang disambut sorak gembira Mas Slamet dan Mas Muji.
"Nah selama pemotretan kalian boleh menjamah tubuh Lia!" kataku
pada mereka. Yang kembali disambut teriakan gembira para pembantuku,
Maka tampak kemudian mereka berpose di kiri-kanan Lia yang
telanjang bulat, sambil sesekali tangan mereka meremas, membelai, tubuh
Lia, terutama buah dada dan pantat Lia, bahkan kadang sesekali mereka
menjambak rambut Lia yang tergerai ke belakang, sehingga Lia terdongak
ke atas sambil meringis kesakitan, sambil membungkukkan badan Lia
bagaikan menunggangi Lia dari belakang. Itu pose yang aku sukai dari
Lia.
Sangatlah kontras kulit tubuh Lia yang putih mulus, dengan warna
kulit mereka yang gelap, walaupun Mas Muji dan Mas Slamet tidak
telanjang, tapi mereka membuka seluruh kancing baju mereka, sehingga
tampaklah tubuh berisi dan berotot mereka. Wajah keras mereka makin
menimbulkan kesan sangar.
Agar pose mereka menggambarkan mereka sedang memperkosa Lia, aku
menyuruh mereka membuka resleting celana mereka, atau membuka bagian
atas celana mereka, tanpa menjatuhkannya ke tanah, sehingga makin
kontras saja, mereka yang bertubuh gelap tapi masih berpakaian lengkap,
sedang Lia yang berkulit putih mulus, bertelanjang bulat.
Agar tampak seperti dua orang pekerja kasar yang sedang memperkosa
Lia, sengaja aku mengatur agar wajah Lia selalu tampak jelas ke arah
kamera, dengan matanya yang seolah melirik Mas Muji yang sedang
memperkosanya dari belakang, atau berekspresi sedang melakukan oral
pada Mas Slamet yang ada di depannya. Sedang wajah Mas Muji atau Mas
Slamet sengaja aku samarkan dengan hanya menunjukkan siluet wajah
mereka dari samping, kala sedang tertunduk, ataupun menengadah.
Sehingga bila orang melihat foto-foto itu, maka hanya tampak jelas
wajah Lia dari segala arah, tapi wajah, Mas Muji dan Mas Slamet hanya
terlihat dari arah samping atau belakang saja.