Ibu Anna kemudian membawaku masuk ke dalam kamar tidurnya. Secara
sekilas aku sempat melirik ke jam dinding yang terdapat di ruangan itu,
yang ternyata baru menunjukan pukul 8 malam, padahal sebelumnya kupikir
saat ini sudah hampir tengah malam. Dengan setengah menyeret, ibu Anna
kemudian membawaku ke dalam kamar mandi yang terdapat di dalam ruangan
itu. Kemudian aku perintahkan untuk duduk di kloset.
Setelah itu, ibu Anna langsung menyalakan shower dan menyiram
tubuhku. Hampir saja aku menjerit jika tidak sempat kutahan. Tubuhku
menggeliat menahan perih ketika air mulai mengenai kulitku yang
lecet-lecet. Kemudian dengan tidak mengatakan apa-apa, ibu Anna
memberikan sebatang sabun mandi padaku. Jika saja aku tidak takut pada
hukuman, tentunya pada saat itu aku enggan untuk menggunakan sabun
mandi, karena tentunya akan perih jika mengenai bekas cambukannya di
tubuhku.
Dengan menggigit bibir menahan sakit, aku dengan cepat menyabuni
tubuhku, terutama bagian dada yang dada yang kulihat tidak terdapat
bekas pukulan disana. Secara tiba-tiba, ibu Anna kemudian merampas
sabun itu dari tanganku, kemudian dengan kedua tangannya, ia menyabuni
bagian rambut kemaluanku. Aku terkejut dengan perbuatannya yang
tiba-tiba itu, dengan mata melotot aku melihat bagaimana dengan lembut
ibu Anna "mengeramasi" rambut kemaluanku, hingga tanpa dapat kutahan
penisku mulai bereaksi terhadap rangsangan tersebut. Sampai seluruhnya
tertutup busa barulah ibu Anna menghentikan pekerjaannya, kemudian dia
membuka sebuah lemari kaca kecil yang tertempel di tembok kamar mandi
itu. Tangannya kemudian mencari-cari sesuatu dalam lemari itu, dan
tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk menemukan benda yang
dicarinya.
Benda itu ternyata adalah pisau cukur. Begitu melihatnya aku sudah
bisa menebak apa yang akan ibu Anna perbuat padaku nantinya. Dan benar
saja, dalam beberapa detik kemudian, tangan-tangan mungilnya dengan
cekatan mencukur rambut kemaluanku (yang pada saat itu sudah tumbuh
lebat). Penisku yang tadinya sudah setengah tegang, kini langsung
menciut setelah merasakan tajamnya pisau cukur itu, sedang jantungku
berdebar-debar menyaksikan penggundulan hutan itu. Tak memerlukan waktu
lebih dari 2 menit buat ibu Anna untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Setelah di basuh dengan air untuk membersihkan sisa-sisa sabun, aku
dapat melihat penisku yang sekarang tampak seperti penis milik seorang
bocah, bersih tanpa rambut selembarpun. Dengan lembut ibu Anna kemudian
meraba-raba kulit yang sebelumnya masih di tumbuhi rambut itu, wajahnya
menunjukan ekspresi kepuasan atas hasil kerjanya. Dan entah bagaimana
mengungkapkannya, selama sebulan ini, aku sering berada dalam keadaan
bugil di depan ibu Anna. Kini entah bagaimana, aku merasa keadaanku
lebih telanjang dari sebelumnya. Ini adalah hal yang harus kalian alami
sendiri barulah tahu bagaimana rasanya.
Ibu Anna tidak lantas berhenti sampai disana, berikutnya adalah
giliran kedua ketiakku yang dicukurnya hingga bersih. Kini boleh
dibilang selain wajahku, di tubuhku tidak terdapat rambut lain. Setelah
itu barulah ibu Anna menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuhku.
Tubuhku yang tadinya lengket karena keringat yang mengering, kini
kembali menjadi segar setelah mandi.
Setelah itu ibu Anna memerintahkanku untuk berdiam dalam posisi
merangkak di lantai kamar mandi, agak sedikit kesulitan aku
melakukannya karena kedua tanganku yang terikat. Kemudian aku merasa
ada sesuatu yang ditempelkan di lubang anusku, ketika aku menoleh untuk
menegok, aku melihat ibu Anna memegang selang air yang ujungnya
ditempelkan tepat di lubang anusku. Aku agak panik dengan apa yang akan
dilakukannya, tanpa terasa pinggulku bergerak untuk menghindari selang
itu.
"Diam! Kalau nggak mau 20 kali cambukan, jangan bergerak sedikitpun" bentaknya melihat gelagatku.
Bagaikan tersihir, tubuhku langsung diam mematung. Setelah itu
barulah ibu Anna memutar keran air yang terhubung ke selang itu. Detik
berikutnya aku langsung merasakan air dingin menerobos lubang anusku.
Aku tidak merasakan sakit, hanya saja perasaan tidak nyaman serta
perasaan takut dengan hal yang baru pertama kalinya kualami ini, pada
saat itu aku tidak tahu bahwa hal itu (enema) adalah hal biasa dalam
permainan seks bdsm. Perutku yang sebelumnya sudah menggembung karena
kekenyangan, kini mendapat tekanan tambahan akibat air didalam usus
besarku. Tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar menahan perasaan kembung
seakan perutku akan meledak, juga dingin yang terasa didalam perutku.
"Tahan! Kalau sampai tumpah sedikit saja, mulut kamu yang
bertanggung jawab" ancamnya padaku setelah melihat tubuhku yang
gemetaran. Untung saja tak lama sesudah berkata demikian, ibu Anna
segera mematikan kerannya.
"Saya beri kamu lima menit untuk urusan kamu" kata ibu Anna
tiba-tiba, dan langsung saja ia meninggalkanku sendirian di dalam kamar
mandi itu.
Tanpa membuang waktu aku berdiri, membuka penutup kloset dan
langsung duduk. Membutuhkan waktu cukup lama untuk mengeluarkan seluruh
isi usus besarku itu. Semenit setelah aku selesai melakukannya barulah
ibu Anna kembali ke dalam kamar mandi itu. Begitu masuk, ia langsung
menghampiriku yang masih terduduk diam. Tangannya mengocok perlahan
penisku yang sudah kembali ke bentuk asalnya, dan wow aku merasa begitu
sensitif karena sentuhan perlahan saja sudah memberikan reasksi pada
penisku. Setelah sudah benar-benar ereksi, ibu Anna dengan tiba-tiba
menghentikan pekerjaannya.
"Apa kamu kira penis kamu itu ada gunanya?" kata ibu Anna padaku dengan sinis.
Aku hanya terdiam saja mendengar perkataannya. Seperti biasa, ibu Anna tidak akan memberikanku kepuasan pikirku.
"Sekarang kamu oral penis ini" kata ibu Anna sambil menunjuk ke penis buatan yang tertempel di celana dalamnya itu.
Dengan terkejut aku menatap wajahnya, seperti ingin memastikan apa yang barusan kudengar.
"Terserah kamu mau melakukannya apa tidak, asal kamu tahu saja,
kalau penis ini masuk ke anus kamu dengan keadaan kering seperti ini,
anus kamu tidak sobek saja sudah bagus" kata ibu Anna membalas tatapan
mataku.
Mendengar hal itu seperti orang linglung, aku menatap matanya
dengan mulut menganga, tidak percaya dengan hal yang barusan kudengar.
Dengan hati menclos aku kemudian melihat ke arah "penis" ibu Anna itu.
Penis itu benar-benar mirip sekali dengan penis asli, lengkap dengan
topi baja serta urat-urat yang menonjol di sekelilingnya sedangkan
ukurannya jauh melebihi penisku yang pada saat itu masih ereksi.
Ukurannya sama saja dengan penis yang terdapat dalam film-film porno
keluaran vivid itu.
Yang menjadi masalah adalah aku yakin kalau diriku ini bukan gay
dan hal ini menurutku menjijikan. Aku menelan ludah ketakutan
membayangkan bagaimana jadinya jika monster penis itu benar-benar masuk
ke anusku. Sementara itu ibu Anna sepertinya sudah tidak sabar ingin
melakukannya, dia memberikan perintah agar aku berbalik. Mendengar
perkataannya, dengan terburu-buru aku segera memasukan penis itu ke
dalam mulutku. Ini toh penis buatan pikirku pada saat itu. Dengan cepat
aku mengulum penis itu sehingga hampir saja aku tersedak. Pada saat itu
aku tidak melihat wajah ibu Anna, tapi dapat kupastikan wajahnya pasti
tersenyum sinis melihat aku melakukannya.
Tidak ada hal yang membuatku meragukan ucapan ibu Anna untuk
memasukan penis itu ke dalam anusku, karena itu sebisanya aku membasahi
seluruh permukaan penis itu dengan ludah agar dapat berfungsi sebagai
pelumas saat nanti memasuki lubang anusku. Selang semenit kemudian aku
merasakan ada sesuatu yang salah dari tubuhku, entah bagaimana aku
mulai menikmati pekerjaanku itu. Untung saja penisku memang sebelumnya
sudah ereksi, karena jika tidak, ibu Anna pasti melihat penis kecil
yang menegang ketika pemiliknya sedang mengoral penis buatan yang
ukurannya hampir 2 kali lipatnya.
"Sudah" kata ibu Anna dengan perlahan.
Aku pura-pura tidak mendengarkan perkataannya yang memang pelan
sekali itu, disamping aku merasa masih belum cukup aman jika penis itu
masuk ke lubang anusku, aku juga tanpa sadar menikmati perbuatanku.
"Cukup" katanya sekali lagi, kali ini aku mendengar dengan jelas perkataannya.
Aku segera menghentikan pekerjaanku. Dengan segera aku
diperintahkan untuk berbalik. Kini aku membelakangi ibu Anna, tubuhku
membentuk sudut 90 derajat dengan kedua tangan menumpu pada plastik
penutup kloset. Aku memejamkan mataku menanti dengan was-was. Sedetik
kemudian aku merasakan sakit sekali ketika kepala penis ibu Anna
mencoba memasuki lubang anusku, dengan reflek lubang anusku menutup
sehingga kepala penis yang tadinya sudah masuk setengah keluar lagi,
aku menggigit bibirku menahan perih yang ditinggalkannya.
"Kamu harus tenang kalau tidak mau terluka" kata ibu Anna kepadaku.
Enak baginya bicara demikian karena ia tidak merasakannya. Namun
kucoba turuti sarannya, aku mengambil nafas panjang untuk menenangkan
jantungku yang berdegub kencang. Kembali aku merasakan perih ketika ada
benda tumpul yang ingin menerobos lubang anusku. Segera aku mendapat
perasaan seperti ingin buang air besar. Kali ini kedua tangan ibu Anna
membantu merenggangkan kedua belah pantatku sehingga lubang anusku
terbuka lebih lebar. Setelah itu dengan cepat kepala penisnya masuk.
Aku menjerit tertahan dan tanpa sengaja lubang anusku kembali
berkontraksi, namun kali ini penis itu tidak keluar dari lubang anusku
karena tangan ibu Anna menahannya, malahan akulah yang merasakan sakit
di dinding anusku karena hal itu. Setelah itu dengan cepat penis itu
menerobos masuk makin dalam. Tubuhku gemetar menahan perih yang seakan
menjalar ke seluruh tubuhku. Dengan sebisanya aku menahan untuk tidak
menjerit, sedangkan air mata sudah mengambang di kedua mataku.
Kini kedua telapak tangan ibu Anna digunakan untuk memukul-mukul
pantatku dengan setengah kekuatannya sambil tak henti-hentinya dia
tertawa sinis melihat penderitaanku. Pukulan di pantatku memang bisa
dibilang tidak ada artinya di banding sakit karena penis itu, namun aku
takut jika nantinya bisa-bisa penis itu kembali keluar dari lubang
anusku karena terganggu oleh pukulan-pukulan itu, dan benar saja sesaat
kemudian tanpa dapat kutahan, dinding anusku kembali berkontraksi, aku
sudah bersiap-siap menahan perih akibat itu.
Tapi ternyata dugaanku salah, penis itu masih tenang-tenang saja di
dalam, nampaknya sudah hampir semua bagian penis itu yang masuk
didalam, agak lega juga hatiku setelah merasa demikian. Ketika aku
menengok untuk memastikannya barulah aku terkejut setengah mati setelah
mendapati bahwa baru sekitar setengah bagian penis itu saja yang sudah
memasuki lubang anusku.