"Tapi Bu.," kataku padanya.
"Diam!" bentaknya dengan marah.
"Tapi Ibu bilang..,"
"PPLLAKK!!" Sebuah tamparan keras mengenai pipiku.
"Diam!" bentaknya lagi.
Aku terdiam sambil tanganku mengusap-usap pipiku yang panas.
"Perbuatan kamu kemarin benar-benar kurang ajar, tidak ada hukuman yang sebanding dengan perbuatanmu," katanya padaku.
Dia terdiam sejenak.
"Sekarang kamu pulang!" katanya padaku.
"Saya bersedia dihukum apa saja Bu" kataku padanya dengan cepat.
Dia kembali terdiam, tampaknya sedang menimbang-nimbang perkataanku.
"Apa saja?" tanyanya.
"Iya Bu apa saja," jawabku yakin.
"Baik mulai sekarang kamu lakukan apa yang Ibu suruh, jangan sekali-kali melawan," katanya padaku.
"Baik Bu," jawabku sedikit kesal.
Aku melihatnya tersenyum padaku. Aku menatap matanya seakan menunggku apa yang akan dia perintahkan padaku.
"Kebelakangkan tangan kamu," katanya padaku.
Aku menuruti perintahnya meskipun aku heran sekali mendengar
perkataannya. Ibu Anna berjalan kebelakangku dan tangannya dengan
lembut memegang kedua tanganku yang terletak dibelakang. Jantungku
berdetak cepat merasakan tangan lembutnya memegang tanganku, bahkan
tangan Bu Anna yang lain meremas-remas pantatku. Aku merasa terkejut
dan tidak nyaman dengan perlakuannya, namun aku tidak berani berkata
apa-apa. Meskipun Ibu Anna dibelakangku aku dapat merasakan dia sedang
mengerjakan sesuatu dibelakangku. Aku tidak berani menoleh kebelakang
karena aku tahu Ibu Anna bisa sewaktu-waktu berubah pikiran, maka itu
sekarang ini aku lebih baik tidak melakukan hal-hal yang tidak
diinginkannya.
Dengan cepat Ibu Anna selesai mengikat kedua tanganku. Ketika aku
sadar apa yang terjadi padaku aku memberanikan diri melihat apa yang
terjadi padaku. Aku melihat kedua tanganku diikat dengan sesuatu,
tampaknya itu adalah sebuah BH berwarna putih. Aku mencoba menggerakan
kedua tanganku, tapi nampaknya Ibu Anna mengikat dengan benar-benar
kuat
Terkejut dengan keadaanku, dengan cepat aku membalikkan badanku
sehingga berhadapan dengannya. Sebuah tamparan keras mengenai wajahku
sesaat sebelum aku mengucapkan sesuatu. Kali ini Ibu Anna menampar
dengan sekuat tenaganya. Tidak siap akan hal itu akupun kehilangan
keseimbangan dan jatuh terjerembab dilantai.
"DIAM! Jangan banyak bicara," bentaknya padaku.
Aku telungkup di lantai. Kukejap-kejapkan mataku mengusir cahaya
kelap-kelip. Aku merasakan sesuau menindih tubuhku, tampaknya itu
adalah tubuh Ibu Anna. Tangannya melepas tali pada celemek yang sejak
tadi masih aku kenakan. Lalu dia membalikkan tubuhku. Tangannya bekerja
dengan cepat melepas ikat pinggangku. Selama dia melakukannya aku tidak
berbicara apa-apa. Jika tadi aku takut dia akan melaporkanku, kini aku
takut jika dia kembali menamparku. Tamparannya benar-benar keras,
sampai sekarang aku masih merasakan pipiku panas terbakar dan kepalaku
berdenyut-denyut karenanya.
Ibu Anna mencoba mengikat kakiku dengan ikat pinggang yang berhasil
dilepasakannya dari celanaku. Aku mencoba memberontak setelah
mengetahui apa yang akan dilakukannya namun terlambat, dia sudah
mengikat dengan kuat kedua kakiku. Dia melibat kedua kakiku dengan ikat
pinggangku lalu menguncinya.
"Bu kenapa?" aku ingin bertanya banyak hal namun cuma itu yang keluar dari mulutku.
"DIAM!" bentaknya.
Kemudian dia melakukan sesuatu yang tidak terduga. Dia melepaskan
celana pendeknya lalu masih tetap di hadapanku dia melepaskan celana
dalamnya juga. Dengan tanpa halangan aku dapat melihat vaginanya yang
ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Dengan cepat dia
melepaskan tali pada celana pendeknya lalu dia membawa tali itu bersama
dengan celana dalamnya ke arahku. Penisku dengan cepat menegang melihat
pemandangan di depanku itu. Dengan tangannya Ibu Anna menjepit hidungku
dengan pelan. Untuk menghirup udara aku membuka mulutku dan pada saat
itulah tangannya mencengkram pipiku, kemudian dengan kasarnya dia
memasukkan celana dalam yang bekas dipakainya itu ke dalam mulutku. Dia
menekan-nekan celana dalam itu dengan keras sehingga membuatku hampit
tersedak. Tidak hanya sampai disana, setelah celana dalam itu masuk
seluruhnya dalam mulutku dia mengikatkan tali yang tadi dibawanya
melingkari mulutku yang tersumpal celana dalam itu lalu mengikatnya.
Kini meskipun aku berusaha sekuat tenagaku aku tidak bisa mengeluarkan
celana dalam itu dari mulutku.
Setelah sesaat aku baru merasakan rasa asin dimulutku. Aku yakin
asalnya dari celana dalam itu. Aku memang tidak pernah merasakan cairan
wanita, namun dari artikel yang pernah kubaca, cairan itu berasa asin.
Dengan puas Ibu Anna melihat hasil pekerjaannya pada diriku. Melihat
hasil pekerjaannya yang cepat pastilah hal ini sudah direncanakannya.
Aku terbaring tak berdaya. Kedua tanganku terikat dengan kuat, demikian
pula dengan kakiku. Mulutku tersumbat penuh oleh celana dalam miliknya.
Kancing kemejaku sudah dilepaskan semua olehnya. Dada telanjangku
terpampang dengan jelas. Ibu Anna tidak berhenti sampai disana.
Tangannya dengan cepat membuka kancing celana jeans yang kukenakan,
membuka retsletingnya lalu dengan cepat memelorotkan celana itu sampai
kelututku. Kini praktis tinggal celana dalam berwarna hitam yang masih
menutupi tubuhku. Penisku yang tegang tercetak jelas disana. Ibu Anna
melihatnya dengan pandangan mengejek ke arahku. Dengan sekali tarik
celana dalam itu merosot sampai ke lututku. Aku berusaha menggerakkan
tubuhku kesamping untuk menutupi ketelanjanganku. Aku malu sekali akan
keadaanku sekarang apa lagi di hadapanku adalah Ibu Anna, guru yang
kusukai.. Dulu.
Ibu Anna dengan santainya menahan pinggulku dengan telapak kakinya,
praktis aku sudah tidak bisa bergerak lagi. Perlahan telapak kaki Ibu
Anna bergerak ke arah penisku yang tegang. Dengan lembut dia
mengusap-usap penisku dengan kakinya, lalu kakinya perlahan bergerak ke
testisku. Dengan jari-jari kakinya dia memainkan testisku.
Aku menatapnya seakan tidak percaya bahwa dia adalah Ibu Anna yang
selama ini kukenal. Aku merasa sakit oleh karena perbuatannya, namun
yang lebih kurasakan adalah rasa malu.
"Enak ya?" katanya padaku sambil tersenyum.
"Mpphh.. Mpphh," aku berusaha mengatakan sesuatu namun sumpal
dimulutku tidak memungkinkan aku untuk mengeluarkan suara yang bisa
dimengerti.
Ibu Anna berjalan menujuku sampai berada dekat sekali denganku.
Dengan perlahan dilepaskannya kaos yang dikenakannya. Aku melihat dia
mengenakan BH warna hitam. Tak sampai disana dia juga melepaskan BH
itu. Di hadapanku Ibu Anna telanjang bulat, hanya sepatu kets warna
putih dan kaos kaki yang masih dikenakannya. Aku dapat melihat tubuhnya
yang berkilat akibat keringat yang mengalir deras ditubuhnya.
Suatu pemandangan yang sebelumnya kuanggap mustahil kulihat
dikenyataan. Ibu Anna belum pernah menikah, maka itu tubuhnya masih
langsing di usiannya. Ukuran buah dadanya juga sempurna dengan
tubuhnya. Tangannya membawa BH yang tadi dilepaskannya ke arah wajahku.
Dia menggunakan benda tersebut untuk menutup mataku lalu mengikatnya
dibelakang kepalaku. Pandanganku hampir seluruhnya tertutup oleh BH
itu, hanya bagian sudut mataku saja yang masih bisa melihat, itupun
terbatas.
Aku tidak mengerti apa yang terjadi padaku, apakah Ibu Anna
demikian mendendamnya padaku akibat perbuatanku waktu itu. Aku
merasakan ada tangan yang mencengkram rambutku.
"Bangun kamu anjing!" bentak Ibu Anna.
Sebenarnya aku tidak mempunyai keinginan untuk membantah
perkataannya, namun ikatan ditanganku terlebih di kakiku tidak
memungkinkanku untuk dapat berdiri.
"Mp.. MMm.. PPHhH.." aku mencoba menjelaskan pada Ibu Anna.
"PPLLAAKK!!" sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.
"BANGUN!!" bentaknya keras.
Dengan segenap tenaga aku berusaha untuk bangun, akhirnya setelah
dibantu oleh Ibu Anna akhirnya aku bisa berdiri. Dengan kasar Ibu Anna
mencengkram penisku yang tegang, dapat kurasakan kuku-kukunya mengenai
permukaan kulit penisku. Dengan mencengkram penisku Ibu Anna memaksaku
untuk berjalan mengikutinya. Tentu saja ikatan pada kakiku tidak
memungkinkanku untuk bergerak dengan leluasa. Dengan terseok-seok aku
mengikuti langkah Ibu Anna. Untung saja ia tidak membawaku jauh, aku
hanya merasa berjalan beberapa langkah. Dengan tiba-tiba tubuhku
didorongnya hingga terhuyung kebelakang. Aku merasa terkejut dan
bersiap-siap untuk jatuh ke lantai.
Ternyata aku tidak terjatuh ke lantai, melainkan ke ranjang. Dengan
susah payah Ibu Anna membuat tubuhku berada di tengah-tengah ranjang
itu. Karena perbuatannya penutup mataku bergeser sedikit. Ibu Anna
menyadarinya lalu kembali membetulkan letak BH itu. Sesaat aku terdiam
dalam posisi tersebut. Aku tidak tahu apa rencana Ibu Anna padaku, maka
itu aku diam saja tidak bergerak.
"CCTTAARR!"
Tubuhku tersentak kaget. Aku merasakan perih pada pahaku.
"CCTTAARR!"
"CCTTAARR!"
"CCTTAARR!"
Bertubi-tubi aku merasakan perih pada tubuhku. Aku tidak tahu apa
yang digunakan Ibu Anna untuk mencambukiku. Aku berusaha
berguling-guling untuk menghindari pukulannya. Ibu Anna tidak peduli,
dia terus mencambukiku dengan sangat keras. Hingga akhirnya aku
terpojok pada sudut ruangan itu. Dan aku pun menjadi bulan-bulanannya.
Dia terus mencambukiku sampai sekitar 30 kali baru berhenti. Entah
karena dia kelelahan atau apa, yang pasti aku sangat lega dia
menghentikan mencambukiku. Hampir seluruh tubuhku terkena pukulannya.
Rasa perih dan panas berdenyut-denyut di seluruh tubuhku.
Aku dapat merasakan ikatan kakiku dibuka olehnya, "Jika kamu berani
bertindak bodoh siap-siap saja terima hukuman lagi" ancamnya padaku.
Setelah itu dengan cepat dia melepaskan celana jeans dan juga celana
dalamku. Ibu Anna menjambakku dan menarikku untuk mengikutinya.
Aku dapat merasakan kakiku menginjak lantai yang basah, sepertinya
Ibu Anna membawaku ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Aku
didorongnya hingga terjerembab di lantai kamar mandi itu. Ibu Anna
kemudian menyiramku dengan air. Setelah tubuhku basah semua, dia
kembali mencambukiku. Aku berguling-guling di lantai kamar mandi itu
untuk menghindari pukulannya. Perbuatanku tampaknya makin membuat Ibu
Anna berang.
"Bangsat! Dasar anjing tidak tahu diri!" bentaknya keras padaku.
Tidak pernah kubayangkan Ibu Anna bisa berkata seperti itu. Aku
mencoba untuk berdiri, namun tangan Ibu Anna menjambak rambutku dan
kembali menghempaskan aku ke lantai. Aku terjatuh teletang di lantai.
"BUKK!"
Sebuah tendangan mendarat tepat di perutku. Aku terbatuk-batuk,
namun karena mulutku tersumbat akibatnya malah aku tersedak. Jika saja
tidak ada sumpal di mulutku aku pasti sudah memuntahkan isi perutku.
"Pelajaran buat kamu.. Jangan pernah mencoba melawan.. Mengerti?" kata Ibu Anna padaku. Salah satu kakinya menekan testisku.