Sebenarnya aku hanya mau jalan-jalan saja hari
itu. Karena di rumahku suntuk, akhirnya kuputuskan untuk jalan-jalan di
hutan sekedar refreshing. Setelah lama jalan-jalan dan hari sudah
menjelang sore, hutan itu juga sudah mulai gelap, aku melihat ada sosok
yang sedang berjalan ke arahku. Makin lama, semakin jelas ternyata dia
wanita, kutebak umurnya tidak lebih dari 15 tahun, malah mungkin kurang
karena tubuhnya masih langsing dan dadanya juga belum begitu besar. Dia
memakai celana pendek dan T-shirt.
Ya ampun, pahanya yang putih itu membuatku menelan ludah. Pasti dia
anak orang kaya yang sedang berkemah atau menginap di salah satu villa
yang ada di sekitar hutan ini. Aku tidak tahu kenapa dia bisa sampai
masuk hutan, sendirian lagi, yang jelas aku tidak tahan kalau harus
melepaskan kesempatan yang baik ini, karena aku kebetulan sudah lama
tidak pernah merasakan bagaimana nikmatnya tidur bersama anak di bawah umur.
Aku cepat-cepat merunduk ke semak-semak yang ada sambil menunggu dia
lewat. Begitu dia lewat langsung kusergap dari belakang sambil menutup
mulutnya, soalnya biar sudah malam tapi kami masih ada di pinggiran
hutan, jadi aku tidak mau ambil resiko orang-orang mendengar teriakan
anak ini. Sambil meronta-ronta, kubawa dia masuk lebih jauh ke tengah
hutan. Kalau sudah masuk di dalam hutan, aku jamin tidak ada yang bisa
dengar teriakan dia, soalnya orang-orang di sekitar situ percaya kalau
hutan itu angker, padahal mereka tidak tahu kalau ada tempat seukuran
yang agak lapang tempat aku biasa menyepi. Ketika aku sampai ke tempat
pribadiku, ada sinar bulan purnama yang menerangi tempat itu, kebeneran
juga soalnya sekitarku sudah gelap gulita.
"Lepaskan! Lepaskan! Jangan Om!" dia langsung berteriak-teriak
ketika mulutku lepas dari mulutnya. Om? Enak aja dia panggil aku Om,
langsung saja aku kepalkan tanganku dan kupukul keras-keras di perut.
Dia langsung tersungkur ke tanah sambil memegang perutnya dan
mengerang. Tidak hanya itu, langsung kutendang punggungnya sampai dia
berguling-guling menabrak batang pohon yang sudah roboh. Setelah itu
kutarik rambutnya yang sebahu sampai wajahnya dekat dengan wajahku.
"Sekarang dengerin anak kecil!" kataku pelan tapi pasti.
"Aku bukan om elo, tapi elo sebaiknya jangan banyak tingkah, kalo
tidak mau mati! aku hanya pengen ngajarin elo kesenengan yang belon
pernah elo dapetin di sekolah elo! Tau?!" Dia hanya menangis sambil
mendorong-dorongku, tapi tenaganya sudah lemah gara-gara kutendang
tadi.
"Jawab goblok!" bentakku sambil menampar pipinya berkali-kali sampai memerah.
"Ampuun, ampun!" dia menjerit kesakitan karena tamparanku tadi. Aku
langsung saja tidak buang waktu, dia langsung kudorong ke batang kayu
roboh tadi, sambil kutindih, kutelanjangi dia. Mulai dari T-shirtnya
terus celana pendeknya, kutarik BH-nya sampai putus. Terakhir
kulepaskan juga celana dalamnya sekaligus sepatu dengan kaos kakinya.
Akhirnya dia telanjang bulat sambil meronta-ronta karena tangannya
kupegangi dengan tangan kiriku. Wow, kulitnya benar-benar putih mulus,
dadanya belum begitu besar tapi sudah membulat, kemaluannya juga masih
jarang rambutnya. Dia mengerang lemas ketika kuraba dan remas dadanya.
"Hei, lo suka ya! Sabar aja entar aku tunjukin yang lebih enak!"
aku melihat sekelilingku, dan aku akhirnya menemukan cabang pohon
dengan diameter sekitar 5 cm. Dia sudah tidak bisa bergerak karena
kesakitan gara-gara pukulanku, tapi untuk amannya kupukuli juga
perutnya berkali-kali sampai perutnya membiru. Dia masih sadar tapi
yang pasti dia tidak mungkin bisa bergerak untuk lari dariku.
"Nah, enaknya aku mulai dari mana nih?" tanyaku pada dia.
"Dari depan atau dari belakang?" dia hanya bisa mengeluarkan desahan sakit, sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku mulai dari depan aja ya? Pasti lo masih perawan kan?"
Selesai berbicara begitu, aku langsung mendorong cabang pohon tadi
masuk ke liang kewanitaannya. Karena sempit aku sampai harus melebarkan
bibir kemaluannya supaya cabang tadi bisa masuk sedikit. Dia
merintih-rintih ketika cabang tadi mulai masuk sedikit demi sedikit.
Aku terus mendorong cabang tadi sambil memutar-mutarnya. Dia langsung
menjerit kesakitan ketika kulakukan itu. Itu yang aku ingin dengar dari
tadi, batang kemaluanku langsung tegang sekali. Ketika dia menjerit
sekeras-kerasnya aku merasa cabang pohon tadi tidak bisa masuk lebih
dalam lagi. Lalu aku mulai menarik dan mendorong cabang tadi sambil
memutar-mutarnya, yang pasti akan membuat dia lebih kesakitan kalau
kudengar dari jeritannya. Kepalanya mengeleng-geleng sampai
terantuk-antuk ke batang pohon tempat dia berbaring sampai memohon aku
agar aku berhenti. Bodoh benar dia, tentu saja aku tidak akan berhenti.
Setelah beberapa kali tusukan, cabang pohon tadi mulai berubah jadi
merah, karena darah yang keluar dari kemaluannya. Ada juga yang meleleh
keluar dan mengalir turun lewat pahanya. Aku terus menusuk-nusuk liang
kemaluannya sampai sekitar 10 menit, sampai dia tidak bisa mengerang
hanya bisa mendesah dan mengigit bibir kesakitan. Kulihat ada darah
juga di sekitar bibirnya gara-gara digigit terlalu keras olehnya.
Akhirnya aku tidak bisa tahan lagi, aku harus masukan batang
kemaluanku. Langsung saja kubuka celanaku, kemaluanku langsung
bergoyang-goyang tegang. Lalu kucabut cabang pohon tadi dari liang
kemaluannya, kulihat bibir-bibir kemaluannya langsung menutup lagi,
diiringi tarikan nafas anak itu. Karena aku sudah tidak tahan lagi,
langsung saja kubalikkan badannya yang sudah lemah lunglai itu sehingga
pantatnya menghadap ke arahku. Kubuka belahan pantatnya, kulihat
lubangnya kecil sekali, wah dia akan kesakitan kalau kumasukan batang
kemaluanku, tapi aku tidak perduli, yang jelas aku tidak bisa
membayangkan bagaimana nikmatnya jepitan lubang itu. Sambil membuka
belahan pantatnya kuarahkan kepala kemaluanku ke lubang kecil tadi,
lalu kupegang bahu anak tadi erat-erat sambil mulai mendorong masuk.
Ya ampun, sempit sekali, aku sampai meringis-ringis, dia juga mulai
meronta-ronta begitu sadar apa yang telah kukerjakan di pantatnya. Tapi
pelan-pelan, lubang tadi mulai membuka membuat batang kemaluanku mulai
masuk sampai kepala kemaluanku dan terus maju pelan-pelan. Ketika
kudorong kemaluanku, dia kembali merintih-rintih seakan-akan kehabisan
nafas.
Akhirnya dengan dorongan terakhir yang keras masuk juga batang
kemaluanku ke lubang pantatnya. Lalu aku tidak menunggu-nunggu lagi,
langsung saja aku maju mundur. Aku tidak pelan-pelan lagi sekarang,
kugerakan pinggulku cepat dan keras. Sampai badan anak tadi
terguncang-guncang, terdorong maju mundur. Kulihat dada dan perutnya
mulai berdarah-darah karena bergesekan dengan kulit pohon yang kasar.
Lama-kelamaan kemaluanku jadi kemerah-merahan, selain gara-gara sempit
sekali, ada juga darah yang menempel ke batang kemaluanku. Sekitar 15
menit kugerakan pinggulku, darah yang keluar sudah ada di mana-mana.
Sampai meleleh turun lewat pahanya ke tanah.
Aku merasa aku akan keluar tidak lama lagi, begitu sudah hampir
puncaknya, aku langsung mencabut kemaluanku dan langsung kutarik rambut
anak itu. Dia langsung mengerang sakit, dan saat itu juga aku masukan
kemaluanku ke mulutnya yang terbuka. Dia langsung tersengal-sengal
karena kemaluanku masuk langsung masuk ke kerongkongannya, membuatnya
sulit bernafas. Dia berusaha menarik kepalanya tapi tidak bisa, malah
gara-gara gerakannya itu dan gesekan kemaluanku dengan lidahnya aku
tidak bisa menahan lagi. Sambil mengerang kukeluarkan spermaku ke
mulutnya langsung masuk lewat kerongkongan. Kulihat dia melotot ketika
ada cairan ketal masuk ke dalam kerongkongannya. Kutahan kemaluanku di
mulut anak itu sampai sekitar satu menit, sampai spermaku habis
kukeluarkan ke mulutnya, ada juga yang kulihat meleleh keluar, mengalir
lewat dagu, leher dan menempel di puting susunya.
Akhirnya kutarik kemaluanku yang sudah mulai lemas dari mulutnya.
Dia langsung tersungkur ke tanah dan muntah-muntah mengeluarkan isi
perutnya.
"Dasar lu goblok tidak tau barang enak!" kataku.
"Muka lu kotor tuh, aku bersiin ya?" sambil berkata itu aku
langsung kencing ke mukanya, air seniku membasahi seluruh wajah, rambut
sampai dadanya. Langsung saja dia muntah-muntah lagi sampai lemas tidak
berdaya, karena tidak ada lagi yang bisa dikeluarkan dari perutnya.
Jamku sudah menunjukan jam 2 pagi, ketika aku kembali berpakaian.
Aku hampiri dia yang tergolek lemas, kulihat air matanya mengalir terus
walaupun dia tidak mengeluarkan suara tangisan.
"Lu mau lagi?" tanyaku.
Dia tidak bergerak hanya kulihat wajahnya yang pucat bertambah pucat lagi.
"Ah, tapi punya lu udah rusak gara-gara ini. Aku jadi tidak nafsu!" kataku.
"Lain kali aja deh!" kataku sambil menunjukan cabang pohon yang berlumuran darah ke wajahnya.
Setelah selesai aku berbicara itu, langsung saja kupukul dadanya
pakai cabang pohon yang kupegang, kupukul punggungnya, pahanya,
kemaluannya. Kadang juga kutendang perutnya sampai dia tidak bergerak
lagi, matanya melotot ngeri. Kuraba nadinya, ternyata masih ada
denyutan. Aku langsung berdiri dan berjalan meninggalkan dia keluar
hutan. Aku tidak peduli mau ada yang menemukan dia atau tidak, kalau
dia tidak kuat dia bakalan mati juga. Lagipula siang nanti aku mau ke
Jepang, jadi tidak ada yang bisa menemukan aku.
TAMAT.