Dapat kulihat senyum puas ibu Anna melihat wajah menderitaku. Dalam
sekejab aku merasakan sudah tidak mempunyai harga diri lagi setelah ibu
Anna memperlakukanku demikian, namun dalam hati aku memohon agar ibu
Anna tidak mempunyai pikiran untuk memasukan seluruh bagian penis itu.
Aku kemudian melihat tangan ibu Anna mengambil sebuah botol baby oil
dan menuangkan isinya ke penisnya serta ke daerah sekitar lubang
anusku. Pada saat itu aku sangat jengkel sekali, ingin rasanya aku
berteriak "kenapa nggak dari tadi aja!" namun kubatalkan karena takut
nanti malah berakibat fatal pada diriku.
Sesaat kemudian aku merasakan ibu Anna mulai kembali mendorong
penisnya yang kini sudah dilumuri baby oil. Aku dapat merasakan bantuan
minyak itu dalam mengurasi sakit akibat gesekan, meskipun masih terasa
sedikit sakit, namun kini sudah jauh berkurang. Kini yang kurasakan
adalah betapa penis itu memenuhi ruang di rectum (bagian terluar dari
usus besar) ku. Sedang tadi ketika penis itu masuk baru setengah saja
aku sudah merasa begitu "penuh", apalagi sekarang ketika sudah hampir
seluruhnya masuk. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari
kerongkonganku, walaupun aku tahu itu hanya perasaanku saja.
Tak lama kemudian aku dapat merasakan paha ibu Anna yang menyentuh
pahaku, tanda sudah masuknya seluruh bagian penis itu. Pada saat itu
mulutku menganga lebar sedang nafasku teregah-engah seperti orang yang
mau melahirkan, bahkan tubuhku sempat gemetar tak terkendali. Setelah
aku mengatur nafas sejenak barulah aku mulai kembali tenang. Sesaat
kemudian, ibu Anna mulai menggerakkan maju-mundur penis itu dengan
perlahan. Rasa malu dan takut bercampur aduk di hatiku pada saat itu,
malu karena aku serasa diperkosa oleh ibu Anna dan takut jika penis
besar itu akan melukaiku dengan parah.
Dengan perlahan namun pasti, ibu Anna mulai menaikan temponya,
sesekali dia berhenti untuk kembali melumuri penis itu dengan baby oil
sampai penis itu benar-benar bisa sliding dengan mudah. Dan kembali aku
dikhianati oleh tubuhku sendiri. Meski dengan susah payah aku mencoba
menahannya, namun tetap saja aku tidak berhasil, penisku dengan
perlahan mulai ereksi, apalagi kemudian ibu Anna kembali mempercepat
pompaannya yang memang terasa nikmat sekali buatku. Tanpa dapat
kulawan, penisku kembali full ereksi, bahkan jika tidak kutahan-tahan,
ingin sekali rasanya aku mengocok penisku.
Kini ibu Anna merubah gayanya, ia menarik penisnya dengan perlahan
sampai hampir keluar, kemudian memasukannya kembali dengan cepat sampai
setengahnya dan demikian seterusnya. Sensasi yang kurasakan sungguh
dahsyat, seandainya aku mengocok penisku pastilah aku sudah ejakulasi.
Aku sendiri menjadi heran dan dalam hati aku bertanya-tanya apakah aku
ini memang seorang gay? Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas dalam
benakku. Aku kemudian berpura-pura untuk kesakitan setiap kali ibu Anna
menyodok penisnya, hal ini kulakukan karena aku sungguh malu jika ibu
Anna mengetahui aku justru menikmati perbuatannya padaku. Entah karena
aktingku yang buruk atau memang ibu Anna yang tidak mudah ditipu.
"Jangan pura-pura kamu" kata ibu Anna padaku.
Setelah itu dengan tiba-tiba ia menyodok penisnya sampai pahanya beradu dengan pahaku sehingga menimbukan bunyi "plok".
"Aaahh" jeritku lirih. Itu jelas-jelas jeritan kenikmatan yang tanpa sadar kukeluarkan.
"Dasar nggak tahu malu" kata ibu Anna lagi padaku.
Jika saja pada saat itu aku menoleh kebelakang, ibu Anna akan
melihat wajahku yang merah padam karena malu. Sesudah itu, kembali ibu
Anna mempercepat temponya, dan kembali tanpa tertahan lagi aku
mendapatkan kenikmatan yang selama ini belum pernah kurasakan. Kini
setelah ibu Anna mengetahui rahasiaku, aku merasa tidak ada gunanya
lagi untuk berpura-pura, aku mulai dengan perlahan ikut menggerakkan
pantatku mengimbangi gerakannya, serta mulutku tak henti-hentinya
mengeluarkan rintihan kenikmatan. Sesekali ibu Anna menghentikan
gerakannya, pada saat itulah tanpa rasa malu, aku justru menggerakan
pantatku memompa penis itu. Ibu Anna tertawa terbahak-bahak setiap kali
aku melakukannya, apalagi setelah ibu Anna memegang penisku, ia
mendapatinya sudah benar-benar tegang.
"Dasar banci!, kamu malah horny waktu dientot" katanya dengan pedas. Katanya sambil tangannya menepuk pantatku.
"Benar-benar menjijikan" sambungnya mengejekku. Sambil tak
henti-hentinya dia mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakitkan. Pada
saat itu aku merasa terhina sekaligus terangsang mendengar caciannya.
Beberapa menit kemudian, ibu Anna menarik penisnya hingga hampir
keluar dari lubang anusku. Tanpa sadar aku memundurkan pantatku agar
penisnya tidak keluar, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna
berjalan mundur. Aku tahu ini dimaksudkan agar aku mengikutinya. Aku
hampir saja terjerembab ke depan setelah kedua tanganku yang terikat,
tidak lagi mempunyai tempat tumpuan, namun dengan sigap ibu Anna
memegang kedua pinggulku agar aku tidak terjatuh. Dapat kurasakan kedua
tangannya yang halus menahan berat tubuhku, dalam hati aku heran juga
bagaimana caranya wanita yang dari luar tampak anggun ini bisa
mempunyai tenaga yang lumayan kuat. Kemudian dengan perlahan aku
mencoba meletakkan tanganku di lantai, karena tubuhku boleh dibilang
lentur, berkat sering bermain sepakbola, dengan mudah aku dapat
melakukannya. Dan dengan keadaan demikianlah kami secara perlahan
berjalan keluar dari kamar mandi itu.
Sesampainya di tepi ranjang, ibu Anna membantuku untuk berbaring
telentang di tengah-tengah ranjang itu, sedangkan dia kini berada
diatas tubuhku, kami melakukannya tanpa membuat penis itu keluar dari
tempatnya. Kedua tangannya menggenggam kedua pergelangan kakiku
kemudian merentangkan keduanya, setelah itu dengan perlahan kedua
kakiku didorongnya hingga lututku hampir menyentuh dadaku yang
mengakibatkan bagian pinggang kebawah terangkat ke atas. Sesudah itu,
ibu Anna kembali memompa penisnya dengan perlahan dalam lubang anusku.
Setelah beberapa saat lamanya, ibu Anna mempercepat pompaannya. Aku
tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, namun jelas itu
adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa.
"Mana suaranya?" tanya ibu Anna sambil mempercepat pompaannya. Dengan suara perlahan aku merintih-rintih kenikmatan.
"Yang kenceng! perek" bentak ibu Anna gusar, sambil dengan tiba-tiba dia menghujamkan penisnya dalam-dalam.
"Aaahh" jeritku tak dapat menahan sensasi yang kualami.
Ibu Anna terus memompa dengan kencang, sampai-sampai terdengar
bunyi beradunya paha ibu Anna dengan pantatku. Aku terus-terusan
menjerit histeris seperti layaknya pelacur setelah menerima kenikmatan
yang bertubi-tubi. Inilah kali pertamanya dalam hidupku, aku mengalami
kenikmatan yang begitu intens. Meskipun baru pertama kalinya aku
melakukan seks seperti itu, namun aku dapat mengatakan dengan pasti
jika ibu Anna benar-benar ahli dalam hal itu. Terkadang ibu Anna
memperlambat, kemudian mempercepat pompaannya dengan tiba-tiba. Sesaat
kemudian ibu Anna berhenti secara tiba-tiba sehingga membuatku
menjerit-jerit frustasi akibat ulahnya.
"Kamu harus memohon" katanya sambil menahan tawa melihat tingkahku yang seperti pelacur murahan.
"Please bu" kataku dengan terengah-engah.
"Please apa?" katanya lagi padaku.
"Please bu.. Saya mohon ibu melakukannya" kataku dengan lemah.
"Melakukan apa?" tanyanya lagi seakan masih tidak puas mendengar
ucapanku. Aku terdiam sejenak untuk berpikir kata apa yang akan
kugunakan untuk menjawabnya.
"Senggama" jawabku setelah berpikir.
"Dasar kontol, lu kira sekarang ini lagi belajar bahasa indonesia
hah!, bilang ngentot" kata ibu Anna dengan gusar mendengar jawabanku
yang memang konyol itu.
"Saya mohon ibu Anna ngentotin saya" kataku tanpa malu-malu lagi setelah tersiksa dengan kenikmatan yang kini tertunda.
"Ngentotin apa kamu?" kembali dengan menjengkelkan, ibu Anna bertanya padaku.
"Lubang anus saya" jawabku cepat.
"Untuk selanjutnya bilang vagina, ngerti?" kata ibu Anna setelah mendengar ucapanku. Aku segera mengiyakan perkataannya.
"Sekarang bilang yang lengkap" katanya padaku sambil tangannya
merenggangkan kakiku lebih lebar lagi, dan menarik penisnya sehingga
tinggal ujungnya saja yang masih tertanam dalam "memekku".
"Saya mohon ibu mau ngengtotin vagina saya" kataku padanya cepat karena khawatir ibu Anna akan berubah pikiran.
"Yang keras" sahut ibu Anna mendengar perkataanku.
"Saya mohon ibu mau ngentotin vagina saya" jawabku setengah berteriak karena frutasi.
Aku sudah tidak peduli jikalau ada orang yang mendengar perkataanku
itu, sekarang ini sudah tidak ada logika dalam kepalaku, yang ada
hanyalah nafsu birahi. Sedetik kemudian, dengan cepat ibu Anna
menghujamkan penisnya sampai pangkalnya.
"Aaahh" jeritku panjang merasakan nikmat dan perih yang menjadi satu.
Setelah diam dalam posisi demikian sejenak, kemudian barulah dia
mulai menggerakan pinggulnya memompa penisnya didalam memekku. Dengan
konstan, ibu Anna mempercepat pompaannya sampai sesaat kemudian dia
sudah mencapai kecepatan maksimal. Derit ranjang serta derai keringat
yang jatuh ke tubuhku seakan menjadi bukti liarnya permainan kami.
Belum pernah penisku sedimikian tegangnya dalam hidupku sebelumnya,
sampai-sampai terasa nyeri akibat banyaknya darah yang terkumpul
disana. Setelah sekitar semenit ibu Anna memompaku dengan kecepatan
luar biasa, dengan tiba-tiba dia kembali menghujamkan penisnya
dalam-dalam, dan tahu-tahu saja aku merasa ada sesuatu yang ingin
keluar dari dalam tubuhku.
"Aaahh" jeritku dengan kencang ketika penisku sudah tidak tahan
lagi untuk melepaskan sperma yang sudah lama terkumpul di testisku.
Dengan kencang, spermaku menyembur keluar mengenai perutku. Untuk
pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami ejakulasi meskipun aku
sama sekali tidak menyentuh penisku. Setelah itu gelombang demi
gelombang kenikmatan menjalar diseluruh bagian tubuhku, sehingga tanpa
dapat kutahan tubuhku gemetar karena menahan nikmat. Mataku kupejamkan
untuk lebih menikmati moment itu, moment terindah dalam hidupku saat
itu. Ini adalah orgame yang terhebat dalam hidupku.
"Menjijikan" kata ibu Anna sambil menarik keluar penisnya dan melepaskan kedua pergelangan kakiku yang dipegangannya.
Selang beberapa saat kemudian barulah aku mulai dapat menguasai
diriku. Aku merasa kosong sekali setelah penis itu meninggalkan
tempatnya, seakan perutku tadi dibelit ikat pinggang yang kencang, dan
sekarang sudah dilepaskan. Ketika kubuka mataku, kulihat ibu Anna sudah
berada di sebelahku. Tangannya memegang sendok plastik, dan dengan
benda itu, ibu Anna menyendoki seluruh sperma di perutku.
"Bangun" kata ibu Anna padaku.
Dengan malas aku mencoba untuk menegakkan tubuhku. Hampir seluruh
bagian tubuhku terasa lemah, padahal bisa dibilang sedari tadi ibu Anna
lah yang bekerja. Sesaat kemudian aku sudah duduk tegak di ranjang,
kulihat ibu Anna menuangkan sperma yang tadi di tampungnya di sendok ke
penisnya dengan merata.