SABTU, 22 MARET 1997
Sudah 3 bulan Dewa bekerja sebagai guru piano. Sebuah keahlian yang dia
dapat ketika SMA dulu saat ayahnya masih ada. Dengan keahlian itu dia
berusaha menyambung hidup, dan kalau bisa menjadi pianis profesional.
Dalam dinginnya AC ruangan kantor, Dewa menghitung uang yang
tersisa untuk bulan ini."Uhh, Tinggal 50 ribu, padahal gajian masih 1
minggu lagi," gumannya sambil memasukkan kembali dompetnya ke saku
celana. Kini dia hanya mempunyai 3 murid SD sebagai anak didiknya.
Sebuah jumlah yang sangat sedikit.
"Saya harus mendapat tambahan satu orang murid lagi," Dewa
beringsut berdiri menuju pelataran kantor. Dia ingin menghabiskan sisa
rokoknya yang disimpan tadi, ketika terdengar seseorang menyebut
namanya.
"Maaf, Bu. Bisakah saya bertemu dengan Bapak Dewa..?" Dewa menoleh,
dilihatnya seorang wanitamuda bertanya kepada sekretaris kantor.
"Ya, saya sendiri," Dewa berjalan mendekati wanita tersebut sambil
memasukkan kembali rokoknya.Dilihatnya seorang wanita cantik berumur
sama dengan dirinya sekitar 24 tahun. Tinggi 170 cm dan perut yang
ramping.
"Saya Dewa, ada yang bisa saya bantu?" diulurkan tangannya.
"Wah kebetulan, saya Wedi, dan saya berniat untuk mengambil les piano pada Bapak."
"Panggil saja saya Dewa, mari ke ruang tamu. Kita akan membicarakan
jadwal latihan dan jenis latihan yang ingin anda pelajari," Dewa
sungguh bersyukur akan hari itu, kini dia tidak terlalu khawatir akan
uang makan sampai akhir bulan. Jika sudah rejeki tidak akan kemana,
begitu hatinya berkata. Tanpa disadarinya itulah awal dari perubahan
seluruh hidupnya.
MINGGU, 23 MARET 1997
Dewa berada di depan rumah Wedi, hari itu jam 3 sore, ini hari
pertama dia akan mengajari Wedi berpiano. Tiada lain niatnya selain
memberikan semua ilmu pianonya dan semoga dari pembicaraan Wedi dengan
teman-temannya, maka anak didiknya akan bertambah.
Diketuknya pintu rumah, sebuah rumah yang sangat besar dan mewah.
"Rumah ini lebih bagus daripada rumahku yang dulu, tapi nggak beda jauh
lah.." guman Dewa mengenang masa saat ayahnya masih ada. Tak berapa
lama terdengar suara kunci diputar dan pintu dibuka.
"Selamat sore Dewa, mari silakan masuk..!" Wedi memberikan jalan bagi Dewa untuk lewat, lalu dia menutup pintunya kembali.
"Mau minum dulu, atau langsung berlatih..?" tanya Wedi sambil mengunci kembali pintu rumah.
"Langsung aja yuk.!" jawab Dewa yang merasa tidak haus.
Mereka lalu menuju meja piano yang ada di ruang tengah. Dewa
membuka cover piano, lalu duduk di kursi piano sambil beringsut memberi
tempat pada Wedi.
"Ayo kita mulai.!" kata Dewa, sambil menjelaskan nada-nada yang
terdengar dari tuts yang dipijitnya. Setelah berapa lama lalu dia
mempersilakan Wedi untuk mencobanya. Terlihat raut ragu di wajah Wedi,
lalu dia mencobanya. Terdengar nada-nada yang sangat tak beraturan.
Derai tawa segera mengalir dari bibir mereka.
"Tidak apa-apa..! Ini saya tunjukkan lagi..!" Dewa lalu menunjukkan
kembali nada-nada yang tadidiperdengarkannya. Tapi bukannya
mendengarkan, dia malah memperhatikan wajah Dewa. Sepertinya dia tidak
dapat konsentrasi pada pelajaran dari Dewa.
"Kamu ingin saya memainkan sebuah lagu..?" itu jurus yang biasa
Dewa lakukan jika anak didiknya tidak konsentrasi. Dewa akan memamerkan
keahliannya agar anak didiknya jadi semangat berlatih. Bukannya
menjawab Wedi malah menyenderkan kepalanya ke bahu Dewa. Tiba-tiba dia
berkata, "Eh tunggu dulu ya..!"
Wedi masuk ke dalam kamar, tak lama dia keluar. Kali ini dia telah
memakai gaun tidur yang sangat tipis. Gugup Dewa melihat pemandangan di
depannya, lalu dia berkata, "Maaf Wedi, saya datang ke sini untuk
mengajar, saya sangat butuh pekerjaan ini, jangan permainkan saya..!
Saya tidak tahu apa yang anda mau.!" Dewa tidak tahu harus berpikir
apa, ingin pergi dari situtapi dia sangat butuh uang saat ini. Jika
tetap di situ berarti dia melanggar cita-citanya untuk menjadi pianis
profesional.
"Saya tidak butuh les piano..!" tiba-tiba Wedi berteriak.
"Saya tahu kamu butuh uang, kupikir kamu tahu apa yang saya
butuhkan. Jadi kalau kamu bisa beri apa yang saya butuhkan, maka saya
akan beri yang kamu butuhkan.!" kata Wedi lebih lembut dari sebelumnya.
"Tapi kenapa aku?" tanya Dewa.
"Karena kamu butuh uaanngg..!" Wedi berteriak lagi karena sebal
dengan penolakan Dewa. Mata Dewa mulai berkaca, merasa betapa harga
dirinya begitu rendah. Wedi berkata benar, dia memang butuh uang itu,
Dewa makin merasa harga dirinya hancur.
"Oke Wed, tapi aku ingin uang les satu bulan kamu bayar malam ini
juga.." sambil berkata itu, menetes air mata Dewa. Bukannya iba melihat
sedihnya Dewa, Wedi malah tersenyum.
"Oke.." jawab Wedi sambil berlari riang menuju Dewa dan menariknya menuju kamar tidur.
"Kamu tidur di situ ya..!" pinta Wedi menunjuk tempat tidur sambil memberi senyum termanis yang dia punya.
"Ugh, manisnya senyum itu andai saja dia tak bersuami dan kami sudah kenal lama." Dewa beringsut mengikuti permintaan Wedi.
Dewa kemudian naik ke atas ranjang, dan merebahkan kepalanya di
sandaran ranjang. Wedi kemudian mengikuti naik ke ranjang, sambil
tangannya mendorong perlahan tubuh Dewa untuk bergeser sedikit. Lalu
Wedi berlutut tegak di samping Dewa, memandang mata Dewa lekat-lekat
masih dengan senyum termanis. Kemudian secara perlahan-lahan dia
mengambil ujung bawah baju tidurnya. Ops.. Wedi terlupa sesuatu..
buru-buru dia turun ranjang dulu, menuju ke buffet yang ada componya,
dia pilih salah satu CD lalu diputarnya. Mengalun sebuah lagu romantis
dari Lionel Richie.
Dia kembali lagi ke samping Dewa, berlutut di atas ranjang sambil
melenggok menari mengikuti irama lagu. Tangannya balik lagi memegang
ujung bawah gaun tidurnya dan mulai memilin sedikit-sedikit, lalu
menarik perlahan ke atas. Gaun bawahnya mulai naik setinggi bawah
selangkangannya. Dewa diam terpaku melihatnya, seumur hidup Dewa tidak
pernah berpacaran, apalagi melihat bagian dalam tubuh wanita. Dewa
merasa degup jantungnya berdetak kencang, dan dia mulai terangsang.
Wedi lalu melanjutkan tariannya. Tak berapa lama muncul celana dalamnya
yang transparan dan dan membungkus ketat kemaluannya. Warnanya hitam,
ada merahnya sedikit persis di tengah dekat bawah pusarnya, ada satu
bunga merah kecil.
Bulu kemaluannya terlihat. Belahan vaginanya tercetak dalam
bungkusan CD halus itu yang mengikuti bentuk bibir vaginanya. Dewa
merasakan kemaluannya mulai bergerak, terasa penisnya mulai menggemuk,
dia sudah terangsang dengan semua yang dilihatnya. Tangannya terlihat
mencoba menggapai belahan itu.
"Hmm, tunggu dulu," Wedi melarang Dewa melakukannya. Wedi lalu
menarik gaun tidurnya makin ke atas. Menarik bajunya, semakin jelas
tubuh putihnya terlihat. Payudaranya masih tertutup BH, tapi terlihat
putih dan kencang dan saat bajunya telah melewati kepala, Wedi langsung
membuangnya. Tangannya kembali turun lagi yang membuat payudaranya
terlihat dan berbentuksemakin menonjol saja. Kemudian Wedi menggeser
posisinya, kali ini dia mengangkangi Dewa. Belahan vaginanya makin
jelas terpampang di mata Dewa. Saking dekatnya terkadang vagina Wedi
menyentuh hidung Dewa. Tercium wangi harum vagina Wedi membuat Dewa
tidak mampu lagi menahan sakit penisnya yang ereksinya tertahan oleh
celana jeans-nya.
"Mari saya buka.!" Wedi sepertinya melihat hal itu, lalu sambil
tetap menyuruh Dewa diam. Dia mulai membuka seluruh kain yang menempel
di badan Dewa. Kini Dewa telanjang bulat. Penisnya sudah ereksi penuh
dan tegak menunjuk pada Wedi. Wedi tersenyum melihatnya.
Wedi berdiri dan dengan perlahan-lahan melepaskan kaitan BH di
punggungnya. Dijatuhkannya tali BH dari samping sehingga Dewa bisa
melihat putih dan bulatnya buah dada Wedi. Dewa mengamati puting susu
Wedi yang lingkarannya cukup besar dan berwarna coklat kemerahan,
sangat kontras dengan tubuhnya yang putih mulus.
Kemudian Wedi membalikkan badan dan membungkuk. Perlahan-lahan dia
menurunkan celana dalamnya sehingga Dewa dapat melihat vagina Wedi dari
belakang. Vagina itu berwarna merah muda dengan bibir vaginanya agak
kehitaman. Wedi membuka kemaluannya lebar-lebar, dan membuka bibir
kemaluannya sehingga Dewa dapat melihat jelas bagian dalam vaginanya
yang berwarna merah mudadan basah.
Wedi sudah sangat terangsang dan vaginanya sudah sangat basah. Dia
masukkan satu jari ke dalamnya dan setelah itu mulai bermasturbasi di
depan Dewa. Dalam posisi mengangkang dengan pahanya terbuka lebar,
harum liang kewanitaannya langsung tercium. Wedi menyentuh belahan
liang kewanitaan dengan ujung tangannya. Lalu tangan satunya lagi
menyentuh klitoris. Lalu perlahan-lahan dia menggosok-gosok kedua
bagian itu.
Dengan pantat sedikit terangkat, dia terus bermasturbasi dan
membuka kakinya lebar-lebar. Setelah kurang dari tiga menit Wedi
mendapati dirinya orgasme dan menyemprotkan cairan bening ke tubuh
Dewa.
"Sepertinya sekarang giliran kamu ya Wa..?!" kata Wedi sambil
berganti posisi dan sekarang berjongkok di atas pinggang Dewa. Demi
melihat penis Dewa yang penuh, diusapnya penis itu. Lalu dia mendekat
ke dada Dewa, diciumnya puting Dewa. Perlahan-lahan lidahnya mengusap
permukaan puting Dewa. Dewa menggelinjang kegelian, tangannya memegang
kepala Wedi. Wedi menurunkan kepalanya, menjilati perut dan semakin
turun. Dewa makin kegelian ketika hembusan nafas Wedimenyentuh
bulu-bulu kemaluannya. Bibir Wedi mulai menyentuh ujung penisnya, dan
bergerak terus melingkar mengulum seluruh permukaan kepala penisnya.
Sensasi luar biasa membuat pantat Dewa sedikit terangkat. Hangat terasa
menutupi sekujur penis Dewa ketika lidah Wedi terus menjilati permukaan
kulit penis.
Dan saat jepitan erat bibir Wedi ini semakin turun ke arah
bulu-bulu kemaluannya. Penis Dewa semakin berdenyut. Ujung penisnya
menyentuh daging halus dan lembut langit-langit tenggorokan Wedi. Lalu
perlahan-lahan Wedi mulai menaik-turunkan kepalanya mengulum kemaluan
Dewa, sambil sekali-sekali menggunakan giginya untuk menyentuh penis
Dewa. Hal ini membuat Dewa meringis kenikmatan. Dia memegang kepala
Wedi untuk membantu dan mempercepat gerakan kepala Wedi.
Lalu tak lama berselang, "Cret.. cret.. cret.. cret.. cret.."
beberapa kali Dewa mengeluarkan maninya. Dewa melakukannya sambil
memajukan pantatnya dan menekan kepala Wedi ke selangkangannya. Hal ini
membuat Wedi harus menerima semua air mani yang dikeluarkan
Dewa.Ditelan seluruh air mani Dewa tanpa disisakan setetes pun.
Wedi sambil tersenyum manis rebah telentang dengan posisi setengah
mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya ke arah Dewa.
Kedua buah dadanya yang ternyata memang sangat besar terlihat masih
begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah bak
buah semangka. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat
kemerahan mengacung ke atas seolah menantang. Begitu pula perutnya
masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak.
"Uoogh.." tanpa terasa mulut Dewa mendesah takjub menyaksikan
keindahan bukit kemaluannya yang besar. Seumur hidupnya baru kali ini
dia menyaksikan alat kemaluan wanita. Belahan bibir kemaluannya yang
sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal
membentuk sebuah bukit kecil. Bibir luarnya masih terbuka seakan
memanggil-manggil Dewa untuk kembali menikmati.
Melihat hal itu, membuat penis Dewa tetap tegang. Dia ingin sekali
memasukkan kemaluannya ke lubang vagina yang ada di depannya, merasakan
jepitan dan pijitannya. Jelas sekali Dewa melihat vagina itu
berdenyut-denyut. "Terbayang betapa nikmatnya jika penisku bisa masuk
ke situ," guman Dewa dalam hatinya. Tapi dia tak tahu batas permainan
Wedi. Apakah sebatas mencapai orgasme atau bisa sampai coitus total.
Dewa tetap diam saja sambil menikmati pemandangan yang baru pertama
kali dia lihat itu.
Keberanian Dewa mulai timbul ketika dilihatnya Wedi tersenyum
padanya, dan membuka kakinya lebih lebar. Terlihat bagian dalam vagina
yang merah dan basah. Dewa mendekat ke arah bukit itu pelan-pelan
sekali sambil memperhatikan reaksi Wedi. Terlihat Wedi diam saja,
bahkan tangannya terlihat menyambut kedatangan kepala Dewa. Seperti
mendapat ijin, Dewa mencium lembut bibir kemaluan itu, dijilati
ujungnya, dan diputar-putarkan lidahnya. Terkadang dimasukkan lidahnya
ke dalam rongga vagina hingga membuat rongga itu semakin
berdenyut-denyut. Hal ini membuat nafsu Dewa semakin memuncak untuk
merasakan pijitannya. Dewa lalu menaikkan badannya. Wajahnya mendekati
wajah Wedi, dilihatnya wanita itu tersenyum.
"Wed, bolehkan aku melakukannya?" tanya Dewa.
Wedi mengangguk sambil membelai lembut rambut Dewa dan menggigit bibirnya sendiri.
Mereka berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh
mereka saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Batang
penis Dewa yang berdiri tegak seakan kena setrum saat menyentuh bukit
kemaluan Wedi yang halus dan sangat empuk. Bukit kemaluan Wedi memang
relatif montok dan besar.
Perlahan Dewa membuka kedua belah paha Wedi. Vaginanya terlihat
membuka dan makin menggoda. Dengan lembut Dewa menyentuhkan dan
menyelipkan penisnya ke dalam bibir kemaluan Wedi yang basah. Dewa
berhenti sejenak ketika kepala penisnya masuk 1/4. Dia memejamkan
matanya menahan nikmatnya perasaan saat itu. Perasaan luar biasa ketika
kepala penisnya menggesek bibir minoravagina Wedi. Wedi mungkin mengira
seluruh batang penis itu ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu
kepala penis menyelip di antara bibir kemaluannya terlihat ia membuka
kedua pahanya lebar-lebar. Dewa merasa betapa begitu halus kulit kedua
belah pahanya yang langsung mengapit pinggangnya lembut.
"Lagi Wa, masukin lagi..!" Wedi merengek ketika mengetahui Dewa menahan gerakannya.
Dewa yang masih baru dalam bercinta mengikuti permintaan itu, dia
terus menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya
semuanya masuk.
"Ouugghh..!" Dewa melenguh ketika pangkal penisnya menyentuh lubang
kewanitaan Wedi. Terasa seluruh penisnya digenggam erat oleh vagina
Wedi. Ujung penisnya seperti menyentuh kain-kain basah yang lembut di
ujung sana. Dewa lalu memajumundurkan pantatnya. Dia menarik sampai
sekitar 50 persen panjangnya, lalu menekan lagi hingga masuk semuanya.
Dewa terus melakukan itu, sekarang dia mulai berani mengocok agak keras
cepat.
Tiba-tiba, "Oougghh.. oh.. oh.. oh.. oh.." Wedi menjerit-jerit.
Dewa mengisi ruang baru yang tak tersentuh sebelumnya. Sangat
terasa sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga. Fantastis! Hampir semua
permukaan penis Dewa yang panjang itu bagai membelai seluruh permukaan
dalam vaginanya.
"Ough.. terus Wa..!" Wedi menggelepar-gelepar sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. Lubang vagina Wedi semakin basah, dan
meremas-remas batang kemaluan Dewa. "Uhh.. hu.. hu.. huu.." terdengar
suara Wedi seperti merintih, menahan nikmatnya sodokan penis Dewa. Wedi
makin membuka kakinya. Ditariknya kakinya ke atas, sehingga lututnya
menyentuh dadanya. Hal ini membuat Dewa makin leluasa memasukkan
penisnya.
"Waa.. udah Waa.. aku udah dapat.!" teriak Wedi ketika merasakan
orgasme, rongga kewanitaannya menjadi lebih berdenyut, seperti
menggigit lembut penis Dewa. Wedi menaikkan pantatnya agar penis Dewa
makin dalam mengisi vaginanya.
"Ouughh.. Wa.. hiks.. hiks.. hu.. hu.." Wedi kembali merintih
kenikmatan. Kedua tangannyameremas-remas pundak Dewa. Pada saat Wedi
mencapai orgasme. Dewa tiba-tiba merenggut pantat Wedi,
mencengkeramnya. Dihentak-hentakkan pantatnya ke bawah. Hal ini membuat
gesekan antara penis dan rongga vagina makin cepat. Dewa terus
melakukannya hingga pada hentakan terakhirditekannya pantat lama sekali
ke bawah.
Tiba-tiba Wedi merasakan senjata Dewa semakin besar, dan Dewa
memdesis desis dan berteriak. Vagina Wedi terasa semakin penuh, Dewa
mencapai orgasmenya. Dibarengi dengan semburan cairan kewanitaan Wedi
tanda pengakuan akan kenikmatan yang diberikan Dewa. "Seerr.." Wedi
merasakan ada tembakan hangat di dalam rahimnya. Lembut dan mesra.
Semprotannya kencang sekali danberkali-kali. Kira-kira tujuh atau
delapan tembakan, badan Dewa mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh
ke depan, menindih Wedi. Dia mencium bibir Wedi dan mengucapkan terima
kasih. Wedi mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh
mereka berkeringat, basah sekali.