"Jilat sampai bersih" kata ibu Anna kemudian.
Ini adalah hal yang paling tidak kusukai, karena tentu saja sesudah
ejakulasi, aku sudah tidak bergairah lagi untuk melakukannya, tapi
nampaknya ibu Anna tidak mau tahu, dengan mata melotot ia memandangku
yang terlihat sangsi. Penis itu terlihat bersih, aku sendiri heran
bagai mana mungkin bisa terjadi, mungkin karena enema yang tadi ibu
Anna berikan.
"Mau tidak?" tanyanya dengan geram.
Aku kemudian mengangguk lemah mengiyakan. Dengan perlahan aku mulai
menjilati ujung penis itu. Ada tercium sedikit bau kotoran memang,
namun ternyata tidak seburuk yang kuduga. Secara perlahan aku mulai
memasukan penis itu ke dalam mulutku. Bau khas sperma bercampur dengan
bau kotoran dan baby oil tercium oleh hidungku, namun aku masih
meneruskan pekerjaanku yang memang masih jauh dari bersih itu. Dengan
perlahan kujilati spermaku sendiri yang kini berada di penis itu.
Membutuhkan waktu sekitar dua menit bagiku untuk menyelesaikan
pekerjaanku itu. Sesudah selesai melakukannya barulah aku merasa mual
ingin muntah, namun sebisanya aku menahan perasaan itu. Setelah
penisnya selesai dibersihkan, ibu Anna segera beranjak pergi
meninggalkanku sendirian di ruang itu.
Aku merasa cukup lega setelah selesai melakukannya, karena aku
mengira sekarang ini permainan ibu Anna sudah berakhir, sedangkan aku
tadi melihat ibu Anna juga sudah bermandikan keringat dan pastilah dia
kelelahan setelah melakukannya. Baru saja sedetik sesudah aku berpikir
demikian, aku harus kembali menelan pil kekecewaan. Ibu Anna sudah
kembali dengan membawa potongan-potongan pakaian berwarna merah muda
serta sebuah benda yang tidak kukenal.
"Pakai ini" kata ibu Anna padaku sambil menyodorkan pakaian dalam genggaman tangannya.
Aku menyambutnya dengan kedua tanganku yang masih terikat. Disana
kulihat sebuah celana dalam wanita super mini, dibagian depan hanyalah
sebuah segitiga kecil, sedangkan bagian belakang hanyalah berupa sebuah
tali. Selain itu ada juga bikini serta sebuah stocking lengkap dengan
supporternya.
Kesemuanya satu warna, pink. Dengan tak banyak bicara, ibu Anna
membuka ikatan pada tanganku. Setelah itu aku sudah tidak punya alasan
untuk mengabaikan perintahnya. Dengan bantuan ibu Anna, aku mengenakan
semua itu. Memang dalam beberapa jam terakhir ini, ini adalah pertama
kalinya aku mengenakan sesuatu di tubuhku, tapi tetap saja aku merasa
lebih baik bugil dari pada memakai pakaian seperti ini, karena kini aku
benar-benar menyerupai pelacur dengan pakaian yang kukenakan.
Setelah itu, ibu Anna memerintahkanku untuk kembali berbaring di
ranjang. Setelah aku melakukannya, ibu Anna membawa benda yang tadi di
bawanya ke hadapanku. Benda itu bentuknya seperti kapsul dengan ukuran
kurang lebih 25 centi dengan diameter 5 centi, berwarna hitam pekat
serta terdapat semacam sabuk kulit ditengah benda itu, namun setelah
kuperhatikan lebih lanjut, sabuk itu tidak terdapat tepat ditengah
benda itu, melainkan agak ke ujung, sehingga terdapat 2 bagian, bagian
yang panjang sekitar 17 atau 18 centi sedangkan bagian yang pendek
sekitar 7 atau 8 centi yang dipisahkan sabuk itu.
Ibu Anna menyodorkan bagian yang panjang, kemudian menyuruhku
menjilatinya, sudah kuperkirakan sebelumnya. Baru saja aku mulai
menjilati benda itu, yang memang bentuknya agak mirip dengan penis itu,
ibu Anna sudah tidak sabar, dengan kasar dia memasukan hampir seluruh
bagian benda itu ke dalam mulutku sehingga hampir saja aku tersedak.
Selang sebentar saja, ibu Anna sudah mencabut benda itu, dan tampak air
liurku sudah membasahi permukaan benda itu. Sesudah itu kembali dia
memasukan benda itu ke dalam mulutku, kali ini bagian yang pendek,
karena memang pendek, sekitar 7 atau 8 centi, benda itu tidak membuatku
kesulitan, hanya saja karena diameternya yang cukup besar membuat
rahangku sedikit sakit yang terbuka agak lebar.
Sesudah itu, dengan mengangkat kepalaku, ibu Anna mengaitkan
sabuknya dengan kencang sekali dibelakang kepalaku. Sesudah benda itu
terpasangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa kegunaannya.
Rasanya mustahil jika benda itu hanya berguna untuk menyumbat mulutku
kataku dalam hati, walaupun memang efektif karena aku kini tidak bisa
mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutku.
"Kamu tahu apa gunanya benda ini?" tanya ibu Anna padaku.
Dengan terpaksa aku menggeleng karena aku memang tidak mengetahui apa kegunaan benda ini, atau lebih tepat cara menggunakannya.
"Benda ini jauh lebih bisa memuaskan dari pada kontol kamu yang
tidak ada gunanya itu" katanya sambil melepaskan celana dalam beserta
penisnya itu.
Dengan hanya mengenakan BH saja, ibu Anna berdiri tepat di atas
wajahku, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjongkok dan
memposisikan bagian panjang benda tersebut ke dalam liang vaginannya.
Perlahan ujung benda itu mulai memasuki liang vaginanya. Dengan bantuan
air liur serta cairan vaginanya yang membanjir, nampaknya selain diriku
yang mendapat orgasme ketika dientot dengan penis buatan itu, sang
pemilik, dalam hal ini ibu Anna, tampaknya juga mendapatkannya.
Dengan mudah saja benda itu kini terbenam seluruhnya dalam vagina
ibu Anna. Memang di bandingkan dengan penisku, benda itu masih jauh
lebih besar, maka itu aku agak terkejut juga melihatnya dengan begitu
mudah "ditelan" liang vagina ibu Anna. Sesudah itu, ibu Anna mulai
menggerakan pinggulnya naik-turun. Selang beberapa saat kemudian, dia
mempercepat gerakannya, lalu sesaat kemudian kembali memperlambatnya.
Seiring dengan gerakan tubuhnya, kepalaku juga ikut melompat-lompat,
untunglah saat itu aku berbaring di ranjang, jika dilantai tentunya
akan menambah daftar penderitaanku. Entah sudah berapa kali aku hampir
tersedak akibat benda di dalam mulutku itu, selain itu rahangku juga
hampir copot rasanya akibat sesekali menahan berat tubuhnya.
Satu-satunya hiburanku adalah aroma vagina ibu Anna yang memang sangat
kusukai, dan buah dada sempurnanya yang melompat-lompat di dalam BH
nya.
Hampir selama 5 menit, ibu Anna bertahan dalam posisi demikian,
baru sesudah itu dia kemudian memutar tubuhnya, sehingga kini yang
kulihat adalah bagian punggungnya. Pemandangan buah dada melompatnya
kini sudah digantikan dengan lubang anusnya yang hanya berjarak
beberapa mili dari hidungku, bahkan sesekali mengenainya akibat
guncangan 8,0 skala richter yang dibuat ibu Anna. Memang boleh
dikatakan lubang anusnya tidak berbau (entah bagaimana hal itu bisa
terjadi), tapi kalian bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya berada
dalam posisi demikian!
Sesaat kemudian, dengan diawali dengan jeritan kenikmatan tanda
orgasme, ibu Anna membenamkan vaginanya dalam-dalam ke benda tersebut.
Jika bisa tentunya aku juga sudah ikut menjerit karena pada saat itu
ibu Anna seakan-akan hanya menumpukan berat badannya di mulutku. Tulang
pipi, tulang rahang serta gigiku terasa ngilu sekali akibat mendapat
tekanan yang demikian besar, sedang hidungku juga tidak luput dari
lubang anusnya. Untung kejadian itu hanya berlangsung sesaat saja.
Sesudah itu ibu Anna mendemonstrasikan kelenturan pinggulnya dengan
bergerak meliuk dan berputar dengan erotis. Dapat kurasakan cairan
orgasmenya yang mengalir turun mengenai pipi dan daguku.
"Ambil nafas" kata ibu Anna dengan pelan sehingga hampir saja aku tidak mendengarnya.
Aku tidak mengerti mengapa ibu Anna memerintahkan hal seperti itu,
namun saja kini aku sudah terbiasa untuk langsung melakukan perintahnya
tanpa berpikir dahulu. Baru setengah jalan aku menghirup udara,
tahu-tahu ibu Anna kembali membenamkan tubuhnya. Tentu saja hal itu
membuatku terkejut karena lubang anus ibu Anna secara tiba-tiba menutup
hidungku. Dengan cepat beban berat kembali menekan wajahku, bahkan kali
ini terasa lebih berat dari pada sebelumnya.
Beberapa detik kemudian barulah aku tahu apa penyebabnya setelah
merasakan kedua kakinya sedang memainkan penisku yang tanpa kusadari
sudah kembali tegang. Ternyata kali ini ibu Anna benar-benar menduduki
wajahku. Tanpa kedua kaki yang tadi sedikit banyak ikut membantu
menyangga, kini seluruh berat tubuhnya diterima wajahku. Setelah itu
untuk melengkapi penderitaanku, ibu Anna menggoyang-goyangkan
pinggulnya yang mengakibatkan vagina, pantat dan lubang anusnya
bergesekan keras dengan wajahku.
Semenjak tadi aku sudah berusaha sekuat tenaga menggunakan kedua
tanganku untuk mengangkat tubuh ibu Anna yang menekan wajahku, namun
tetap saja tubuh ibu Anna tidak bergerak walau sesenti. Dalam beberapa
detik kemudian aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang karena
otakku kekurangan suplai oksigen. Tanganku masih berusaha dengan sekuat
tenaga untuk mengangkat tubuh ibu Anna, sementara kedua kakiku
menendang kesana kemari dengan frustasi. Jika dalam beberapa detik lagi
aku masih belum bisa bernafas pastilah aku bisa celaka, atau setidaknya
jatuh pingsan.
Akhirnya dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kudorong tubuh
ibu Anna ke samping, dan ternyata usahaku berhasil, tubuhnya terjatuh
kesamping sehingga memberikan jalan buatku untuk bernafas. Dengan
tergesa-gesa aku langsung menghirup udara sehingga tanpa dapat kutahan,
aku tersedak, namun karena ada benda didalam mulutku, aku tidak bisa
terbatuk-batuk, hal itu membuatku sangat tersiksa sekali. Untung saja
dengan sigap, ibu Anna kemudian membuka ikatan sabuk di belakang
kepalaku dan mencopot benda itu dari mulutku. Barulah kemudian aku
terbatuk-batuk tanpa henti.
Dengan tak mengucap sepatah katapun, ibu Anna meninggalkanku yang
masih berusaha memulihkan jalan pernafasanku. Sesaat kemudian barulah
nafasku mulai teratur dan pikiranku kembali terang. Aku kemudian
melihat sekeliling, ternyata ibu Anna sedang mengganti pakaian. Ia
melepaskan BH yang tadi dipakainya, dan selanjutnya ia mengenakan gaun
tidur berwarna putih transparan sehingga memperlihatkan puting susu
serta vaginanya dengan samar-samar.
Dengan masih tidak mengucap apa-apa, ibu Anna kemudian mengikat
kedua tanganku dibelakang dengan tali. Barulah setelah itu ibu Anna
mematikan lampu. Karena memang ranjang itu berukuran double, sehingga
masih menyisakan banyak ruang setelah ibu Anna kemudian berbaring di
sebelahku. Sesaat kemudian tampaknya ibu Anna sudah tidur terlelap.
Sedangkan aku masih mengalami sedikit kesulitan karena ikatan pada
tanganku yang membuatku benar-benar tidak nyaman, terlebih lagi BH yang
masih kukenakan, yang kini entah kenapa terasa kencang sekali sehingga
membuatku agak sedikit sulit bernafas, namun tak lama kemudian karena
memang sudah benar-benar lelah, aku tertidur juga.
Ketika terbangun aku menyadari ibu Anna sudah tidak ada di
tempatnya. Aku melihat jam dinding yang menunjukan sudah hampir jam 8
pagi. Yang pertama kali kurasakan ketika bangun adalah sekujur tubuhku
yang pegal-pegal serta kehausan yang sebenarnya sudah semenjak kemarin,
hanya saja aku tidak berani untuk mengatakan.
E N D