Setelah bosan dengan adegan memperkosa dan juga hari mulai gelap,
kuminta mereka berhenti. Kemudian kuikat kedua tangan Lia ke belakang,
tertekuk sebatas siku ke arah berlawanan sedang mulutnya kusumpal
dengan sapu tangan dan kuikat lagi dengan tali ke belakang kepalanya,
dan kakinya satu sama lain kuikat dengan tali yang terhubung, dengan
sisa jarak kira kira 25 cm, sehingga dia tidak akan bisa berjalan
dengan langkah lebar.
Kemudian kuminta Lia melakukan exercise dengan berlari mengelilingi
kolam yang berukuran 12x5 m sebanyak 60 kali lebih. Bila Lia tampak
berjalan kusuruh mereka berdua mencambuk Lia dengan ranting pepohonan
yang ada di taman sudut halaman. Lia yang tampak kelelahan beberapa
kali berhenti untuk mengatur nafas, saat itulah Mas Slamet dan Mas Muji
akan mencambuk Lia dengan dedaunan yang mereka pegang, dan seiring
dengan itu maka akan terdengar jeritan tertahan dari mulut Lia yang
terhalang saputangan. Dan setelah itu maka Lia pun akan berlari kecil
kembali. Semua itu kurekam dengan handycam yang kuambil dari kamar.
Setelah itu kuminta Lia masuk ke dalam kolam dengan keadaan masih
terikat seperti semula. Kedalaman kolam yang saat itu paling dangkal
kira-kira 150 cm, dengan tinggi tubuhnya yang kala itu mungkin hanya
160 cm, dan dengan tangan terikat serta kaki terikat, Lia hanya bisa
berjalan di dalam kolam, dan untuk bernapaspun Lia harus menengadahkan
kepalanya, karena tinggi air bila ia berdiri saja, hampir menutupi
seluruh hidungnya.
Kemudian kami bertiga meninggalkanya di dalam kolam sendirian,
dengan tangan dan kaki terikat serta mulut terkunci dan keadaan kolam
yang hanya diterangi lampu taman pasti akan membuatnya histeris, aku
mengawasinya dari jendela teras belakang. Sambil membaca majalah,
sedang Mas Muji dan Mas Slamet kuminta untuk membuatkan minuman hangat
dan makan malam bagi kami berempat.
Tapi sebelum kami tinggal sendirian, kami mengatakan pada Lia bahwa
kami akan mandi dan membeli makan malam dulu di luar dan baru akan
mengangkatnya naik setelah kami kembali lagi 2 jam kemudian, itupun
jika jalanan tidak macet. Saat itu tampak Lia meronta di dalam air dan
dari mulutnya terdengar suara yang tak jelas, mungkin tidak suka dengan
yang kami katakan, karena ia tidak ingin ditinggal sendirian di dalam
kolam dengan keadan seperti itu. Ia sudah barang tentu ia tidak bisa
naik ke permukaan tanah tanpa bantuan orang lain, Handicam tetap
kubiarkan merekam keadaannya yang tak berdaya, sulit bergerak dan sulit
bernafas.
Kami hanya berjaga-jaga dari kejauhan, tapi sudah barang tentu, Lia
tidak mengetahui hal itu, aku hanya mengawasinya dari jauh dengan
teropongku.
Malam itu kubiarkan Lia terendam di kolam dengan keadaan yang sagat
tidak nyaman seperti itu, kira kira selama dua jam lebih. Dengan hari
yang sudah makin malam dan air kolam yang dingin, tentunya akan membuat
Lia menggigil kedinginan.
Dan benar memang saat kujemput Lia untuk kunaikkan dari kolam yang
dingin, Lia tampak menggigil, kedinginan, maka langsung kukeringkan
tubuhnya yang mungil tapi indah, dengan handuk. Tampak di beberapa
bagian tubuhnya mengeriput karena terlalu lama terkena air, tapi ia
tetap tampak terlihat cantik.
Saat melihatku muncul saja, tampak bahwa ia sangat gembira, karena itu berarti ia akan diangkat dari air kolam yang dingin itu.
Lia menurut saja ketika kubimbing dia untuk naik, ke pinggir kolam,
nampak ia pasrah dengan apa yang akan aku lakukan kepadanya, dan
kepasrahannya padaku makin tampak, saat kukeringkan tubuhnya dengan
handuk yang kubawa. Kulepaskan ikatan dan sumbatan di mulutnya,
sehingga kini ia bisa dengan leluasa berbicara bila ia mau. Tapi ia
hanya tersenyum saja ketika aku mengeringkan tubuhnya.
Dengan keadaan yang masih terikat, kukeringkan tubuhnya, kemudian
mengajaknya berjalan masuk ke dalam rumah. Dan ia pun menuruti saja
kemauanku, tanpa memprotes keadaanya yang masih terikat.
Kepasrahannya itu membuatku jadi merasa sayang padanya, kini hatiku
lebih berbicara ketimbang sore tadi di mana otak dan pikiranku masih
memvonisnya sebagai pecun. Memang jika mau jujur, rasa tertarikku
padanya sejak dulu masih tetap ada. Dan kini saat melihatnya pasrah dan
menurut pada apa yang aku katakan, membuatku makin sayang padanya.
Dan akupun yakin bahwa sebenarnya Lia selama ini juga punya rasa
yang sama padaku, karena sering kudapati ia melirik dan mencuri pandang
ke arahku jika kami bertemu di sekolah. Hanya saja tidak aku gubris,
karena predikat pecun yang sering temanku bilang padaku atas dirinya,
dan rasa gengsiku tentunya.
Kini hal itu sepertinya menghilang dari pikiranku, melihatnya
berjalan di sampingku dengan keadaan bugil dan terikat seperi itu,
ditambah lagi dengan sikapnya itu. Makin menimbulkan gejolak di hatiku.
Maka kurangkul dia dengan tangan kiriku, kubelai rambutnya yang masih sedikit basah.
"Lia.. terimakasih atas apa yang telah kamu lakukan hari ini" kataku padanya dengan lembut.
"Aku jadi makin sayang padamu.." kataku lagi, sambil menarik tubuhnya menghadapku, dan kemudian kucium bibirnya dengan lembut.
Saat itu bibirnya masih terasa dingin, tapi lambat laun makin
terasa hangat seiring makin hangatnya kami berciuman, bibir lembutnya
bagiku rasanya seperti agar-agar.
Kemudian kubimbing ia berjalan menuju rumah dan kemudian kusuruh
Slamet mengambilkan minuman susu coklat hangat untuknya agar ia merasa
hangat, dan dengan lembut, pelan-pelan kuminumkan segelas susu hangat
itu padanya dengan penuh rasa sayang sambil kubelai rambutnya yang
lebih sebahu.
Lia pun menurut dan meminumnya dengan lahap, sambil menyeruput
segelas susu coklat hangat itu, matanya memandangku, tatapannya
bagaikan menusuk hatiku, bagaimana tidak, tatapannya lembut sambil
bibirnya membuat sebuah senyuman manis.
"Rie.. Sebenarnya aku juga sayang sama kamu, tapi selama in
sepertinya kamu tidak menghiraukan keberadaanku", ujarnya setelah ia
meminum lebih dari setengah gelas.
"Dulu aku sering mencoba untuk menarik perhatianmu, tapi sepertinya semua sia-sia".
"Tapi jika semua ini bisa membuatmu senang, akupun dengan senang
hati akan melakukanya untukmu", katanya lagi setelah melihat aku hanya
terdiam.
Dan ia pun melanjutkan perkataanya lagi karena aku masih saja terdiam.
"Aku mengerti, mungkin aku nggak akan bisa jadi pacarmu, karena aku
pun tahu siapa aku ini, tapi asalkan kamu mau menyisakan sebagian
hatimu dan perhatianmu bagiku, aku pun sudah merasa sangat senang".
Sejak saat itulah, aku makin mengerti, bahwa ternyata Lia adalah
korban dari keluarga yang tidak harmonis dan butuh kasih sayang, karena
orang tuanya jarang ada di rumah, di tambah lagi kini orang tuanya
sering bertengkar bila berada di rumah. Oleh karenanya Lia mencari
pelarian dengan pergaulanya selama ini sekedar untuk mencari hiburan
dan melupakan kepedihan hatinya.
Bukannya aku sok suci, karena mungkin "perbedaan" yang aku rasakan
pada diriku ini, adalah akibat perlakuan yang salah pula dari orang
tuaku, tapi aku sadar akupun punya peranan besar dalam memperburuk
'perbedaan' ini, karena ternyata aku sangat menikmati 'perbedaan' yang
kurasakan ini.
Begitulah, malam itu seperti kesepakatan yang telah dibuat, Lia
bermalam di rumahku dengan tetap dalam keadaan tanpa busana sedikitpun
dan tetap dalam keadaan terikat tangan dan kakinya, saat makan malam
pun Lia kusuapi dari piringku, dan malam itu Lia sudah tidak malu lagi
terhadap dua pembantuku, karena apa lagi yang akan membuat ia merasa
malu, karena sejak sore tadi ia sudah berada dalam keadaan seperti itu.
Itulah yang membuatku makin merasa sayang padanya, rasa sayang yang
berbeda, rasa sayang majikan pada budaknya. Karena malam itu Lia memang
kuperlakukan lebih sebagai budak nafsuku. Malam itu kuminta Lia
mengoralku beberapa kali hingga aku menyemprotkan air maniku di mulut
dan wajahnya, sebelum akhirnya kami pun tidur. Aku tidur di kasur
sedang Lia tidur di lantai yang hanya beralaskan tikar tetap dengan
keadaan telanjang bulat dan terikat. Aku tahu bahwa ia merasa tersiksa
dengan keadaan seperti itu, tapi kelelahannya membuat ia dapat tertidur
pulas.
Lia tidur lebih dulu, mungkin karena kelelahan, sedang aku hanya
tersenyum melihatnya seperti itu, karena seperti yang telah ia katakan,
ia bersedia melakukan apapun yang kuminta asalkan itu membuatku senang.
Dan iapun hanya tersenyum dan mengangguk saat tadi kukatakan bahwa kini
dia adalah pecunku. Kemudian akupun tertidur dengan perasaan senang,
bahwa kini aku telah memiliki Lia sebagai pecunku.
*****
Demikianlah kisahku dengan Lia malam itu, walaupun sebenarnya masih
banyak kisahku dengan Lia yang kini telah resmi menjadi pecunku.
Mungkin lain kali saja akan aku ceritakan, karena kini aku masih sibuk
dengan pekerjaanku. Kini aku sudah bekerja di sebuah perusahanan jasa
perbankan di Bandung setelah selesai kuliah di Yogya, yang juga banyak
pengalaman menarik.
E N D